Menceritakan tentang Naomi, seorang istri yang dijual oleh suaminya sendiri untuk membayar hutang. Dia dijual kepada seorang pria tua kaya raya yang memiliki satu anak laki-laki.
"Dia akan menjadi pelayan di sini selama 5 tahun, tanpa di bayar." ~~ Tuan Bara Maharaja.
"Bukankah lebih baik jika kita menjualnya untuk dijadikan PSK?" ~~ Gama Putra Maharaja.
Bagaimana nasib Naomi menjadi seorang pelayan di rumah mewah itu selama 5 tahun? Apa yang akan terjadi padanya setelah 5 tahun berlalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHIBEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 - Baikan
Dua belah bibir yang menyatu itu semakin lama semakin menuntut. Ruang kerja yang awalnya sunyi kini terisi suara lenguhan dan decakan akibat perbuatan keduanya.
Naomi memukul bahu Gama beberapa kali karena pria itu semakin beringas menghisap bibirnya. Gama yang paham dengan kode itu, akhirnya melepaskan ciumannya dan berhasil meninggalkan saliva panjang dari bibir keduanya.
Tentu saja ini bukan ciuman pertama Noami, tapi dia masih payah mengimbangi gaya ciuman dari tuan mudanya.
Gama menarik kepala Naomi dan menyatukan dahinya, "Maaf," gumamnya.
Naomi menggeleng kecil, "Aku yang seharusnya meminta maaf. Maaf jika perkataanku tempo hari sudah kelewatan."
Gama menjauhkan dahinya dan memegang kedua bahu Naomi dengan sayang. "Mulai sekarang aku akan lebih mengerti posisimu," katanya dengan sungguh-sungguh.
Seorang Gama yang sudah meniduri banyak wanita tiba-tiba menjadi lunak kepada wanita seperti Naomi. Pria yang bahkan tidak pernah mengucapkan kata maaf, saat ini kata itu terucap jelas dari bibirnya.
Naomi tersenyum mendengarnya, dia masih cukup terkejut dengan perlakuan Gama yang tiba-tiba menciumnya tadi. Aduh, pipinya kembali memerah.
"Kenapa Mas tidur di sini?" tanyanya untuk menutupi salah tingkahnya.
Gama menghela napas lelah, "Tidak mungkin aku tidur satu kasur dengan wanita itu," balasnya. Jawaban yang membuat Naomi ingin tertawa keras.
"Bukankah itu tujuan Mas Gama membawanya pulang? Biar bisa tidurin dia, kan?"
Naomi mengatakan kalimat itu dengan wajah santai, tapi Gama merasa tertohok mendengarnya. Seburuk itukah dia?
Melihat air wajah Gama yang berubah, Naomi menjadi gelagapan. "Maaf, maaf! Bukan seperti itu maksudku. Maksudku...hanya--"
"Tak apa, kau mengatakan itu karena sudah tau kebiasaan burukku," sela Gama di iringi senyum tipis.
Rasa bersalah menghampiri Naomi, sepertinya dia kembali salah bicara. Mereka baru saja berbaikan, dia tidak ingin Gama membangun tembok dingin lagi.
"Ayo ikut aku ke kamar," ajak Gama. Dia menarik tangan Naomi dan menautkan telapak tangannya. Naomi tidak menolak dan menyamakan langkahnya dengan Gama.
Sampai kamar, wanita yang di bawa Gama masih tertidur pulas. Sepertinya dia terlalu banyak memasukkan dosis obat tidur.
Gama berdiri di samping kasur dengan Naomi yang masih ia genggam erat tangannya. "Bangun! Woy! Bangun!"
Naomi melotot kaget, bisa-bisanya pria itu membangunkan orang seperti itu, tidak ada lembut-lembutnya sama sekali!
"Woy Jalang! Bangun!"
Gama menepuk-nepuk pipi wanita itu dengan cukup keras, sangat tidak berperikemanusiaan bagi Naomi.
Wanita itu mengerang dan membuka kedua matanya perlahan. Wajahnya masih terlihat sangat mengantuk, mulutnya menguap lebar, masih belum sadar sepenuhnya.
Gama melepaskan tangan Naomi dan berbicara tanpa suara agar Naomi tetap diam di tempat. Pria itu berjalan cepat menuju meja kecil yang ada di samping sofa.
Naomi memperhatikan wanita itu dengan lamat. Masih terlihat sangat cantik meskipun ada bekas liur di sudut kanan bibirnya.
Gama sudah kembali dengan membawa dompet di tangannya, dia membuka dompet itu dan mengambil berlembar-lembar uang berwarna merah.
