Aluna gadis lugu yang penuh dengan cobaan hidup. Sebenarnya dia gadis yang baik. Namun sejak dia dikhianati kekasih dan sahabatnya dia berubah menjadi gadis pendiam yang penuh dengan misteri. Banyak hal aneh dia alami. Dia sering berhalusinasi. Namun siapa sangka orang-orang yang datang dalam halusinasinya adalah orang-orang dari dunia lain. Apakah Aluna akan bahagia dengan kejadian tersebut. Atau malah semakin terpuruk. Ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Seperti ada yang menguap, ketika tiba-tiba kau tak lagi hadir. Sesuatu hilang dari hati.
🔥🔥🔥
Tok tok tok...
"Permisi pak." Aluna mengetuk pintu ruangan Arga yang tertutup. Arga tidak punya sekretaris, jika ada kepentingan langsung sama orangnya. Sudah pernah diusulkan, katanya belum ada yang cocok. Entah yang seperti apa yang dicari Arga. Azlan pun tidak paham. Padahal dia orang terdekatnya.
" Masuk." Suara Arga terdengar ke telinga Aluna yang bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan.
" Maaf, ada yang bisa saya bantu?"
" Silahkan duduk dulu dan bantu saya memeriksa berkas ini. Ada kejanggalan di beberapa poin. Azlan sialan. Dia mengerjai saya." Arga menyerahkan sebuah amplop berkas pada Aluna dan menunjukkan mana yang harus dia kerjakan.
Aluna segera mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Arga. Dia tidak ingin berlama-lama di ruangan yang menurutnya seperti tempat penjagalan. Ruangan yang penuh aura dingin dan membekukan semua yang ada di dalamnya.
Dengan teliti Aluna membaca tulisan yang ada di dalam kertas tersebut. Menelaahnya dan memeriksa semua bagian yang dibilang janggal oleh Arga. Dan memang benar, Aluna telah menemukan tanpa harus berlama-lama memeriksanya.
" Iya benar pak, ini pada poin B bab tiga, sepertinya menguntungkan pihak pertama. Kita akan rugi kalau prosentasenya seperti ini. "
" Benarkan apa yang saya bilang. Azlan tidak percaya dengan kata-kata saya. Sebentar saya panggil dia."
Arga segera menghubungi Azlan melalui telepon. Dengan nada kesal Arga berkata pada Azlan yang terdengar hanya tertawa mendengar omelan Arga.
" Sialan orang itu. Dia malah menertawakan saya." Arga terlihat bersungut-sungut menahan geram. Auranya sudah terlihat gelap.
" Hahahaha, bagus itu yang saya inginkan. Hahaha." Tiba-tiba suara Azlan terdengar di pintu ruangan. Aluna menoleh, terlihat Azlan berdiri di depan pintu. Secepat itu Azlan tiba di ruangan tersebut.
"Apa maksud kamu." Ucap Arga dengan tatapan dingin.
" Santai dong brow. Saya hanya merekomendasikan Aluna untuk menjadi sekretaris kamu bos. Dia cocok bukan. Sesuai kriteria kamu. Hehehe.." Azlan terkekeh.
Arga menatap Aluna lekat. Memperhatikan Aluna dengan detail. Membuat yang ditatap merasa canggung.
" Maaf pak, apa ada yang salah dengan saya?" Tanya Aluna dengan perasaan was-was. Pasalnya pandangan Arga seperti ingin menelannya bulat-bulat.
" Tidak..tidak. " jawab Arga memalingkan wajah, berganti menatap Azlan.
" Bagaimana bos." Azlan bertanya sambil menaikkan alis ya. "Oh ya, Aluna, bagaimana keadaan kamu. Sepertinya kamu terlihat berbeda." Azlan menatap Aluna tanpa berkedip. Dia merasakan aura yang lain pada diri Aluna.
" Alhamdulillah saya sudah sembuh." Jawab Aluna sambil menunduk.Dia tidak nyaman ditatap sedemikian rupa oleh Azlan.
" Alhamdulillah saya senang mendengarnya.Dan penampilan kamu.. Hm sungguh berbeda. Terlihat lebih segar." Azlan masih menatap Aluna dari atas kebawah. Membuat Aluna semakin risih.
"Sama saja, Mungkin karena saya baru saja libur dalam seminggu ini, yang membuat tubuh dan pikiran saya lebih segar." ucap Aluna sambil tersenyum kikuk.
" Ya..ya mungkin saja. Oh bagaimana penawaran saya. Mau kan jadi sekertaris Arga. Dia sangat membutuhkan seorang sekretaris. Biar dia tidak mengganggu saya terus. Dan saya yakin kamu juga butuh Arga untuk membantumu."
" Maksud bapak?"
"Maksud kamu?"
