Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.
Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.
Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.
Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.
Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.
Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1
A.E 865—Agresia.
Agresia adalah nama dari Ibukota Kekaisaran Agung Alexandria. Kota terbesar di benua Avalon dengan dua puluh juta penduduk dari segala jenis ras dan juga status. Dibangun dengan benteng besar nan kokoh melindunginya, kota tersebut adalah sebuah kota besar yang indah dan juga merupakan pusat perdagangan, pendidikan serta seni dunia. Ibukota Agresia juga dijuluki kota tanpa tidur, karena aktivitas kota yang tidak pernah berhenti total meski malam tiba. Namun, tidak untuk hari ini.
Siang pada petengahan musim panas ini, Ibukota Agresia sangat berbeda. Jalan yang biasanya penuh dengan para penduduk yang beraktivitas sangat sepi, pintu semua toko tertutup rapat—ketegangan memenuhi seluruh kota. Keheningan mencekam menyelubungi mereka yang memilih tinggal daripada meninggalkan Ibukota seperti sebagian besar penduduk lainnya. Mereka tahu resiko yang akan mereka hadapi, tapi mereka juga tidak dapat berbuat apa-apa, sebab kebanyakan dari mereka adalah budak, pengemis, orang tua dan anak-anak terlantar.
Para bangsawan, pedagang dan mereka yang memiliki uang berpacu dengan waktu untuk meninggalkan Ibukota Agresia. Karena mereka tahu dan yakin, Ibukota Kekaisaran Agung Alexandria akan segera hancur.
Dua hari yang lalu, tiga kilometer dari timur laut Ibukota Agresia, langit biru terkoyak. Bagaikan kaca yang pecah, retakan dimensi terjadi. Retakan terbesar yang membujur tinggi dan panjang mencapai dua belas kilometer dengan kabut hitam pekat menutupinya—sebuah Gate.
Gate.
Sudah ratusan tahun lebih berlalu semenjak Gate pertama kali muncul di Benua Avalon. Langit yang terkoyak dengan kabut menutupinya, dan saat kabut menghilang, monster-monster tidak dikenal akan bermunculan meneror serta menghancurkan sekeliling. Tidak dapat diprediksi maupun dihentikan, semua penghuni Benua Avalon hanya dapat melawan dan bertarung hingga monster dalam Gate yang ada habis.
"Semua prajurit sudah siap sedia diposisi mereka, Yang Mulia," berdiri di samping Kaisar Owen Vie Astra Alexandria, sang penguasa Kekaisaran Agung Alexandria, Jenderal Philip menyampaikan laporannya. "Prediksi para mage, Gate akan terbuka tidak lama lagi."
Owen tidak memberikan reaksi sedikitpun mendengar laporan Philip. Di atas benteng yang kuat dan kokoh melindungi Ibukota Agresia, mata hijaunya menatap Gate di depan.
"Kerajaan Efrand, Kerajaan Ikland, Kerajaan Olbern, Magic Tower dan Kerajaan Suci Elvia menghubungi bahwa mereka telah mengirimkan bantuan. Tapi, mereka mungkin tidak akan mencapai tempat ini tepat waktu."
Owen tahu, kerajaan-kerajaan itu berserta Magic Tower dan Kerajaan Suci hanya beralasan. Meski mereka bisa mencapai Ibukota Agresia tepat waktu, mereka juga tidak akan membantu, sebab keruntuhan Ibukota Agresia akan memulai jatuhnya Kekaisaran Agung Alexandria.
Saat Gate di depannya terbuka, apa monster yang akan muncul? dan, apakah mereka dapat bertahan?Owen tidak tahu. Namun, yang pastinya, Ibukota Agresia tidak akan kembali lagi seperti dulu. Walau monster tidak muncul lagi, butuh berapa lama untuk Gate kosong tanpa monster yang menghiasi langit itu menghilang sepenuhnya?—Gate hanya dapat tertutup sedikit demi sedikit seiring waktu. Butuh puluhan tahun bagi sebuah Gate kosong tanpa monster menghilang sepenuhnya, dan untuk ukuran Gate yang ada di depannya, mungkin akan butuh waktu ratusan tahun. Gate kosong yang menghiasi langit di samping Ibukota Agresia akan selalu menjadi pengingat dan luka bagi mereka yang berhasil bertahan, sebab kehancuran dan kematian yang diberikan tidak akan terucapkan.
Menurunkan pandangannya, mata Owen menatap para prajurit di luar benteng. Jumlah mereka cukup banyak, yakni berjumlah dua ratus ribu. Terdiri dari knight, mage, mercenaries hingga priest. Tapi, dihadapan Gate besar tersebut, jumlah mereka tetap tidaklah sebanding.
Menutup mata, Owen kemudian bertanya setelah sekian lama. "Bagaimana dengan—Lilia?"
"Yang Mulia Ratu Lilia masih berada di istana beliau." Jawab Philip pelan. Sebagai tangan kanan Owen, dia tahu, dari keempat istrinya, Ratu Ketiga, Lilia Vie Alora Alexandria adalah wanita yang paling penting dan berharga bagi sang Kaisar.
Owen mengernyitkan dahinya mendengar jawaban yang didapatkan. Dia jelas telah menyuruh Lilia meninggalkan Ibukota Agresia bersama putra mereka saat Gate muncul. Tapi, kenapa dia masih berada dalam istana?
Philip tersenyum, dia bisa melihat jelas pertanyaan tidak terucap Owen yang biasanya selalu tenang dan tanpa ekspresi. "Beliau berpesan bahwa beliau akan menunggu anda pulang, Yang Mulia."
