NovelToon NovelToon
Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 23

Aku kembali ke LPM dengan harapan tinggi. Setibanya di gedung, aku langsung menuju ke ruangan dospem yang aku cari. Ketika aku melihat beliau di dalam ruangannya, my heart started to race, rasanya jantungku berdebar kencang.

Dengan sedikit canggung dan gugup, aku mengetuk pintu dan berkata, "Permisi, Bu."

Beliau menoleh sekilas ke arahku sambil menjawab dengan singkat, "Masuk."

Setelah itu, beliau kembali fokus pada dokumen-dokumen di mejanya. Aku merasa sedikit lega karena setidaknya beliau memperhatikanku, even if just for a moment, meskipun hanya sebentar.

Aku melangkah masuk dan duduk di kursi yang tersedia. Tak lama kemudian*\, my hands began to sweat\,* tanganku mulai keringat dingin\, and the awkwardness deepened, dan rasa canggung semakin mendalam.

Rasanya seperti ada tembok besar antara kami, and I struggled to start the conversation, dan aku merasa kesulitan untuk memulai percakapan.

Aku sudah menyiapkan beberapa hal yang ingin aku bicarakan, but every time I tried to speak, tetapi setiap kali aku mencoba membuka mulut, kata-kata terasa tersangkut di tenggorokan.

Beliau tampaknya tidak mengalihkan perhatian dari dokumen-dokumennya. Suasana di ruangan terasa hening, dan aku hanya bisa mendengar suara kertas yang dibolak-balik dan sesekali suara ketikan dari komputer.

I tried to stay calm, aku mencoba untuk tetap tenang, although this nervous feeling continued to envelop me, meskipun perasaan gugup ini terus menyelimuti.

Aku tahu bahwa aku harus memulai percakapan, but overcoming this awkwardness was proving very difficult, tetapi rasanya sangat sulit untuk mengatasi kecanggungan ini. Aku berusaha mengatur napas dan memikirkan kalimat yang tepat untuk memulai.

***

"Selamat pagi, Bu. Perkenalkan nama saya Ka, dari Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi."

I paused for a moment, aku berhenti sejenak, trying to calm myself, mencoba memberi jeda untuk menenangkan diriku.

Honestly, detak jantungku sudah terasa seperti drum yang dipukul dengan keras. Every breath I took felt heavy,sSetiap tarikan napasku terasa berat, seolah-olah aku berusaha mengatasi rasa gugup yang menyelimuti.

Aku berharap jeda ini bisa memberiku sedikit ketenangan sebelum melanjutkan percakapan.

However, shortly after, pertanyaan beliau membuatku terkejut. "Kamu sudah ada janji temu sama saya?" tanya beliau dengan nada yang mungkin terdengar flat, tapi seakan-akan menguak semua kepanikan dalam diriku.

In that instant, it felt as if the entire world had stopped spinning.

Seketika, rasanya seperti seluruh dunia berhenti berputar.

Jantungku seolah-olah berhenti sejenak sebelum berdetak dengan sangat cepat. Aku merasa seolah-olah ada batu besar yang menghimpit dadaku.

My body felt stiff, tubuhku terasa kaku, dan aku bisa merasakan keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku.

I began to panic, and everything started to feel out of control. Aku mulai panik, dan rasanya segala sesuatunya mulai terasa tidak terkendali.

Aku belum sempat membuat janji temu, and I knew that was something I should have done, dan itu jelas bukan hal yang seharusnya kulakukan.

Aku tahu seharusnya aku mengatur janji terlebih dahulu, tapi kekacauan informasi dan ketidaktahuan membuatku melangkah ke sini tanpa persiapan yang cukup.

Dengan suara yang bergetar dan hati yang berdebar-debar, aku menjawab, "Belum, Bu." Kata-kata itu keluar dari mulutku dengan nada yang tidak bisa aku kontrol sepenuhnya.

Aku merasa malu dan cemas, takut kalau kehadiranku yang tidak terencana ini akan mengganggu atau membuat beliau semakin tidak nyaman.

***

Aku baru-baru ini menyadari sesuatu yang sudah lama aku abaikan.  For a while, aku hanya berpikir bahwa rasa cemas dan ketegangan yang aku alami adalah hal biasa—perhaps simply due to being nervous or uncomfortable in certain situations, mungkin hanya karena aku gugup atau tidak nyaman dalam situasi tertentu.

