Namaku Lakas, klan vampir dari darah murni, aku adalah seorang bangsawan dari raja vampir terkuat.
Adanya pemilihan pangeran pewaris tahta kerajaan vampir, menjadikanku salah satu kandidat utama sebagai penerus klan vampir darah murni.
Namun, aku harus menemukan cinta sejatiku dibawah cahaya bulan agar aku dapat mewarisi tahta kekaisaran vampir selanjutnya sebagai syarat utama yang telah ditetapkan oleh kaisar vampir untuk menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Menghapus Ingatan
Lakas menghela nafas pelan, merasa lega saat Yosua pergi dari tempat ini.
"Kau akan kemana ?" tanya Cornelia.
Saat dia melihat Lakas bergerak pergi ke area gadis-gadis penari yang terhisap darahnya oleh para slave vampir.
Lakas bereaksi cepat dengan menghampiri seorang gadis yang tergeletak ditanah dengan wajah memucat pasi.
"Aku harus segera menyelamatkan mereka agar tidak berubah liar karena darah mereka terhisap oleh slave vampir", kata Lakas.
Cornelia berjalan menyusul ke arah Lakas, mengamati area sekitar mereka yang penuh dengan gadis-gadis penari yang tak sadarkan diri.
"Tapi aku tidak mampu membawa mereka semua", ucap Lakas.
Lakas mencoba menyelamatkan jiwa seorang gadis penari dengan menyalurkan energi dalam dirinya ke tubuh gadis itu.
"Kenapa kau harus menyelamatkan mereka ?" tanya Cornelia.
"Aku tidak ingin mereka histeris dan menjadi gila setelah mengingat kejadian malam ini, sangat mengerikan bagi mereka semua jika mengingat bertemu vampir", sahut Lakas.
Cornelia memperhatikan ke arah punggung Lakas.
"Apa kau takut ?" tanya Cornelia.
Lakas terdiam sesaat lalu mengangguk pelan.
"Ya, aku takut jika keberadaanku sebagai vampir diketahui oleh masyarakat disini", sahut Lakas.
"Bukankah kau sangat kuat ?" tanya Cornelia yang masih berdiri terdiam.
"Ya, tentu saja, aku sangat kuat bahkan kekuatanku tak tertandingi kehebatannya tapi aku tetap merasa takut kalau manusia akan menemukanku", kata Lakas.
"Kenapa ?" tanya Cornelia.
Lakas menyelesaikan pekerjaannya, dia berdiri setelah berhasil menghapus ingatan dalam pikiran gadis itu lalu menghadap ke arah Cornelia.
"Aku takut dipisahkan darimu", sahut Lakas dengan tersenyum tipis.
"Apa yang perlu kita takutkan ?" tanya Cornelia seraya berjalan pelan ke arah Lakas.
Cornelia menghentikan langkah kakinya lalu berdiri tepat dihadapan Lakas.
Pandangannya menatap dalam ke dalam kedua mata Lakas.
"Seharusnya tidak ada lagi yang perlu kita takutkan dari hubungan ini, sebab tidak ada yang akan bisa memisahkan kita lagi setelah kita bersatu", kata Cornelia.
"Yah, aku tahu itu...", ucap Lakas sembari memalingkan muka.
"Dan kenapa kau takut jika kita akan terpisahkan nanti ?" kata Cornelia.
Sorot mata Lakas bersinar merah lalu meredup teduh ke arah Cornelia yang berdiri dihadapannya.
Diraihnya tangan Cornelia lalu dipeluknya erat-erat tubuh kekasihnya itu.
"Kita akan selalu bersama, tidak akan pernah terpisahkan, tidak ada yang aku takutkan jika bersamamu", kata Lakas.
Lakas mendekap erat-erat tubuh Cornelia, pandangannya sendu ke arah depan.
Terlihat kecemasan masih melekat diwajah tampan Lakas walaupun Cornelia telah meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.
Lakas melepaskan pelukannya lalu tersenyum lembut.
"Kita akan segera pergi dari sini setelah aku menghapus semua ingatan mereka", kata Lakas seraya menatap teduh ke arah Cornelia.
"Tadi kau bilang bahwa kau tak sanggup melakukannya sendirian, kenapa kamu tidak meminta bantuan Nobel", ucap Cornelia.
"Tidak, akan memakan waktu lama untuk memanggil Nobel, aku hanya menghapus ingatan tentang kejadian malam ini dari pikiran gadis-gadis itu", kata Lakas.
"Haruskah itu ?" tanya Cornelia.
"Ya, aku harus melakukannya", sahut Lakas.
Lakas mengedarkan pandangannya ke arah sekitarnya lalu memusatkan pikirannya untuk menghapus ingatan gadis-gadis disekolah ini setelah mereka digigit oleh slave vampir.
Cahaya terang muncul dari tubuh Lakas lalu sinar itu memancar kuat ke seluruh kepala gadis-gadis yang tergeletak dihalaman sekolah ini.
Sekejap saja area sekolah berubah terang oleh pancaran cahaya dari tubuh Lakas.
Cornelia hanya bisa memandangi semuanya dengan sikap diam tanpa bergeming dari tempatnya berdiri.
Sedetik saja, energi telah tersalurkan dengan cepat, Lakas telah selesai menghapus ingatan semua gadis disekolah ini yang tergeletak pingsan.
"Ayo, kita pergi dari sini, Cornelia !" perintah Lakas.
"Apa kau juga sudah menyembuhkan efek gigitan para slave vampir itu dari tubuh mereka ?" kata Cornelia.
Cornelia memperhatikan area sekolah yang kembali gelap ketika cahaya terang pergi dari area ini, seusai Lakas berhasil menghapus ingatan semua gadis-gadis tentang kejadian mengerikan malam ini dari pikiran mereka.
