Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 16 ~ Ancaman Pandu
Dara menceritakan kondisi keluarganya pada Vio saat jam rolling waktu istirahat. Termasuk menyampaikan bahwa Pandu adalah ipar dari Bundanya. Bukan hanya harus menghadapi Harsa dan Citra, ia pun harus berhadapan dengan Pandu Aji yang menjadi penyebab mendapatkan sanksi untuk satu bulan ini.
“Oh, my God. Sumpah Ra, gue nggak bisa berkata-kata,” seru Vio.
“Ck, nggak bisa berkata-kata tapi ngoceh mulu.”
“Artinya kiasan kalau gue nggak bisa komentar dengan nasib hidup lo, tapi enak dong Ra. Lo jadi punya keluarga tajir. Kalau gue jadi lo, mending berhenti kerja dan ongkang-ongkang kaki di rumah. Jadi ratu,” ujar Vio lalu terkekeh membayangkan kalau dirinya yang berada di posisi Dara.
“Jadi ratu apaan, di sana posisinya keluarga gue … numpang. Gimana kalau pernikahan Bunda nggak bertahan lama, pasti didepak dari sana.”
“Mulut lo ya, harusnya doain yang baik-baik bukan malah berandai-andai yang nggak jelas.”
“Bukan nggak jelas, nggak ada yang tahu masa depan. Aku sudah berharap pada Mas Harsa, nyatanya apa?”
“Itu sih emang adik sambung lo yang nggak tahu diri. Musuh dalam selimut dan menggunting dalam lipatan,” seru Vio dan Dara mengabaikan ocehan Vio. Memilih merebahkan diri di kursi yang diduduki.
“Awas,” ujar Dara lagi agar Vio berpindah tempat duduk. “Lumayan masih ada waktu, aku mau merem. Nanti bangunin ya.”
“Mahendra Group. Lo nggak ada niat minta kerjaan yang lebih baik Ra?”
“Nggak.”
“Atau minta dijodohkan dengan rekan bisnis mereka yang sama tajir?”
“Ogah.”
“Masih ngarep sama Harsa?”
“N4jis. Udah ah berisik,” pekik Dara sudah memejamkan mata dan menjadikan tangannya sandaran kepala dengan posisi berbaring miring.
Vio asyik dengan ponselnya sambil terus menasehati Dara yang sudah terlelap. Sudah waktunya makan siang, sebentar lagi mereka akan sibuk membereskan kamar untuk tamu yang sudah cek out. Pintu ruang istirahat para petugas housekeeping terbuka, seseorang melangkah masuk. Vio yang menyadari kedatangan orang itu langsung berdiri.
“Pak,” sapa Vio sambil mengangguk pelan dan hendak membangunkan dara.
Namun, pria itu memberi tanda agar tidak melakukan hal itu. Hanya memandang Dara sekilas lalu berbalik dan beranjak pergi.
“Hah, gila. Ganteng banget itu orang, ngapain pula kesasar sampai sini. Harusnya tadi gue minta selfie,” oceh Vio setelah Pandu meninggalkan tempat itu.
***
“Hah, yang bener?” tanya Dara.
Vio menganggukan kepala dan mendorong housekeeping trolley setelah menceritakan kalau ada Pandu datang.
“Kenapa nggak bangunin aku sih,” keluh Dara sambil menghentakan kaki.
“Dia bilang jangan, katanya gini.” Vio mengulang apa yang Pandu isyaratkan agar tidak membangunkan dara yang tertidur. “Emang lo lagi ngarep ketemu dia? Suka sama dia?”
“Ck, bukan itu,” sahut Dara menoyor kepala Vio. “Kalau dia tambah masa hukuman aku gimana, dengan alasan tidur di jam kerja. Ah, ogah banget.”
“Tinggal temui terus klarifikasi. Sudah tinggal serumah ‘kan, rayu aja toh udah jadi … paman lo. Sumpah Ra, ganteng banget dia pakai setelan kerja.” Vio lalu terkekeh. “Paman ganteng, tolong keponakanmu yang menyebalkan ini.”
