Baru sebulan terikat oleh tali kasih pertunangan dengan pria yang selalu Ayasha panggil Om Rafael, pupus seketika di saat tunangannya berbagi peluh dengan wanita lain. Hancur berkeping-keping hati Ayasha, kecewa dengan pria yang masih saudaranya, ternyata Om Rafael sudah menjalin hubungan spesial dengan sekretarisnya, Delia.
"Aku cinta dan benci dirimu, Om Rafael. I will FORGETTING YOU forever!" teriak Ayasha menahan gejolak emosinya.
"Begitu susahnya aku untuk meminta maaf padamu, Ayasha!" gumam Rafael menatap kepergian Ayasha.
Melupakan segalanya termasuk melupakan Om Rafael menjadi pilihan akhir Ayasha yang baru saja lulus SMU, disaat hatinya hancur gadis itu memilih pindah ke luar kota, dan menyelesaikan pendidikannya ke jenjang S1.
5 tahun Ayasha melupakan mantan tunangannya. Mungkinkah Allah mempertemukan mereka kembali? Jika di pertemukan kembali apa yang di rasakan oleh Om Rafael? Masihkah ada rasa di hati Ayasha untuk Om Rafael atau sudah ada pengganti Om Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya orang asing
“Lepaskan tanganku, Pak Rafael,” pinta Ayasha, merasa jengah dengan cengkeraman tangan Rafael.
Pria itu hanya menatap lurus ke depan, dan tak sedikit pun menoleh ke arah Ayasha, serta tak melepaskan cengkeramannya.
Ting!
Pintu lift terbuka di lantai lima, pria itu belum melepaskan tangan Ayasha, hingga bisa menarik gadis itu untuk turut keluar dari lift.
Raut wajah Ayasha mulai kebingungan dengan sikap Rafael, yang menurutnya aneh ... apalagi setelah sekian lama tidak bertemu, tiba-tiba sikapnya seperti ini.
“Pak Rafael, kita mau kemana? Bisakah tanganku dilepas!” pinta Ayasha yang langkah kakinya terpaksa mengikuti langkah kaki Rafael, dan masih berusaha melepaskan lengannya. Pria itu lagi dan lagi tidak menjawab.
Sekarang mereka sudah berada di pintu kamar 515, pria itu mengeluarkan access card kamarnya untuk membuka pintunya.
Untuk apa aku di bawa ke kamarnya?
Klek!
Pintu kamar 515 telah terbuka, Rafael pun kembali menarik lengan Ayasha secara paksa agar turut masuk ke dalam kamar, setelahnya baru melepaskan lengan Ayasha.
Tak banyak yang dilakukan oleh Ayasha, gadis itu hanya berdiam diri tak jauh dari keberadaan Rafael, gadis itu benar-benar menjaga jarak agar tidak terlalu berdekatan dengan sang mantan. Sedangkan Rafael dari tempatnya berdiri, menatap dalam gadis itu, tatapan yang tak bisa diartikan.
“Sudah lama kita tak bertemu, apa kabarnya Ayasha?” tanya Rafael, akhirnya membuka suaranya.
“Seperti yang Pak Rafael lihat sekarang, kabarku jauh lebih baik,” balas Ayasha datar.
Rafael sepertinya tidak suka dengan panggilan ‘Pak' oleh Ayasha, dia sudah terbiasa dipanggil ‘Om' oleh Ayasha sejak gadis itu masih kecil.
“Ternyata sekarang kamu bekerja di hotel milikku.”
“Sepertinya begitu, aku juga tak menyangka jika Pak Rafael menjadi pemilik baru hotel Inna Garuda ini,” jawab Ayasha begitu tenangnya, tanpa eskpresi.
“Kenapa kamu sekarang memanggilku Pak bukan Om lagi?” cecar Rafael.
Ayasha mengulas senyum tipisnya. “Bukankah wajar jika seorang karyawan memanggil atasannya dengan sebutan Pak, lagi pula Pak Rafael juga bukan Om ku,” jawaban Ayasha terkesan dingin untuk Rafael, namun buat Ayasha biasa saja.