"Pulanglah! Tugasmu sudah selesai," ucapnya dengan melempar uang itu ke atas kasur.
Naomi kembali melotot, ternyata seperti ini cara Gama memperlakukan wanita. Di beri uang setelah selesai di pakai, ya memang seperti itu pekerjaan seorang jalang.
Wanita yang di bawa Gama itu akhirnya sadar sepenuhnya, dia mendudukkan tubuhnya dan menatap Gama kesal. "Kau membawaku kemari tapi tidak menyentuhku, cih!"
"Diamlah! Itu bayaranmu, segera pergi dari sini," perintah Gama dengan nada datar. Sangat berbeda saat berbicara dengan Naomi.
Wanita itu menatap uang di depannya dengan senyum cerah. Memangnya siapa yang tidak senang saat baru bangun tidur langsung melihat uang berwarna merah yang tidak sedikit jumlahnya?
"Tak apa jika kau tidak memakaiku, yang penting kau membayarku," ucapnya dengan tangan yang sibuk menata dan menghitung uang di depannya. Wanita itu benar-benar tidak peduli dengan sekitarnya.
"Tolong ganti sepreiku, aku ingin ke kamar mandi dulu," ucap Gama yang langsung mendapatkan anggukan dari Naomi.
Wanita itu sudah selesai menyusun uangnya dan merapikan penampilannya, setelahnya dia keluar dari kamar Gama, benar-benar tidak melirik Naomi sama sekali.
Naomi sendiri mulai menarik seprei dan bungkus bantal guling, dia tidak sadar bahwa Gama sudah keluar dari kamar mandi dan menatapnya dengan senyuman.
Gama berjalan sangat pelan agar Naomi tidak menyadari kehadirannya. Hap! Gama memeluk Naomi dari belakang dan menyandarkan kepalanya di ceruk leher Naomi.
"Mas!" pekiknya Naomi kaget.
"Gimana kalau aku nikahin kamu aja? Kamu cocok banget jadi istriku," kata Gama dengan mengusaknya wajahnya di leher Naomi.
Naomi tersedak ludahnya sendiri, dengan cepat ia menyikut perut Gama. "Omongannya, Mas!"
"Kenapa? Kalau aku mau kamu yang jadi istriku gimana? Mau kan?"
Gama ini memang tidak bisa di tebak, bisa-biasanya dia membicarakan hal yang begitu sakral sesantai dan dalam posisi seperti ini.
"Lepas dulu, Mas! Ini gak bakalan selesai," balas Naomi mengalihkan pembicaraan.
Dengan berat hati Gama melepaskan pelukannya dan menyingkir ke dekat nakas. Matanya mengikuti kemana pun Naomi bergerak, soal ucapannya tadi dia juga tidak mengerti. Tiba-tiba saja mulutnya mengucapkan kalimat itu.
"Selesai," ucap Naomi setelah menghabiskan waktu 15 menit untuk mengganti dan membereskan seprei kotor.
Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, tapi Gama justru naik ke atas kasurnya. "Mas gak kerja?" tanya Naomi.
Bukannya menjawab dia malah menepuk space kosong di sampingnya. Naomi menatapnya bingung, tetapi dia tetap duduk di sisi kasur.
"Sudah 3 hari aku tidak bisa tidur nyenyak. Temani aku tidur ya?" pinta pria itu yang sudah membaringkan tubuhnya.
Tiga hari tidur di ruang kerja tanpa berbaring membuat tubuhnya sakit semua. Jika dipikir kembali itu juga salahnya sendiri.
"Mas gak kerja?" ulang Naomi karena belum mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
Gama menggeleng, "Aku ambil cuti, mau tidur aja," jawabnya dengan santai.
Di dalam hati Naomi mengumpat, memang beda pemikiran seorang pewaris tunggal. "Ya udah kalau gitu," ujarnya.
"Temani sampai tidur," pinta Gama dengan tatapan memohon, dia menyuruh Naomi berbaring di sampingnya.
Naomi melihat jam yang menggantung di dinding. Masih ada waktu, batinnya. Akhirnya dia membaringkan tubuhnya di samping Gama. "Cuma sampai tidur ya, Mas. Aku harus kerja," katanya.
Gama mengangguk dan membawa Naomi ke dalam dekapannya. "Aku suka bau kamu," ucap pria itu.
Setengah jam kemudian Gama sudah benar-benar masuk ke alam mimpi, dengan Naomi yang senantiasa mengelus punggungnya. Akhirnya Naomi bisa keluar dari kamar untuk melakukan pekerjaannya.
Bersambung
Terima kasih sudah membaca 🤗
naomi hrus kuat
itu orang iri jgn d pkir kn naomi
senang x baca novel yg ini