Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"wa'alaikumussalam, silahkan masuk Bu" ucap Bu Nani mempersilahkan Wati masuk ke dalam ruangan.
Wati pun masuk ke dalam ruangan itu, ada perasaan canggung di hatinya, karena dirinya tak terbiasa berada di tempat yang ber Ac seperti ini.
"Heh, dasar orang udik" gumam Alexa ketika melihat Wati melepas sendalnya di luar sebelum masuk ke dalam ruangan.
"Silahkan duduk Bu disamping mira" ucap Bu Nani mempersilahkan Wati duduk.
Wati pun duduk tepat di samping Mira.
"Ada apa ini mir" bisik Wati dengan kasar, sambil menggoyangkan tangan Mira.
"Maaf Bu..." ucap Mira, matanya sudah berkaca kaca, dirinya benar benar merasa bersalah kepada ibunya.
"Jadi ibu tenang dulu, jadi ceritanya seperti ini..." Bu Nani menceritakan semuanya permasalahannya dari awal sampai akhir.
"Jadi ibu Alexa ini, ingin meminta ganti rugi untuk berobat anaknya sebesar 2 juta"
"Hah, dua juta, nggak salah dengar Bu?" Wati benar benar terkejut dirinya tak menyangka kalau harus ganti rugi sebesar itu.
"Iya...., ibu tak salah dengar, ibu memang harus ganti rugi dua juta untuk berobat nak gading yang sudah di lukai kepalanya oleh nak Mira ini" ucap Bu Nani
"Makanya didik anak itu yang bener biar nggak ngerepotin orang tua seperti ini" ucap Alexa
"Tapi Bu, saya tak ada uang sebanyak itu" ucap Wati kepada Nani.
"Ya sudah kalau tidak ada, saya bawa Jalur hukum saja biar hukum yang putuskan, salah atau tidaknya anak ibu " ucap Alexa.
"Bu saya mohon, saya tak ada uang sebanyak itu, beri saya keringanan, lagian mereka masih sama sama sekolah. Mungkin ini hanya salah paham" ucap wanita memohon kepada Alexa.
"Kesalah pahaman? Salah paham apanya kepala anak saya sampai di perban begini." Ucap alexa
"Ibu ibu tenang dulu ya. Biar kita selesaikan dengan baik-baik" ucap Bu Nani menenangkan Bu Alexa dan Wati.
"Jadi, bagaimana Bu, apakah ibu akan menyelesaikan pembayarannya saat ini juga atau bagaimana?" Lanjut Bu Nani bertanya kepada Wati.
Wati tampak bingung, ia sama sekali tak punya uang, uang di kantongnya hanya 215 ribu, 200 uang Bu Sarmin. Sedangkan yang harus ia lunasi senilai 2 juta.
"Bagaimana ibu?" tanya Bu Nani.
"Begini saja Bu, bagaimana kalau hari ini saya bayar 200 ribu dulu, sisanya nanti saya cicil?"
"Apaan 200 ribu, sisanya nyicil, kamu kira saya tukang kredit panci apa. Saya nggak mau di cicil cicil. Kalau gitu bawa jalur hukum saja" ucap Alexa.
"Ibu, kalau menurut saya, biarlah ibu ini menyicil saja. Yang penting kan beliau ada niat untuk membayarnya" ucap Bu Nani.
"Tapi nggak bisa gitu dong, kemarin saya berobatnya pakai uang cas, bukan nyicil sama dokternya "
"Tapi Bu... Beri saya keringanan, secepatnya akan saya lunasin"
"Baik lah, saya kasih tempo 2 Minggu, harus sudah lunas"
"Tidak bisa di tambah lagi Bu?"
"Kalau nggak mau, berarti hari ini harus sudah lunas"
"Baik Bu, saya bersedia"
"Tapi Bu, saya yakin kepala gading tidak bocor, gading berbohong" ucap Mira yang sedari tadi diam.
"Apa maksudmu gading berbohong?" Ucap Alexa
"Maaf sebelumnya Bu, kemarin kepala gading tidak sampai bocor seperti itu karena batu yang saya tendang Bu. Kalau ibu tidak percaya, ibu bisa buka perban kepala gading" ucap Mira panjang lebar.
"Kurang ajar kamu ya, kelas kelas kemarin sepulang sekolah gading meringis kesakitan dan langsung saya bawa berobat. Kalau kamu tidak percaya, ini saya bawa buktinya " ucap Bu Alexa mengeluarkan lembaran hasil Rontgen dan meletakkannya di meja, serta kuitansi yang berisi nominal berobat gading di salah satu rumah sakit swasta ternama di daerah itu.
