NovelToon NovelToon
Revolusi Di Ujung Senja

Revolusi Di Ujung Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Zoreyum

Perkumpulan lima sahabat yang awalnya mereka hanya seorang mahasiswa biasa dari kelas karyawan yang pada akhirnya terlibat dalam aksi bawah tanah, membentuk jaringan mahasiswa yang revolusioner, hingga aksi besar-besaran, dengan tujuan meruntuhkan rezim curang tersebut. Yang membuat mereka berlima menghadapi beragam kejadian berbahaya yang disebabkan oleh teror rezim curang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gerakan Yang Menyebar

Luvi yang sudah menyiapkan video terbaru di laptopnya, menatap mereka satu per satu. “Gue udah siapin konten buat diluncurkan malam ini. Konten ini bakal lebih provokatif, tapi kalau kita nggak ambil risiko sekarang, kita nggak akan pernah lihat perubahan.”

Yudi mengangguk sambil menggenggam ponselnya. “Gue udah siap buat kumpulin anak-anak Teknik. Mereka udah nunggu kabar, dan gue yakin mereka nggak bakal ragu buat bergerak.”

Dito, yang sudah menyiapkan strategi untuk menembus jaringan media sosial dan menyebarkan konten Luvi tanpa terdeteksi, memberikan kepastian. “Gue bakal pastiin konten kita terus menyebar meskipun pemerintah nyoba buat blokir.”

Mayuji, dengan tenang dan cerdas, menambahkan, “Kita punya argumen hukum yang kuat. Gue bakal nyebarin dokumen ini ke jaringan mahasiswa hukum kita. Kalau pemerintah nyoba nyerang kita lewat jalur legal, kita punya bukti untuk melawan.”

Setelah mendiskusikan semua detail, mereka menyadari bahwa malam itu akan menjadi awal dari sesuatu yang besar. Di luar sana, ribuan mahasiswa siap untuk bergabung dalam gerakan mereka. Yang mereka butuhkan hanyalah pemicu yang tepat, dan undang-undang baru ini adalah jawaban yang mereka tunggu-tunggu.

Luvi menekan tombol ‘publikasi’ di laptopnya. Dalam hitungan detik, konten yang ia buat mulai tersebar di berbagai platform media sosial, menyuarakan pesan perlawanan terhadap kebijakan baru pemerintah. Pesannya jelas: *”Ini bukan hanya tentang undang-undang. Ini tentang kebebasan kita yang direnggut.”*

Saat video Luvi mulai menyebar, efeknya langsung terasa. Di kampus-kampus seluruh negeri, mahasiswa mulai berbicara tentang undang-undang baru yang dianggap semakin mengekang kebebasan berekspresi. Konten yang Luvi unggah menjadi viral dalam waktu singkat, menyentuh banyak orang yang sudah lama merasa frustrasi namun tidak tahu bagaimana harus memulai aksi perlawanan.

Di ruang-ruang obrolan kampus, di kafe-kafe, dan di media sosial, pesan-pesan perlawanan mulai bermunculan. Tagar-tagar yang menyerukan kebebasan berekspresi mulai naik peringkat, menjadi tren nasional hanya dalam beberapa jam. Luvi, yang biasanya lebih tenang dalam menghadapi respons atas kontennya, kini merasa adrenalinnya meningkat. Setiap komentar, setiap bagikan ulang kontennya, adalah bukti bahwa orang-orang mulai tersadar.

Sementara itu, Haki yang berada di toko roti, terus memantau perkembangan melalui ponselnya. Setiap kali notifikasi muncul, rasa semangatnya semakin bertambah. “Mereka merespon,” bisiknya pelan, meskipun di dalam hatinya ia sudah tahu bahwa gerakan ini akan menjadi besar. Ia segera mengirim pesan ke teman-temannya: "Semua bergerak. Kita siap untuk aksi."

Di tempat lain, Dito sedang duduk di depan laptopnya, mengamati bagaimana konten viral Luvi terus menyebar meskipun beberapa akun mahasiswa mulai diblokir oleh pemerintah. Ia tidak terkejut. Mereka sudah memperkirakan hal ini. Namun, Dito memiliki rencana cadangan. Dengan keahliannya, ia berhasil membuka beberapa akun cadangan dan menyebarkan konten itu lebih jauh, memastikan bahwa perlawanan ini tidak bisa dihentikan dengan mudah.

“Semua masih berjalan,” gumam Dito, sambil memprogram ulang beberapa server yang ia kendalikan. Ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari pertempuran yang panjang, namun ia siap untuk melawan di ranah digital.

Di jurusan Teknik, Yudi berkumpul dengan beberapa mahasiswa yang sudah ia rekrut. Mereka semua duduk melingkar di ruang diskusi, membicarakan langkah-langkah berikutnya. Yudi berdiri di depan mereka, dengan raut wajah penuh keyakinan. “Ini bukan soal satu kampus. Ini soal seluruh mahasiswa di negeri ini yang muak dengan ketidakadilan. Kalau kita nggak bergerak sekarang, kita akan terus ditindas.”

Mahasiswa-mahasiswa di ruangan itu mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa undang-undang baru ini hanyalah bagian kecil dari masalah yang lebih besar. Pemerintah telah terlalu lama menekan rakyat, dan mereka merasa ini adalah saat yang tepat untuk melawan balik.

Di Fakultas Hukum, Mayuji dengan hati-hati menyebarkan dokumen-dokumen yang telah ia susun kepada teman-teman sesama mahasiswa hukum. “Kita punya dasar hukum yang kuat untuk menentang undang-undang ini,” katanya kepada mereka. “Kita bisa buat pemerintah terpojok jika kita bisa memanfaatkan kelemahan dalam hukum ini.”

Teman-temannya mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka sadar bahwa gerakan ini membutuhkan strategi legal yang solid jika mereka ingin berhasil. “Kalau kita berhasil membuktikan bahwa undang-undang ini melanggar konstitusi, kita bisa punya senjata yang ampuh untuk menekan pemerintah,” tambahnya dengan tegas.

Satu per satu, jaringan bawah tanah yang mereka bangun mulai bergerak. Mereka tidak hanya mengandalkan protes di jalan, tetapi juga menggunakan jalur hukum dan kekuatan media sosial untuk menciptakan tekanan yang semakin besar terhadap pemerintah. Di mana pun ada mahasiswa yang merasa tertekan, di sanalah ada percikan perlawanan yang mulai menyala.

Malam itu, di seluruh negeri, mahasiswa mulai berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, merencanakan aksi mereka. Di kampus-kampus, poster-poster yang menyerukan kebebasan mulai bermunculan. Di media sosial, gelombang dukungan terhadap perlawanan terus membesar. Sementara pemerintah mulai merespons dengan cara-cara yang represif, mahasiswa semakin bersatu dalam keyakinan bahwa perubahan hanya bisa datang dari tindakan bersama.

“Besok kita turun ke jalan,” kata Haki dengan semangat saat mereka kembali berkumpul di apartemen Luvi. “Ini bukan lagi soal satu kampus, ini soal seluruh negeri.”

“Dan kita nggak bisa mundur sekarang,” tambah Luvi sambil mematikan laptopnya. “Konten kita udah menyebar luas, dan mereka semua menunggu kita.”

Mereka berlima berdiri, menyadari bahwa esok hari akan menjadi hari yang menentukan. Malam itu, mereka tidak hanya merencanakan aksi. Mereka merencanakan perubahan yang akan mengguncang sistem yang selama ini menindas mereka dan ribuan mahasiswa lainnya.

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!