Tanda sepengetahuan Ayasha, pria itu sudah mengepalkan salah satu tangannya, sepertinya sudah terpancing emosi. “Bagus kalau begitu ... jadi kamu sudah tahu posisimu di sini, hubungan kita hanyalah atasan dan bawahan. Aku hanya ingin memastikan ke kamu jika sekarang aku pemilik hotel ini berarti aku adalah atasanmu, dan kamu adalah karyawanku di hotel milikku. Jadi aku harap kamu tahu batasannya. Dan kita tidak memiliki hubungan apa pun, anggap aja kita orang asing yang baru saja bertemu!” kata Rafael penuh penegasan.
Ayasha menganggukkan kepalanya, paham. “Kita memang tidak ada hubungan apapun Pak Rafael baik di masa lalu maupun di masa akan datang, aku akan bisa menjamin itu semua, dan akan menjaga batasan itu. Lagi pula aku sudah melupakan semuanya hingga tak tersisa, dan baguslah jika diminta kita menjadi orang asing, karena aku juga tidak mau mengenal Pak Rafael,” balas Ayasha, setiap kalimat penuh penegasan.
Rafael bergeming ...
Bukan itu yang diinginkan sebenarnya oleh Rafael, seharusnya Ayasha menolak atau menyanggah dibilang sebagai orang asing dan tak saling mengenal, namun yang terjadi sebaliknya.
“Jika pembicaraan kita sudah selesai, maka izinkan aku untuk kembali ke ruangan. Lagi pula tidak baik jika seorang bawahan berada di kamar atasannya, nanti akan menimbulkan gosip di hotel ini,” lanjut kata Ayasha begitu dingin, tak butuh waktu lama gadis itu memutar balik badannya, dan melangkahkan kakinya menuju pintu kamar.
“Kamu sudah banyak berubah, Ayasha!!” sahut Rafael, suaranya terdengar meninggi, hati Rafael sudah tak tahan dengan sikap dingin Ayasha.
Sejenak Ayasha menghentikan langkah kakinya. “Waktulah yang membuatku berubah!” jawab Ayasha tanpa menoleh ke Rafael.
“Aku permisi!” Ayasha memutar kenop pintu kamar, lalu keluar meninggalkan Rafael seorang diri. Pria itu hanya bisa menatap nanar punggung gadis itu yang menghilang dari pintu, lalu menyugar rambutnya dengan salah satu tangannya.
Kamu benar-benar sudah berubah Ayasha, kamu benar-benar tidak bertanya kabarnya aku ... setelah sekian lama kita tak bertemu. Benarkah kamu telah melupakan aku selama ini ... Kamu bahkan menuruti kehendakku! ... Batin Rafael agak gusar.
Ayasha yang baru saja keluar dari kamar 515, sesaat menyandarkan dirinya ke dinding, mengatur napasnya yang hampir saja terasa sesak setelah berduaan di dalam kamar dengan mantan tunangannya, pria yang pernah berada di hatinya walau hanya sesaat. Sedangkan Rafael menjatuhkan dirinya di atas sofa, dan menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.
Hubungan kita hanya atasan dan bawahan, tidak lebih! ... batin Ayasha.
Bukan ini yang aku inginkan Ayasha, aku hanya ingin tanya kabarmu, kenapa jadi begini! ... Kalut batin Rafael.
Di rasa sudah teratur napasnya, Ayasha bergegas turus ke lantai dua, tempat di mana ruang kerjanya berada.
...----------------...
Jam 10.00 WIB
Setelah pembicaraan dengan Rafael, Ayasha terlihat sibuk dengan pekerjaannya di depan layar monitor komputer, sampai di tegur atasannya Pak Hendry tidak disahuti.
“Ayasha!” seru Lena, sambil mencolek gadis itu.
Ayasha langsung menoleh. “Itu dari tadi di panggil sama Pak Hendry,” kata Lena, sambil menunjuk ke pria paruh baya itu yang sudah berdiri tak jauh dari kubikelnya.