"Masih mau ngelak lagi?" Ucap Alexa
Mira terdiam, padahal dirinya merasa kemarin kepala gading tidak sampai terluka, apalagi sampai separah itu.
Sedang gading, gading juga ikut tertunduk mungkin karena rasa sakit di kepalanya.
******
"Kamu lihat kan mir karena ulahmu, ibu harus pusing tujuh kali lipat seperti ini. coba kamu pikir dari mana ibu harus cari uang 2 juta. Itu saja yang yang 200 ribu, yang tadi ibu cicil kepada Bu Alexa, itu uang Bu Sarmin yang ibu tadi pagi ibu pinjam. Sekarang ibu harus bagaimana, apa tunggu ibu mati dulu biar kamu puas mir?" Wati meluapkan seluruh amarahnya kepada Mira.
Sedangkan Mira hanya bisa menunduk diam, sambil sesekali tangannya menyeka air matanya yang tak hentinya menetes.
"Sudahlah Bu, nanti panen cabai, kita cicil utang Mira" ucap Rudi sambil menghisap rokoknya santai, seolah olah tak ada beban dalam hidupnya.
"Setelah panen cabai bapak bilang? Terus selama 2 Minggu ini kita tak makan demi utang nya si Mira gitu pak? Bapak mikir nggak sih. Panen cabai paling 500 ribu, itu pun harus bayar utang kepada pak Sarmin, belum lagi harus bayar utang pupuk, sama kompos sama Pak Bahri. Sisanya paling hanya 150 ribu, itu pun cukup hanya untuk beli beras saja pak."
"Terus mau gimana lagi buk?" Ucap Rudi kembali menghisap rokok di tangannya
"Bapak itu bisa nggak sih, kalau di ajak diskusi itu nggak usah merokok, bikin otak bapak itu mampet tahu nggak" ucap Wati kesal, melihat Rudi selalu merokok, dan seolah olah tak perduli dengan masalah yang tengah di hadapi.
"Lalu bapak harus bagaimana? Kesenangan bapak hanya merokok, itu pun di larang"
"Bapak masih bilang kesenangan bapak hanya merokok, terus bapak pernah nggak mikirin kesenanganku apaan? Kesenanganku juga duduk santai,nggak mikir rumit seperti ini, apa bapak pernah perduli " ucap Wati.
"Plakkk" Rudi langsung menampar Wati.
Mira hanya memejamkan mata, begitu pula dengan Lia yang sedari tadi berdiri di samping Mira
"Kalau gitu, kamu saja yang berurusan sama si Alexa itu, ibu nggak mau, ibu pusing, anak sama bapak sama aja, sama sama tidak berguna"
"Hargggggg" ucap Rudi sambil mengacak ngacak rambutnya, lalu pergi meninggalkan ruang tamu dengan langkah kasar.
"Sudah mir, kita kembali ke kamar"
Mira dan Lia pun kembali ke kamar.
"Bagaimana ini kak, padahal kemarin tu kepala gading nggak sampai bocor kak, tapi tiba tiba saja dia mengaku ngaku kalau kepalanya bocor kepada ibunya, dan Bu Nani guru BK kami"
"Sudah mir, mudah mudahan Allah kasih jalan keluarnya. Kita belum sholat isya kan? Yok, kita sholat dulu. Kita adukan semua permasalahan ini kepada Allah. Karena hanya Allah lah sebaik baik dan sebenar benar penolong. Dan ingat Allah bersama orang orang yang sabar dan sholat. Jadi kamu harus sabar dan tetap melaksanakan sholat"
"Baik kak"
Mereka pun melaksanakan sholat fardhu isya dengan khusyuk.
Segala permasalahan yang tengah mereka hadapi, mereka adukan kepada Tuhan mereka, tanpa ada yang mereka pendam dan tutup tutupi. Tangis Mira begitu pecah ketika mengadu kepada Allah, begitupula dengan Lia.
"Berilah hamba jalan keluar ya Allah, hamba tak ingin jadi beban bagi orang tua hamba ya Allah, hamba juga tak ingin jadi beban bagi kakak hamba ya Allah, hamba juga tak ingin jadi beban bagi orang orang di sekeliling hamba ya Allah, aamiin ya rabbal 'alamin"