Dari keempat istri Owen, hanya Ratu Ketiga Lilia yang masih tinggal di istana. Permaisuri Ailara, sang istri pertama, Ratu kedua Olivia, serta Ratu keempat Elizabeth telah meninggalkan Ibukota sambil membawa anak mereka. Mereka meninggalkan Ibukota Agresia tanpa keberatan dan basa-basi sedikitpun karena tidak mau menghadapi kemungkinan terburuk yang ada, dan Philip—tidak menyukainya. Nyawa memang penting, tapi dengan status mereka sebagai istri Owen dengan pangkat Permaisuri dan Ratu, mereka seharusnya tetap berada dalam Ibukota. Ke mana perginya kehormatan dan harkat martabat mereka yang selalu setinggi langit itu?—mereka hanyalah pengecut yang munafik. Perhatian dan kasih sayang sesungguhnya Owen memang hanya layak didapatkan Ratu ketiga Lilia!
Owen tertegun dengan pesan yang disampaikan Philip. Menghela napas sejenak, dia kemudian kembali bertanya. "Bagaimana dengan pemalas itu?"
Pemalas yang dimaksud Owen, tanpa dijelaskan, Philip juga tahu. Siapa lagi kalau bukan Pangeran Pertama Kekaisaran Agung Alexandria?—Pangeran bodoh, pengecut dan tidak berguna yang mengurung diri di kamarnya dalam istana Ratu ketiga sejak mengundurkan diri dari suksesi tahta dua belas tahun yang lalu. "Beliau ma—"
Boom.
Suara ledakan besar terdengar di langit. Bersamaan, Owen dan Philip segera menoleh menatap Gate di depan. Kabut hitam yang menutupi Gate perlahan menghilang—Gate telah terbuka.
Perlahan, ribuan monster mulai bergerak keluar dari Gate. Monster dengan bentuk aneh yang tidak pernah dilihat siapapun selama ini. Badan mereka berwarna hitam dan lunak seperti lumpur, ada yang berbentuk seperti binatang melata, serangga, binatang mamalia, bahkan manusia. Ukuran mereka juga beragam, ada yang terlihat sangat kecil hingga raksasa. Mereka tidak memiliki wajah kecuali sepasang mata merah menyala.
"Apa itu?" Philip tidak dapat menyembunyikan perasaan terkejutnya melihat monster-monster aneh tersebut. Dia bisa merasakan aura aneh yang mencekam dan mengerikan dari mereka semua.
Apa yang dirasakan oleh Philip juga dirasakan oleh semua prajurit yang ada. Ketakutan memenuhi mereka semua. Monster di depan jelas bukanlah monster biasa, apakah mereka bisa melawan?—bisakah mereka mempertahankan Ibukota Agresia?
"Gyaaaa!!!"
Salah satu monster raksasa berbentuk manusia tiba-tiba berteriak keras. Sebuah mulut besar terbuka di wajah ratanya. Gigi besar dan runcing mengerikan terlihat, sedetik kemudian sebuah tembakan besar bagaikan laser melesat keluar dengan kecepatan penuh ke arah para prajurit di depan benteng.
"Awas!!"
"Menghindar!!"
"Lari!!"
"Mage! Buat dinding pelindung!"
Kepanikan dan ketakutan memenuhi para prajurit. Barisan prajurit yang tadinya rapi menjadi berantakan karena mereka semua berusaha menyelamatkan nyawa mereka masing-masing.
Owen yang ada di atas benteng mengepal erat kedua jari jemari tangannya. Wajahnya tetap tenang tanpa ekspresi, tapi jauh dalam hati, dia tahu—dirinya dan para prajurit yang ada tidak akan dapat mempertahankan Ibukota Agresia. Monster-monster yang keluar dari Gate bukanlah monster biasa yang dapat mereka musnahkan dengan mudah.
Tembakan serangan monster semakin mendekat, berapa banyak yang akan mati dalam serangan ini?—sebagai Kaisar, Owen harus melakukan sesuatu! Dirinya tidak bisa membiarkan para prajurit mati begitu saja.
Sepuluh meter.
Sembilan meter.
Delapan meter.
Lalu—boom.
Serangan yang terarah pada para prajurit tiba-tiba meledak di atas udara delapan meter sebelum mencapai mereka. Kebingungan, mereka yang tadinya berlari berusaha menyelamatkan diri segera berhenti. Mata mereka terarah ke depan, melihat sebuah dinding pelindung yang melindungi mereka.
"A-apa itu?" seorang mage menatap tidak percaya apa yang dilihatnya. Dia tahu, yang menghentikan serangan monster adalah sihir dinding pelindung, tapi, dia tidak pernah melihat maupun mendengar sihir dinding pelindung seperti ini selama hidupnya.
Dinding pelindung tersebut berwarna emas dan sangat tipis seakan transparan. Namun, ukurannya sungguh luar biasa. Mengangkat kepala menatap dinding sihir, semua yang ada bisa melihat dinding sihir itu berbentuk setengah lingkaran, dan menutupi semua prajurit, dan bahkan sesungguhnya, menutupi seluruh Ibukota Agresia.
Siapa?
Sihir siapa ini?
Pandangan semua kemudian terarah pada seorang pemuda di luar dinding pelindung. Berdiri tegak beberapa meter di depan prajurit yang tercerai berai, rambut pirang panjangnya yang terikat bersinar bagaikan emas murni di bawah cahaya matahari siang. Mengenakan baju dan celana hitam tanpa armor maupun senjata, mata hijaunya menatap para monster. Tidak ada ketakutan di wajahnya yang tampan, justru ekspresinya terlihat—kesal.
...****************...