Gadis itu langsung mendongakkan wajahnya. “Eh ... maaf Pak, saya tidak mendengar,” ucap Ayasha.
“Ya gak pa-pa, sekarang kamu ikut saya ... kita akan ikut rapat bersama Pak Rafael,” pinta Pak Hendrik.
Bukannya rapatnya khusus dengan direktur dan manajer saja, sedangkan wakil manajer tidak perlu ikut?
“Sudah cepetan, jangan bengong aja!” tegur Pak Hendry, gara-gara melihat Ayasha melamun.
“Eeh ... maaf Pak Hendry.” Ayasha bergegas save data yang sedang di kerjakan di komputernya, kemudian mengambil alat tulis untuk dibawanya. Lalu menyusul Pak Hendry yang sudah jalan terlebih dahulu.
Sesampainya di ruang meeting yang masih berada di lantai dua, rupanya dugaan Ayasha terpatahkan, karena gadis itu melihat beberapa wakil manajer tiap divisi juga turut hadir. Farel yang sudah berada di ruang meeting tampak melambaikan tangan dan menunjukkan bangku kosong di sampingnya, dan Ayasha membalasnya dengan senyuman kemudian menghampirinya.
“Duduk di sampingku, Aya,” pinta Farel, sembari menggeser bangku kosong tersebut.
“Terima kasih Mas Farel,” balas Ayasha, sembari menjatuhkan bokongnya dengan lembut, lalu meletakan note booknya di atas meja meeting.
“Tumben ya Mas Farel, kita-kita ikut serta dalam rapat manajer, biasanya kan gak pernah?”
“Setiap ganti pemilik atau atasan, pasti punya kebijakan yang berbeda-beda Aya, dan kita sebagai karyawan cukup mengikuti aturan perusahaan saja,” jawab Farel.
“Oh ... iya juga sih Mas.”
Di saat Farel dan Ayasha berdiskusi, masuklah Rafael yang di dampingi oleh Satya. Kedua netra pria itu tampak memindai semua karyawan yang hadir dalam ruang meeting, lalu tatapannya terkunci saat menangkap kehadiran Ayasha sedang tersenyum dengan pria yang ada di samping gadis itu.
“Satya, segera buka rapatnya!” perintah Rafael terkesan dingin, di saat pria itu hendak duduk di ujung meja meeting, tempat sang penguasa.
Semua manajer serta wakil tiap divisi langsung pasang badan, bersiap-siap untuk menjalankan meeting pagi hari ini. Satya sang asisten pribadi mulai membuka acara meeting tersebut, kemudian di lanjutkan oleh Rafael.
Ayasha untuk pertama kalinya bekerja di bawah naungan Rafael, untuk pertama kalinya juga melihat Rafael yang berkharisma dan berwibawa sebagai seorang pemimpin, dan sejatinya sebagai karyawan, Ayasha hanya bisa menyimak semua paparan yang sedang dijelaskan oleh Rafael, serta berusaha tidak beradu pandang dengan Rafael.
“Jadi untuk peningkatan hotel ini, saya akan mengevaluasi seluruh karyawan yang telah bekerja di hotel ini, baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak. Dan kemungkinan akan ada perombakan dalam jabatan ataupun divisi penempatan kerjanya, di sini saya tekannya untuk bapak ibu yang menjabat sebagai manajer, saya harap dalam minggu-minggu ini bisa memberikan evaluasi bawahannya masing-masing. Sedangkan untuk Pak Wibowo juga bisa memberikan laporan evaluasi kinerja Manajer serta Wakil Manajernya,” kata Rafael begitu tegasnya.
Entah kenapa suasana di ruang meeting jadi mencekam seketika itu juga, setiap individu yang berada di ruang meeting di buat ketar ketir dengan perkataan Rafael, seakan adanya ancaman buat posisi mereka masing-masing.
Ayasha terlihat santai menanggapinya, dan sikapnya juga menunjukkan jika dia tak pernah mengenal Rafael. Bukankah mereka berdua hanya orang asing yang tak saling mengenal!
bersambung .....