However, over time, aku mulai menyadari bahwa ini lebih dari sekadar gugup. Ini ternyata berhubungan dengan gangguan mental yang aku alami sejak lama.

Setiap kali aku menghadapi situasi yang membuatku merasa tertekan, seperti pertemuan dengan dospem atau situasi sosial lainnya, I often feel fear, aku sering kali merasa takut, anxiety, cemas, and discomfort, dan tidak nyaman.

My hands might sweat, tanganku bisa berkeringat dingin, dan kepalaku terasa mual.

Rasanya seperti ada beban berat yang menekan di dadaku, membuatku sulit untuk bernapas dengan tenang.

Aku mengira ini hanya bagian dari kecemasan yang wajar, but the more I experience it, tetapi semakin aku mengalami, semakin aku menyadari bahwa ini sudah mempengaruhi mental dan emosiku lebih dari yang aku kira.

Selama ini, aku menganggap ini sebagai bagian dari kepribadian atau kekurangan diriku sendiri—a deficiency I needed to overcome, sebuah kekurangan yang harus aku atasi.

I believed it was a typical reaction when someone felt nervous or uncomfortable. Aku menganggap bahwa ini adalah hal yang wajar terjadi ketika seseorang merasa gugup atau tidak nyaman.

I didn’t really think about the long-term effects. Aku tidak benar-benar memikirkan dampak jangka panjangnya.

But now, tapi sekarang, I feel exhausted, aku merasa lelah and desperate, dan putus asa, because this anxiety is seriously impacting my quality of life, karena rasa cemas ini benar-benar mempengaruhi kualitas hidupku.

Aku sudah mengalami ini sejak aku kecil. Rasa takut dan kecemasan yang mendalam ini membuatku menjadi pribadi yang tertutup.

Although I still socialize with others, meskipun aku masih bersosialisasi dengan orang lain, aku selalu merasa lebih nyaman jika berada dalam lingkungan yang aman dan familiar.

I try to stay open and engage, aku berusaha untuk tetap terbuka dan bergaul, but often I feel overwhelmed and drained, tetapi seringkali aku merasa tertekan dan lelah.

Keterbukaan yang aku tunjukkan hanyalah secukupnya—cukup untuk berfungsi in daily life but not cukup untuk benar-benar merasa bebas dan nyaman.

It makes me feel really weak. Ini benar-benar membuatku merasa lemah. Ada hari-hari di mana rasa cemas ini sangat kuat sehingga aku merasa tidak mampu melakukan hal-hal yang biasanya aku lakukan dengan mudah.

Setiap situasi yang memicu kecemasan seakan membebani seluruh tubuhku, membuatku merasa seperti aku tidak bisa bergerak maju.

Dan yang lebih menyedihkan, aku merasa terjebak dalam pola ini—pola yang sudah menjadi bagian dari hidupku sejak lama.

I often cry alone,  aku sering kali menangis dalam kesendirian, merenung tentang bagaimana perasaan ini menghambatku dari mencapai potensi penuhku.

Aku merasa bahwa jika aku bisa mengatasi rasa cemas ini, I could be happier and more productive, aku bisa lebih bahagia dan lebih produktif.

But the reality is that this fear continues to follow me, and I don’t know what to do.

Tapi kenyataannya, rasa takut ini terus mengikutiku, dan aku tidak tahu harus berbuat apa.

Sekarang, aku mulai menyadari bahwa ini adalah masalah yang lebih besar dari sekadar kecemasan biasa.

Ini adalah bagian dari kesehatan mentalku yang perlu aku hadapi dan tangani dengan serius.

I know it won’t be easy, aku tahu ini tidak akan mudah, dan perjalanan untuk mengatasi gangguan ini mungkin akan panjang dan penuh tantangan.

Namun, aku merasa bahwa menyadari dan menerima kenyataan ini adalah langkah pertama yang penting.

Meskipun rasanya sangat berat dan menyedihkan, aku berharap ada jalan untuk mengatasi rasa cemas ini dan akhirnya menemukan kedamaian yang aku cari.

1
anggita
like👍☝tonton iklan. moga lancar berkarya tulis.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!