Dara mengabaikan Vio dan menarik trolleynya memasuki kamar yang harus dibersihkan. Vio yang merasa diabaikan langsung mengumpat.
Sedangkan di tempat berbeda, Pandu sudah kembali ke kantor. Sempat mampir ke hotel mengambil barang di kamar tempat dia biasa tinggal dan hendak menemui Dara, malah mendapati gadis itu tertidur. Ada rasa bersalah, apa mungkin dirinya terlalu keras pada gadis itu.
“Pak Pandu.”
Pandu menoleh dan kembali konsentrasi dengan pekerjaan barunya. Di hari pertama kerja, dia sudah harus menemui beberapa klien meskipun bersama dengan tim yang lain. Berbeda dengan Harsa yang seharian ini konsentrasinya terpecah, selain karena tidak suka dengan kehadiran Pandu juga dengan Citra. Sejak tadi perempuan itu berkali-kali menghubungi mengajak makan siang luar untuk berbicara.
Dengan alasan sibuk, Harsa menolak bertemu CItra yang menurutnya bisa dibicarakan nanti malam. ternyata Citra malah datang ke perusahaan dan menunggu Harsa di lobby. Awalnya pria itu enggan keluar dari ruang kerjanya apalagi menemui Citra, tapi kenekatan perempuan itu juga ancamannya bisa membuat Harsa sulit.
“Kamu gila, untuk apa datang kemari?” tanya Harsa lirih tidak ingin didengar oleh orang yang ada di sekitar mereka.
Aktivitas di gedung itu cukup padat, bukan hanya perusahaan transportasi, tapi juga layanan komunikasi.
“Jangan abaikan aku. Kita harus bicara,” ujar Citra.
Harsa berdecak pelan. Citra boleh usianya masih muda, tapi perempuan ini licik dan Harsa harus hati-hati. Bukannya malah cinta, yang ada malah tidak suka karena akan menjadi beban dan penghalangnya. Bagaimana kalau Surya dan Jaya tidak suka ia dan Citra bersama.
“Kita bicara di rumah,” ujar Harsa sambil menahan emosi.
“Di rumah, kamu selalu mengabaikan aku, Mas.”
“Nanti malam, kita bicara di rumah,” ujar Harsa lagi. “Aku janji.”
“Awas saja, kalau bohong. Aku adukan pada Papa Surya dan Opa Jaya, bagaimana awal hubungan kita.” Citra meninggalkan Harsa yang menghela pelan dan mengusap kasar wajahnya.
Interaksi Harsa dan CItra, disaksikan oleh Pandu yang memang berada di lobby. Pria itu tersenyum sinis, apalagi saat Harsa menatap dan menghampirinya.
“Akrab juga dengan adik sambung kamu?” tanya Pandu sengaja mengejek. Tidak ingin menjawab dan berdebat, Harsa mengabaikan Pandu dan melewatinya.
Baru melangkah, ponsel yang berada dalam saku jasnya bergetar. Pandu mengeluarkan dan membaca pesan yang masuk dari … Dara.
[Om Pandu, nggak kasihan dengan keponakanmu yang imut-imut ini]
[Foto]
Dara mengirimkan pesan juga foto dirinya sedang membersihkan kamar hotel. Pandu mengumpat pelan, bukan karena kesal atau marah. Namun, gaya Dara di dalam foto menurutnya sangat menggoda. Apalagi dengan seragam petugas housekeeping yang gadis itu kenakan. Pemandangan saat Dara tertidur dan memperlihatkan kedua kaki jenjangnya saja, masih terbayang-bayang dan sekarang ditambah lagi dengan ulah Dara.
“Ada apa denganku, kenapa tiba-tiba menjadi mesum begini. Awas, kamu Dara.”
\=≈\=\=\=\=
Ancam terosss, bentar lagi bucin 😅😅🤣
bener 2 meresahkanb dara fdan pandu
terbucin bucinlah kamu..
pegalan katacdisetiap kalimatmya teratur dan ini udah penulis profeaional banget , aku suka npvel seperti ini simple yo the point dan tak bertele tele..aku suka🥰🥰💪