"Kaiden?"
Savira Azalea biasa dipanggil Zea, umurnya 21 tahun lebih berapa bulan. memilih merantau ke kota demi meninggalkan keluarga toxic nya, Zea justru bertemu kembali dengan mantan pacarnya Kaiden, sialnya Kaiden adalah anak dari majikan tempat Zea bekerja.
"Aku akan perjuangin kamu Zea." Kaiden
Vandra adalah kakak dari Kaiden yang diam-diam senagaja mendekati Zea agar membuat Kaiden cemburu. "Aku tahu dia mantan pacarmu Kaiden."
Situasi semakin memanas saat sebuah kebenaran identitas Zea terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nsalzmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Laskar melirik sinis kearah Vandra. "Yaelah bang, kirain mau ngasih duit buat beli kelapa muda."
Vara yang sibuk jepret-jepretin gambar pake hpnya jadi menoleh."Eh, ada ya kelapa muda?"
Laskar mengangguk mengiyakan. "Mau?" tawarnya yang langsung diangguki Vara dengan antusias.
"Kuy lah, kak Vandra biar disini sama mbak Zea." seru Vara beranjak berdiri.
Vandra mengeluarkan dompet dari dalam kantong celananya. Memberikan selembar uang berwarna merah pada Laskar. "Pesen-in gue mie instan deh' satu." Vandra menoleh ke samping pada seorang gadis yang sibuk masukin kaki telanjang tanpa sendal itu kedalam pasir, sehabis itu dikeluarkan lagi. Begitu seterusnya. "Ze, mau mie instan?"
Zea mengangguk tanpa menoleh.
"Minumnya mau apa bang? kita berdua mau kelapa muda." tanya Laskar.
Vandra diem sambil mikir. "Samain aja sama kalian berdua." ia menatap Zea yang masih juga asik main pasir. "Ze, mau minum apa?" tanyanya.
"Mau minum teh tawar panas aja deh." jawab Zea.
Vara mengetik semua pesanan di layar ponselnya. Jarak warung dengan pinggir pantai lumayan jauh. Takut lupa sih sebenarnya."Okey. Mie instan dua, kelapa muda tiga, teh tawar panas satu." ia membalikan hp kearah Vandra dan Zea.
"Yuk' Las." ajak Vara
Keheningan menyelimuti diantara Vandra dan Zea. Keduanya terhanyut dalam buaian deru ombak yang saling menyahuti. Menantang untuk ditaklukan.
"Permisi." seru seorang wanita datang menghampiri. Dari segi pakaian udah pasti dia pelayan.
"Iya?" Zea yang jawab karena Vandra cuman mendongak.
"Dua mie instan, satu kelapa muda, satu teh tawar. Benar ini pesanan atas nama mas Vandra?" tanya wanita itu.
Vandra mengangguk saja setelahnya menggeser duduk karena si wanita tadi akan menyajikan.
"Non Vara kemana ya mas? Kok gak kesini." tanya Zea setelah pelayan itu pergi.
Vandra mengangkat bahu saja sebagai respon tidak tahu.
Srupp
Vandra menyeruput kuah yang baru ia tiup. Bibirnya mengulas senyum. 'Aku kangen makan berdua sama kamu Sha' monolog nya dalam hati.
"Vandra sekarang sudah sembuh kan?"
"Iya Sha aku sudah sembuh."
"Yuk kita ke pantai. Kata ayah disini ada pantai cantik banget." Geisha kecil antusias menceritakan segala letak keindahan pantai yang bersumber dari cerita ayahnya.
"Sha.....ayo sini berenang."
"Gamau ah...takut..." Geisha berteriak kuat saat tangannya ditarik Vandra untuk bermain air dipinggir pantai.
"Ombaknya gak ada Sha. Gak usah takut."
Anak seumur Vandra yang sedari dulu gak pernah ada temen karena bolak-balik sakit lebih suka mengurung diri sendirian. Kehidupan Vandra kecil sangat membosankan, hari-hari nya dipenuhi dengan bau obat-obatan. Hidup se-monotoon itu berjuang melawan anak-anak tetangga yang gak mau temenan sama dia.
Tapi, Geisha berbeda itu yang ada dalam pandangan Vandra. Geisha punya cara agar ia gak patah semangat.
"Enak ya mas duduk di pinggir pantai sambil makan mie kuah begini." ujar Zea dengan kepala yang nunduk liatin mie di piring.
Vandra menoleh ke samping, ia menghembuskan nafas kasar saat sadar bahwa sedari tadi ia tak sendiri. Vandra juga tidak tahu ia terlihat begitu malas untuk sekedar bercerita atau ngajakin Zea ngobrol kayak biasanya.
'Aku kenapa ya?' batin Vandra merasakan detak jantung yang berpacu kuat.
"Mie kamu masih utuh Ze. Gak suka?" tanya Vandra yang melirik piring Zea.
Zea nyengir ia memperlihatkan sesuatu dipinggir piringnya. "Saya gak suka seledri mas. Lupa ngomong tadi."
Alis Vandra mengerut. "Seledri?" beo nya
"Iya mas. Dari dulu saya masih kecil deh kayaknya."
