Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datang ke Kantor
Dikamarnya, Rila baru saja mandi karena selesai pijat badan. Dia merasa lelah sehingga perlu merasakan ketenangan pikiran dan kebugaran badan.
Kurang lebih satu bulan dirinya membantu Max menyelesaikan masalah yang telah terjadi di masa lalu.
"Kenapa hidupmu rumit sekali Max?" tanya Rila, dia meneguk coklat hangat favoritnya sambil memutar musik.
Sudah beberapa hari dia ditinggal oleh Rico yang tengah pergi ke Cina, mengunjungi opa, oma serta pujaan hatinya.
Rila menatap foto Max yang ada di meja, sejak pertama kali dia jatuh hati dengan pria itu, Rila segera mencetak fotonya sebagai penyemangat.
"Hidupmu rumit tapi aku sendiri turut ikut dalam kerumitan mu. Aneh bukan? Tapi itu bukti cintaku padamu, Tuan Max. Kau sudah menggetarkan hatiku." ujar Rila masih terus bicara sendiri.
"Tapi saat semuanya telah selesai, kenapa aku merasa kita belum juga bisa bersama ya?" tanya Rila mengingat apakah ada yang terlewatkan. "Apa karena kau belum juga membalas perasaanku?"
Gadis itu terdiam sejenak, menikmati malam yang semakin larut disertai gerimis.
"Tidak masalah, berarti aku harus berjuang lebih keras lagi. Aku yakin, aku bisa mendapatkan mu."
Rila kemudian mengambil ponsel yang tergeletak di ranjang. Wajahnya tersenyum saat melihat pesan masuk dari Max.
"Oh apa ini, kau ingin mengajakku bertemu."
Rila senang bukan main, dia sangat bersemangat menanti hari esok.
**
Pagi ini Rila bangun kesiangan, mengingat semalam harus menyelesaikan beberapa pekerjaan. Rico meninggalkan beberapa pekerjaan sebelum dia berangkat ke Cina.
"Aku sudah membantumu menjadi sopir pengganti untuk mengamankan anak Max dan maminya. Jadi sekarang ganti kau yang harus membantuku. Periksa beberapa berkas ini dan sesuai jadwal, akan ada seseorang berniat mengajukan kerjasama dengan kita. Aku harap kau bisa menemuinya."
Begitulah kira-kira perkataan Rico sebelum pergi. Ingin menolak tapi dia sudah berjanji pada kakaknya itu.
Pukul 8 pagi Rila masih di ruang belakang melakukan olahraga. Dia berencana akan ke kantor pukul 9 pagi, menyerahkan berkas yang sudah dia periksa pada asisten Rico dan ikut rapat bulanan. Baru jam makan siang menuju cafe yang telah Max tentukan.
**
Perusahaan Andara letaknya tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 20 menit. Rila hari ini sengaja membawa mobil sendiri tanpa sopir. Niatnya selepas bertemu dengan Max akan pergi mengunjungi Rian, kakak kembarnya.
Pukul 9 pagi, Rila sudah berada di kantor. Para karyawan menyapa gadis itu dengan ramah.
"Nona Rila, ruang meeting diganti ke lantai 8. Jadi nanti tidak usah pergi ke lantai 9." ujar Mita, dia sekretaris Rico yang sangat cekatan.
Rila yang baru akan masuk ruangan Rico kembali ke depan meja Mita.
"Kenapa di pindah? Tumben sekali, Ta." tanya Rila namun Mita terlihat bingung untuk menjawab.
"Em ituu..."
"Katakan saja, ada apa?" cecar Rila merasa ada yang tidak beres.
"Rila, akhirnya kau datang. Aku rasa hanya dirimu yang bisa menangani wanita itu." Suara seseorang menbuat Mita sedikit lega.
"Sebaiknya Nona Rila tanya dengan Tuan Kemal saja." ujar Mita membuat Rila penasaran.
"Ini sebenarnya ada apa? Kenapa ruang meeting dipindahkan? Dan wanita siapa yang kau maksud?" tanya Rila mencecar Kemal dengan pertanyaan beruntun.
"Kau ingat Sasa, anak rekan bisnis Rico?"
"Tentu saja aku ingat. Dia wanita berwajah tebal itu kan? Suka dengan Rico sejak beberapa bulan lalu." jawab Rila dengan cepat. "Apa yang dia perbuat? Jangan bilang wanita badut itu membuat kekacauan disini?"
Kemal mengangguk. "Dia datang secara tiba-tiba dan mencari Rico. Mengatakan jika saat ini dirinya sedang hamil anak kakakmu. Aku sudah mengatakan jika Rico sedang ke luar negeri tapi Sasa tidak percaya. Mencari Rico di ruangan tidak ketemu, lalu pergi ke ruang meeting juga kosong. Disana dia menghancurkan beberapa barang dan masih menunggu Rico. Oleh karena itu ruang meeting aku pindah ke lantai 8."
Wajah Rila yang tadi cerah bak matahari pagi kini mulai berubah mendung. Rila menyerahkan berkas ditangannya pada Mita lalu berjalan menuju ruang meeting.
Kemal berjalan cepat menyusul Rila, adik bosnya ini terkenal galak dan juga mudah bermain tangan jika seseorang membuatnya tidak senang.
Tiba di lantai 9, telat ruang meeting di depan mereka. Rila menggulung kemejanya, rambut dia gulung dan ikat tinggi. Kemal mulai was-was melihatnya.