Arga dan Aluna bertanya bersamaan dengan pertanyaan yang sama pula. Azlan tertawa terbahak.
" Tu kan, jodoh kalian itu. Hahahaha."
Muka Aluna memerah menahan malu. Dia memang tidak mengerti sehingga bertanya demikian. Sedangkan Arga menatap Azlan dengan kesal.
" Kamu jangan bicara ngelantur. Nanti Aluna tidak nyaman. Oh ya Aluna, bagaimana penawaran Azlan. Memang benar saya butuh sekretaris sekarang juga."
" Benar Aluna, diterima ya. Saat ini sedang ada proyek yang membutuhkan kerja kamu. Mau ya." Azlan mengatupkan tangan di depan Aluna.
Aluna masih menunduk, dia sedang menimbang tawaran tersebut. "Bukankah ini bagus, saya jadi Deket sama pak Arga, pasti bisa membuat Alisha kepanasan." Gumam Aluna dalam hati sambil tersenyum.
" Hm, sepertinya tawaran saya diterima. Tu lihat Arga, Aluna tersenyum. Manis bukan. Hahaha... Kedip atuh." Azlan terbahak lagi. Bagaimana tidak dia melihat Arga yang memandang Aluna tanpa berkedip dan itu adalah sasaran empuk untuk jadi bahan ejekan.
Arga menatap Azlan dengan kesal. Dari tadi dia selalu diejek oleh Azlan. Arga hanya takut Aluna menolak tawarannya itu. Karena saat ini dia benar-benar butuh Aluna.
Memang benar Aluna adalah satu-satunya kandidat yang cocok dengan jabatan tersebut. Dia mempunyai disiplin yang tinggi. Disamping itu dia orang yang teliti dan cekatan. Satu lagi Aluna adalah orang yang selama ini dicarinya.
Walaupun Arga belum yakin, tapi ciri-ciri yang ada di diri Aluna mendekati ciri-ciri orang yang dicarinya. Dan dia berharap itu benar. Agar dia bisa segera kembali pulang.
"Jangan buru-buru, kamu masih punya tugas yang penting. Ingat itu." Tiba-tiba Azlan sudah berada di samping Arga dan membisikkan sesuatu, membuat Arga terjingkat kaget. Dengan reflek dia memukul Azlan dengan map yang ada di depannya.
" Aduh, sakit tahu..." Azlan berteriak.
Aluna terkejut dan memandang kedua orang yang didepannya. Aluna menjadi canggung berada disitu kalau mereka sering berkata berbisik seperti itu.
" Tugas saya sudah selesai bukan. Saya undur diri?" Aluna bangkit dan melangkah keluar.
" Tunggu dulu, bagaimana tawaran saya. Diterima bukan? Tidak ada penolakan. Hari ini juga ruangan kamu pindah di depan ruangan saya."
Arga menatap Aluna yang hendak beranjak pergi. Dia benar-benar membutuhkan Aluna. Apalagi sebentar lagi ada rapat pemegang saham yang akan memutuskan kepemimpinannya di perusahaan tersebut.
" Akan saya pikirkan dahulu pak, saya permisi.."
"Maaf Aluna, saya memaksa. Saya tidak mau ditolak. Tolong saya. Sebentar lagi akan ada rapat pemegang saham dan saya butuh kamu."
Arga memotong ucapan Aluna dan mencegah kepergian Aluna.
"Azlan bantu kepindahan Aluna. Dan Aluna kamu tetap disini. Tolong pelajari ini. Jam sembilan kita ketemu di ruang rapat."
Arga bangkit setelah menyerahkan map pada Aluna.Dia melangkah keluar diikuti Azlan. Namun sebelum pergi Azlan berkata " Jabatan ini akan membantu kamu. Saya tahu latar belakang kenapa kamu bisa kecelakaan. Dan saya akan membantu kamu untuk menyelesaikan masalah kamu. Jadi saya harap kamu menurut saja."
Arga dan Azlan melangkah keluar. Mereka yakin sekarang Aluna tidak punya alasan untuk menolak. Azlan dan Arga harus bisa membuat Aluna tetap berada di dekat mereka untuk melindunginya.
Aluna tertegun mendengar ucapan Azlan. Dia masih duduk di kursi yang berada di depan meja Arga. Aluna termangu memikirkan perkataan Azlan. " Maksudnya melindungi apa ya ? Jadi pak Azlan tahu semuanya. Bagaimana ini? "
Bisa jadi Azlan tahu semuanya. Karena saat kejadian mereka memang berada di tempat yang sama.
Aluna menarik nafas panjang dan menghembuskan dengan kasar. Dia kemudian kembali fokus pada berkas yang harus dia pelajari dalam waktu kurang dari satu jam. Karena empat puluh menit dari sekarang akan diadakan rapat para pemegang saham. Yang artinya para petinggi perusahaan pasti berada di sana.