"Kayaknya apa?" tanya Vandra sambil mengunyah pelan mie dalam mulutnya.
Zea jadi menoleh melirik piring Vandra yang mie nya tinggal separuh. "Iya. Kayaknya dari kecil gak suka seledri." jelas Zea.
"Emm....enak." ucapnya saat menyicipi mie yang sudah ia bersihkan. Bersihkan dari daun dan batang seledri ya bukan bersihkan dicuci pake air laut gitu.
"Oh ya mas ngomong-ngomong pacar mas mana?"
"Pacar?" tanya Vandra menoleh kesamping karena kaget sama pertanyaan Zea.
Zea mengangguk pelan. "Iya pacarnya mas Vandra. Kan disitu mas tulis happy birthday Geisha cantikku."
Vandra tersenyum tipis 'Kalau kamu masih ada mungkin yang akan duduk disamping aku kamu Sha.' batinnya merasa berbunga karena ditanya tentang pacar.
"Dia bukan pacar saya Ze."
"Serius?" tanya Zea
Vandra hanya mengangguk sebagai respon. Vandra mendongak menatap langit yang cahayanya akan meredup menjelma malam yang akan menjemput.
'Semesta punya cara untuk mempertemukan siapapun di dataran bumi manapun. Tapi cinta? Tuhan yang maha adil akan meyakinkan siapapun dia untukku nanti. Jika kamu kembali dalam versi apapun, aku mohon cintai aku sekali lagi.' monolog Vandra dalam hati.
"Mbak Zea.....yuk liat sunset." teriak Vara yang berlarian dipinggir pantai. Kejar-kejaran sama Laskar.
Zea tertawa, tawa yang benar-benar lepas. Ia meletakkan mie yang masih sisa beberapa sendok lagi. "Mas pulang nya masih nanti kan?"
Vandra mengangguk membiarkan Zea meninggal kan dirinya.
Zea ikut lari-larian sama Vara dan Laskar. Ketiganya sibuk main air dan ciprat-cipratan.
"Bahaha....Mbak Zea nyungsep!" seru Vara tertawa kencang.
Saat ombak datang tadi pasir yang ada dipinggir pantai jadi keseret. Dalam posisi gak siap Zea jadi nyungsep. "Asinn..." serunya saat mencuci wajah pake air pantai.
"Ish... Jorok mbak! tadi Laskar pipis disitu!" seru Vara yang langsung di pelototin Laskar. "Terserah kamu deh Ra." ucap Laskar yang kemudian mengelus dada.
Pyurr
Vandra menyiratkan air yang sejak tadi ia persiapkan. Disaat ketiganya sibuk ngobrol Vandra munjul dari arah belakang, tangannya membawa kantong plastik yang berisi air penuh. "Bahaha-"
Pyurr
Zea balas dendam mencipratkan air kearah Vandra. "Wlekkk." ejeknya dengan lidah yang melet.
Matahari yang hampir terbenam itu mereka manfaatkan dengan keseruan tertawa bersama. Gak perduli sama kata dingin yang memang menusuk dari jemari tangan.
"Aaaaaa....." teriak Zea yang tubuhnya keseret arus ombak.
Vandra menarik tangan Zea, ia mendekap tubuh Zea yang terasa ketakutan.
"Masss.... Takuttt." serunya tertahan saat ia merasakan kehangatan yang tidak seberapa.
"Pengangan sama saya Ze!"
Byuuurrr
Ombak yang menjelang pasang itu kian ganas saat menunjukan kegagahannya. Orang-orang yang berkunjung juga sama-sama antusias saat bermain dengan derasnya ombak.
"Yuk ke sana dulu." ajak Vandra mengandeng tangan Zea. Berjalan beriringan dengan jarak yang tidak terlalu jauh kearah bebatuan besar.
"Duduk sini. Saya ambilkan teh tawar kamu." ucap Vandra yang langsung berjalan cepat meninggalkan Zea.
Zea melambaikan tangan saat melihat Vara dan Laskar yang masih main air.
Zea mendongak menatap cowok yang memang tampan berdiri disamping tubuhnya sedang membungkuk membentangkan handuk untuk meringankan rasa dingin Zea.
Vandra mendudukan diri disamping Zea, lebih tepatnya menyerong. "Nih minum!" ucap Vandra menyodorkan gelas teh tawar milik Zea.
"Makasih mas." ucap Zea setelah menyeruput teh hangat nya.
"Pernah main ombak begitu?" tanya Vandra yang menunjuk kearah Vara dan Laskar.
Bibir Zea mengulas senyum tipis. "Pernah mas. Dulu ikut camping waktu acara perpisahan kakak kelas."
Vandra mengangguk singkat. "Selain itu?" tanyanya.
"Enggak pernah mas. Itu kalo pertama dan terakhir sewaktu di Semarang." ucapan yang memang jujur gak Zea buat-buat.
"Menurut kamu pantai tenang gak Ze?"
"Menurut aku pribadi pantai itu menyenangkan mas. Karena ada cerita menarik yang terselip disana."
Vandra mengulas senyum lebar. "Ze mau sanset tuh. Sini! geseran ngadep sama biar saya foto." Zea menurut saja saat ia difoto Vandra.
Cekrek