"Sasa, kau datang disaat yang tidak tepat. Habislah dirimu." batin Kemal melihat Rila sudah membuka pintu di depan mereka.
"Tidur dengan siapa, mengaku hamil anak siapa. Wajahmu itu jelek sekali Sasa, bedak mu tebal, alismu tinggi sebelah. Jadi tidak mungkin kakak ku mau tidur dengan bentukan badut seperti mu."
Rila memang bermulut pedas, Kemal puas mendengarnya.
Sasa, wanita itu melotot tajam saat Rila mengatainya. "Ini memang anak Rico, dia juga keponakan mu." tunjuk Sasa pada perutnya. "Dan berhentilah mengejekku, jangan merasa dirimu sangat cantik."
"Perutmu sedikit membuncit itu pasti karena kau cacingan, minum obat cacing mu itu dengan teratur. Anak, anak, anak cacing hah?" ujar Rila menatap sengit Sasa.
Rila sangat tidak suka dengan wanita ini. Selain karena usianya jauh diatas Rico, Sasa juga tipe wanita yang asal-asalan dengan penampilan. Sungguh semua pakaian yang pernah digunakan oleh wanita itu warnanya selalu menyala dan warna warni.
Rila maju mendekati Sasa, membuat wanita itu berjalan mundur kebelakang.
"Apa, apa yang ingin kau lakukan?"
"Kau bilang aku apa? Jangan merasa dirimu cantik?" kata Rila diangguki oleh Sasa.
Rila tertawa kencang lalu menunjuk wajahnya. "Memang aku cantik. Aku bersih, wangi, pintar dandan, ah tanpa menggunakan make up tebal seperti dirimu juga aku sudah cantik."
Rila menatap ruangan ini yang sudah berantakan. Padahal vas bunga dan gelas sudah berhamburan di lantai. Tatapannya kembali pada Sasa.
"Kenapa menatapku seperti itu? Tidak terima aku buat berantakan? Kalau begitu minta Rico datang menemuiku."
Rila dengan gerakan cepat menarik rambut Sasa, membuatnya berteriak kesakitan.
"Rila, beraninya kau menjambak rambutku. Lepaskan aku, sakit." Sasa memukul tangan Rila berharap gadis ini mau melepaskannya tapi semakin Sasa memberontak, tarikan gadis itu semakin kencang.
"Kau yang gila, berani sekali datang kesini untuk membuat kerusakan. Aku beritahu ya, Kak Rico sedang pergi ke Cina untuk bertemu calon istrinya yang kemarin berulang tahun. Dia memang tidak ada disini, bedebah." ucap Rila sengaja berteriak di telinga Sasa.
"Aku kira setelah waktu itu berhasil membuatmu masuk kantor polisi, kau akan sadar untuk tidak lagi mendekati kakakku. Tapi ternyata kau semakin nekat dan mengada-ngada. Jadi rasakan ini."
Rila menyeret Sasa ke luar ruangan. Tangan Sasa berusaha menarik rambut Rila namun gagal. Wanita itu tanpa sengaja mencakar leher Rila, itu membuat Rila semakin marah.
"Sialan kau ya, berani sekali melukaiku."
BRUKKK
Rila mendorong Sasa dan membuatnya tersungkur ke lantai. Beberapa karyawan yang kepo dengan apa yang sedang terjadi ikut menonton mereka.
"Ahhh sakit, Rila." Sasa mengusap bokongnya yang terbentur lantai. "Bagaimana jika anakku keguguran hah?"
Rila mengusap lehernya terasa perih, wajar saja kuku Sasa panjang sekali.
"Heh kuntilanak merah, apa perlu kukumu aku potong? Jika perlu sampai habis." bentak Rila membuat Sasa terkejut. "Dan juga, sejak kapan letak kandungan di bokong? Jika memang kau takut keguguran harunya perut yang di pegang bukan bokong. Memang pada dasarnya isi badanmu lemak semua termasuk perut, jadi itu membesar bukan karena hamil. Apalagi anak kakakku."
"Aku memang sedang hamil dan ini anak Rico. Dia harus bertanggungjawab, dia harus menikahi aku."
"Tutup mulut muuuu... "
Rila sudah kehilangan kesabaran.
"Aku akan menyelidiki ini. Jika sampai apa yang kau katakan adalah kebohongan, maka akan aku pastikan kau benar akan hamil tapi bukan anak Rico. Tidak hanya itu saja, akan aku buat perusahaan keluarga mu juga hancur. Kau tahu bukan, dengan siapa berhadapan. Kami adalah keluarga Anggara, bisa melakukan apapun untuk mencari kebenaran."
Wajah Sasa memucat saat Rila mengatakan dengan tegas.
"Kemal, pinta pihak keamanan untuk menyeretnya keluar dari sini. Katakan juga, apabila wanita ini ingin masuk lagi, usir saja segera. Tidak usah takut, aku yang akan bertanggungjawab."
Kemal segera melaksanakan apa yang Rila minta. Dia senang akhirnya Sasa terdiam saat berhadapan dengan Rila.
"Lain kali juga, jika wanita seperti ini yang datang. Pakai kekerasan juga tidak apa, Kemal. Tidak usah takut jika ada yang mengatakan hanya berani dengan wanita. Sampai ada yang mengatakan seperti itu, kau ikut hajar saja orangnya."
Karyawan yang tadi menonton mereka bubar dengan sendirinya. Mereka sangat senang melihat Rila bersikap tegas pada Sasa. Karena wanita itu memang suka datang dan berniat semena-mena pada mereka.
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....