" Ini tidak benar, tiga puluh menit aku harus siap. Hah.. Dasar bos arogan. Semudah itu memberi perintah." Aluna menggerutu, dia harus bekerja cepat pagi. Padahal tadi dia belum sempat sarapan. Takutnya gemeteran nanti.
" Aku pasti bisa. Aluna pasti bisa." Aluna membaca berkas yang tadi diberi oleh Arga. Dengan teliti dan konsentrasi penuh dia memeriksa dan memahami setiap kata yang tertulis. Mencari poin-poin yang harus digarisbawahi dan dijadikan sebuah acuan utama untuk ditelaah lebih lanjut.
" Ya.. Ya.. Aku mengerti sekarang. Semoga nanti pas rapat bisa.." Aluna melihat jam dipergelangan tangannya. "Masih lima belas menit lagi. Aku ambil barang-barang aku dulu kali ya." Aluna melangkah keluar ruangan. Betapa terkejutnya dia saat di depan ruangan Arga, semua barang-barangnya telah berada di ruangan yang diperuntukkan untuk sekretaris Arga.
"Siapa yang membawa kesini. Tidak ada yang memberi tahu, Eh itu cemilan nya juga dibawa kemari. Syukurlah bisa mengisi perut dulu." Ucap Aluna pelan.
Aluna membuka bungkusan makanan tersebut dan mulai memakannya. Dia harus cepat, waktunya hanya tinggal sedikit lagi. Namun dia harus mengisi tenaga terlebih dahulu. Dan Aluna bisa menghabiskan dua buah pisang goreng. Lumayan buat tenaga saat rapat nanti.
" Malah nyemil disini. Ditunggu pak bos di ruang rapat." Aluna terkejut. Saat sedang asyik menikmati makanannya, Dinda datang mengagetkannya.
" Ikh, mbak Dinda bikin kaget saja. "
,"Itu ditunggu pak Arga sama pak Azlan di ruang rapat, semua sudah berkumpul. Malah enak-enakan nyemil di sini."
" Kan masih kurang sepuluh menit lagi mbak.." Aluna mengelap mulutnya yang berminyak dengan tisu , kemudian merapikan lipstiknya yang sedikit berantakan.
"Wah , kemajuan sekarang sejak kapan kamu cantik seperti ini." Dinda menatap Aluna.
Dia baru menyadari semua yang ada di tubuh Aluna berubah. Tadi Dinda tidak memperhatikan secara detail. Cuma sekilas dan memang sudah terlihat Aluna berubah. Dan setelah ditatap sedemikian rupa, Dinda benar-benar terkejut. Aluna adalah sosok yang berbeda dengan Aluna yang dulu.
" Bagus Aluna, mbak suka kamu yang seperti ini. Penuh percaya diri. Teruslah seperti ini." Dinda menepuk pundak Aluna pelan. Dia tersenyum senang saat melihat perubahan pada Aluna.
Dulu dia memang tidak dekat dengan Aluna, karena memang Aluna yang membatasi diri. Aluna hanya bicara seperlunya dengan wajah canggung dan selalu menunduk.
" Eh, ayo kita segera ke ruang rapat. Bisa kena semprot nanti kalau terlambat."
Mereka berdua segera bergegas berjalan menuju ruang rapat. Tidak boleh terlambat karena yang datang adalah orang penting semua. Benar tidak dihukum jika terlambat. Tapi ditatap begitu banyak pasang mata orang-orang berpengaruh, rasanya ingin tenggelam saja ke dasar lautan dalam.
Dengan langkah tergesa dan sedikit berlari, mereka beriringan menuju ke sana. Koridor terlihat sepi. Tak terlihat satu orang pun di luaran.
" Sepi mbak, jangan-jangan semua sudah di sana dan kita terlambat." Aluna sudah panik.
" Bisa jadi.." Dinda pun terlihat panik juga. Mereka berjalan semakin cepat.
" Semoga belum di mulai."
Akhirnya mereka sampai di depan ruangan yang akan di pakai buat rapat. Pintu masih terbuka dan beberapa orang terlihat memasuki ruangan.
Ketika Aluna akan melangkah masuk, sebuah tangan meraih tangannya dan menarik menjauh dari pintu. Aluna terkejut namun tidak sempat menolak. Dia seperti terseret menjauhi pintu.
Aluna tidak tahu siapa dia, dia hanya bisa memandang punggungnya, langkah lelaki itu sangat lebar walaupun ditarik tapi langkahnya jauh tertinggal.
" Tunggu dulu, lepaskan saya. Saya harus rapat, siapa anda?"
Aluna mulai memberontak ketika tersadar telah sedikit jauh dari pintu. Dia panik dan juga takut.
Bersambung
Terima kasih untuk yang sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak. Lopee ❤️ ❤️ ❤️