"Aku tidak sanggup menyembuhkan efek gigitan para slave vampir dari tubuh mereka semua, aku hanya menghapus ingatan tentang kejadian buruk malam ini dari pikiran mereka", kata Lakas.
Lakas menggandeng tangan Cornelia ketika mereka hendak pergi dari halaman sekolah.
"Aku akan datang setelah tiga hari proses penghapusan ingatan dari pikiran mereka, dan melihat keadaan gadis-gadis yang terhisap darahnya itu setelah tiga hari kedepan", lanjut Lakas sembari menolehkan pandangannya.
"Tiga hari... ?" tanya Cornelia.
"Ya, setelah tiga hari nanti, aku akan memastikan kembali kondisi mereka dan melihat efek dari gigitan para slave vampir pada gadis-gadis penari itu", sahut Lakas.
Lakas kembali memandangi Cornelia lalu tersenyum.
"Ada efek dari gigitan para slave vampir yang kemungkinan saja, akan mempengaruhi mereka, seperti virus slave vampir yang bisa mengkontaminasi tubuh mereka", kata Lakas.
"Apa itu berbahaya ?" tanya Cornelia.
"Mungkin saja, akan membuat mereka berlaku layaknya slave vampir jika aku tidak memeriksanya lagi", sahut Lakas.
"Dan mereka akan berubah menjadi slave vampir karena virus yang terpapar masuk dari gigitan mereka ke dalam tubuh gadis-gadis itu", ucap Cornelia.
"Yah, seperti itulah keadaannya", kata Lakas lalu mendongak ke atas.
Cornelia mengamati ke arah gadis-gadis yang pingsan dan tergeletak ditanah.
Mereka seperti seonggok daging yang pucat dan tak berdaya, hampir dari bentuk wajah mereka berubah cekung dan kurus dalam sekejap saja.
Cornelia merapatkan tubuhnya ke tubuh Lakas lalu menyembunyikan wajahnya ke dada kekasihnya itu.
Lakas bereaksi cepat, dia tanggap dengan rasa takut yang ada pada diri Cornelia.
"Kita pergi sekarang, Cornelia", ucap Lakas.
Cornelia tidak segera menjawab ucapan Lakas, diam didalam pelukan kekasihnya itu.
Lakas membawa pergi Cornelia dalam hitungan detik.
Suasana dihalaman sekolah kembali hening, namun, aroma amis darah masih membekas di udara setelah pergulatan sengit antara siswi-siswi disekolah ini dengan para slave vampir pada malam bulan purnama difestival ini berakhir mengerikan.
Udara yang bercampur oleh bau darah merebak lalu perlahan-lahan menghilang.
Sinar Matahari merambat pelan, menyinari area sekolah dipagi ini.
Tampak beberapa siswi sekolah yang terbaring semalaman ditanah mulai tersadar lalu bangkit duduk.
Pandangan mereka masih samar-samar saat terbangun dari sadarnya, sebagian memegangi kepala mereka.
Linglung, terlihat mereka sangat kebingungan ketika melihat keadaan disekitar mereka tapi semua tidak mengingat apa-apa tentang kejadian malam tadi.
...***...
Cornelia telah duduk didepan meja makan sambil menghadap ke arah piring makannya.
Tampak Nobel tengah mempersiapkan sarapan pagi buat mereka semua.
"Aku masak enak pagi ini, kupastikan kalian semua akan suka menyantapnya", kata Nobel.
Nobel menghidangkan sarapan pagi berupa spaghetti pedas serta telur mata sapi untuk Cornelia.
"Terimakasih atas kerja kerasnya, aku sangat menghargai usahamu ini", kata Cornelia sambil tersenyum manis.
Nobel membalas senyuman Cornelia lalu meletakkan segelas susu berukuran cukup besar ke sisi lain di dekat piring Cornelia.
"Minumlah segelas susu besar ini agar tubuhmu kembali kuat karena kau harus menyimpan banyak energi dalam tubuhmu sebagai asupan darah bagi tuan Lakas", kata Nobel.
Nobel melirik pelan ke arah Lakas yang memperhatikan dirinya sedari tadi.
"Kau tidak perlu menyinggungku sekasar itu, cukup katakan bahwa aku sangat bengis terhadap Cornelia", kata Lakas.
Lakas menatap dingin ke arah Nobel lalu memalingkan muka ke arah Cornelia.
Nobel tersenyum simpul lalu berdiri disisi lain meja.
"Kenapa kalian pulang larut malam sekali ?" tanya Nobel.
"Ada kejadian yang kurang menyenangkan semalam", sahut Lakas.
"Oh, iya, apa itu kalau boleh tahu ?" tanya Nobel lalu menolehkan pandangannya ke arah Lakas.
"Sepertinya pangeran Yosua telah mencium keberadaan kita, dia mengirim slave ke sekolah Cornelia saat festival bulan purnama kemarin", kata Lakas.
"Ini gawat sekali, tidak bisa dibiarkan begitu saja karena ditakutkan keberadaan kita akan diketahui oleh manusia", sahut Nobel.
"Untungnya, aku telah menghapus sebagian ingatan mereka tentang kejadian malam dimana mereka digigit oleh para slave vampir", kata Lakas dengan sorot mata tajam.
Nobel menghela nafas panjang lalu terdiam sedangkan Lakas melajutkan ucapannya lagi.
"Tugas kita menunggu tiga hari mendatang, untuk melihat keadaan siswi-siswi setelah tergigit oleh para slave, apakah mereka dalam kondisi baik-baik saja atau tidak", kata Lakas.