“Ah. Jangan tuan. Lepaskan saya. Ahhh.”
“Aku akan membuatmu mendesah semalaman.”
Jasmine Putri gadis kampung yang berkerja di rumah milyarder untuk membiayai kuliahnya.
Naas, ia ternoda, terjebak satu malam panas bersama anak majikannya. Hingga berakhir dengan pernikahan bersama Devan anak majikan tampannya.
Ini gila. Niat kuliah di kota malah terikat dengan milyarder tampan. Apakah Jasmine harus bahagia?
“Aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini,” tekan Devan frustasi menikah dengan pelayan.
“Aku harus menemukan dia.” Kenang Devan tentang gadis misterius yang menyelamatkan tiga tahun lalu membuatnya merasa berhutang nyawa.
Bagaimana pernikahan Jasmine dengan Devan anak majikannya yang dingin dan jutek namun super tampan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Wawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimana kau?
“Cepat rapikan! Jangan sampai berantakan. Sedikit saja susunannya tidak rata. Kau akan mengulanginya lagi,” teriak Devan dari sofa, sebelah sudut bibirnya terangkat tersenyum puas.
“Baik tuan,” balas Jasmine lemah.
Jasmine saat ini berada di walkin closet merapikan pakaian tuan menyebalkan itu. Sudah sejak tadi dia melakukannya. Oh sungguh sangat melelahkan. Merapikan pakaian di beberapa lemari.
Telah berhari-hari Jasmine mengerjakan semua perintah dari Devan. Tubuhnya terasa remuk begitu banyak perintah untuknya. Sejak menolak permintaan Devan untuk menandatangani surat perpisahan. Sejak itulah seolah gerbang neraka terbuka untuk Jasmine. Hidup perempuan cantik ini menjadi semakin sulit.
Waktu telah menunjukkan pukul 12 malam. Jasmine menarik napas lega. Akhirnya semua telah rapi.
Perempuan cantik ini pun keluar dari ruangan bergegas melapor. Dia sudah sangat mengantuk, ingin segera meluruskan punggungnya di kamar. Rasanya pinggang Jasmine ingin patah karena merapikan ruangan pakaian Devan.
“Sudah tuan,” lapor Jasmine pada Devan yang duduk di sofa masih dengan laptop.
Ya pemuda itu juga memiliki banyak pekerjaan kantor.
Devan mengarahkan pandangannya pada ruangan yang telah di rapikan oleh Jasmine.
“Saya permisi tuan,” pamit Jasmine membungkukkan tubuhnya. Setelah merasa tugas telah selesai.
Namun langkahnya terhenti saat Devan mencegah.
“Hei! Siapa yang menyuruhmu pergi dari sini,” seru Devan lagi tersenyum iblis dengan rencana yang akan dia lakukan pada pelayan ini.
“Semua sudah saya kerjakan tuan, kamar Anda telah rapi,” lapor Jasmine merasa sudah tidak ada perkerjaan untuknya lagi. Seluruh isi kamar telah ia bersihkan tadi.
“Siapa bilang tugasmu telah selesai.”
Devan kemudian bergeser dari depan laptopnya.
“Salin ini. Ketik semua laporan ini,” titah Devan.
What.
Jasmine tercengang tak percaya. Dia masih di beri pekerjaan di malam yang telah larut.
“Saya tuan,” Jasmine menunjuk dirinya.
“Tangan dan mataku telah lelah. Gantikan aku.” Devan merenggangkan tubuhnya yang lelah kemudian bersandar di punggung sofa.
“Cepat apa yang kau tunggu.”
“Baiklah tuan.” Jasmine mengerucutkan bibirnya.
“Ya ampun aku sudah sangat mengantuk sekali, jam berapa ini dia masih memberi tugas. Mengapa dia tidak mengantuk. Matanya masih cerah banget kaya senter Jepang,” batin Jasmine bergumel. Ya hanya itu yang bisa dia lakukan mengomel dalam hati.
Jasmine pun beralih duduk di lantai, mengatur posisi laptop menghadap padanya lalu mulai membuka berkas yang di perintahkan oleh Devan.
Devan memperhatikan gerak-gerik Jasmine.
“Ketik yang benar jika salah satu huruf saja kau akan mendapatkan akibatnya,” ancam Devan.
“Baik tuan,” ucap Jasmine.
Devan bangun dari duduknya. Dia menuju ke kamar mandi, mempersiapkan diri untuk tidur.
“Kerjakanlah. Ketik dan salin laporan itu sampai jarimu keram. Sebenarnya laporan itu hanya perlu di revisi Bukan di salin,” batin Devan merasa puas. “Lumayan juga punya pelayan yang kuliah.”
Jasmine mengetik laporan itu dengan mata mulai sendu meredup. Uhh mengantuk sekali dia.
Terus mengetik di tombol hingga. Tak lama kelopak mata Jasmine mulai tertutup. Dia sudah tidak tahan lagi. Ia mulai masuk ke alam mimpi.
Devan keluar dari kamar mandi telah berganti pakaian dengan piama tidur. Pemuda itu mengarahkan pandangannya ke arah sofa. Ia berdecak saat ia melihat Jasmine telah menempelkan wajahnya di meja tertidur di hadapan laptop yang menyala.
Devan melangkah mendekat ke arah Jasmine.
“Dia tidur,” sinis Devan dengan tangan terlipat di dada.
“Pelayan! Kau tidur!” sentak Devan dengan suara menggelegar membuat Jasmine yang telah masuk ke alam mimpi terjengkit kaget mendengar teriakan Devan.
“Tolong. Kalung emas nenek saya jangan di lelang. Saya akan bayar,” ucap Jasmine dengan cepat dan sedikit ketakutan. Ia bangun duduk tegak, matanya masih tertutup. Uhh dia menjadi merancau saking kagetnya.
Jasmine lalu mengarahkan pandangan pada sumber suara. Menatap pemuda tampan dengan pakaian tidur.
“Aku memberimu tugas kau malah tidur.”
“Maaf tuan saya tidak sengaja,” ucap Jasmine mengatur napas. Uhh, jantungnya seakan lompat keluar. Namun benar matanya tak bisa di ajak bekerja sama.
“Sudah, pergi dari sini!” usir Devan.
Jasmine pun bangkit dari duduknya. Yes dia sudah boleh pergi.
“Terima kasih tuan,” ujar Jasmine dengan mata masih redup.
Dengan langkah linglung Jasmine keluar dari kamar. Sembari menutup kelopak matanya yang bak di lem tak bisa terpisah.
Tak lama suara benturan keras terdengar.
Bruk ...
Jasmine terbentur pintu kamar yang masih tertutup.
“Aww,” keluh Jasmine memegangi keningnya yang terasa panas. Kelopak matanya tertutup rapat seketika terbuka.
“Kau tidak punya mata ya!” tegur Devan yang melihat kecerobohan Jasmine.
Jasmine berbalik sejenak menatap Devan.
“Maaf tuan,” ucapnya kemudian membuka pintu kamar lalu keluar dari ruangan sialan itu.
Devan menarik ke dua sudut bibirnya membuat lengkungan senyuman setelah kepergian perempuan itu.
“Konyol sekali dia, itu pasti sakit, besok pasti biru,” gumam Devan tersenyum lucu.
Devan terdiam, ia terkenang dengan rancauan Jasmine saat terbangun tadi.
“Kalung emas,” guman Devan seketika mengingat perempuan berkalung emas berliontin kupu-kupu yang telah menolongnya.
“Di mana kau?” gumam Devan.
pelabuhan terakhir cinta Nathan Wang