"Aku rela melepasmu, asal kamu bahagia bersamanya."
Cinta itu tidak egois, Bagas rela melihat Adara kembali bersama Antares karena dia merasa sudah tidak sanggup membahagiakan Adara. Apakah akhirnya Adara tetap bersama Bagas atau kembali pada Antares?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Pagi hari itu Antares datang ke rumah sakit untuk mengantar makanan titipan dari mamanya. Dia juga ingin melihat kondisi Bagas.Saat dia mendekati pintu ruang rawat, Antares bisa mendengar suara percakapan dari dalam.
"Pasti Ares yang membayar terapi itu," kata Bagas.
Tanpa ragu, Antares membuka pintu dan melangkah masuk. "Bukan!" serunya dengan nada tegas. Dia tidak ingin Bagas tahu bahwa dialah yang diam-diam membayar biaya terapi itu.
"Aku tidak tahu apa-apa soal itu," lanjut Antares dengan santai. "Memang ada program khusus untuk para penderita tumor dan kanker. Rumah sakit ini sering memberikan bantuan untuk pasien seperti kamu." Dia meletakkan kantong plastik berisi makanan di atas meja. "Ara, ini dari Mama."
Kemudian Antares mendekati Bagas dan tersenyum kecil menatapnya. "Akhirnya kamu sadar," kata Antares, mencoba mengubah suasana. "Aku tahu kamu tidak mudah menyerah. Segera lakukan terapi itu agar bisa pulang ke rumah. Aran kangen sama kamu."
Bagas hanya menatap Antares, mencoba mengenali sosok di depannya. Wajah itu terasa asing namun suara itu familiar. Dia hanya mengingat nama Antares tapi lupa dengan wajah Antares "Kamu... Ares?" tanyanya pelan.
"Iya, aku Ares," jawabnya sambil mendekati Bagas. Dia meraih Bagas ke dalam pelukannya sesaat sambil menepuk punggungnya.
"Cepat sembuh," kata Antares sebelum melepas pelukannya. Kemudian dia menegakkan dirinya dan berjalan menuju pintu. "Ara, aku balik dulu. Aran baik-baik saja di rumah."
Sebelum Antares keluar dari ruangan, dia menatap Bagas sekali lagi. Kemudian dia keluar deri ruang rawat itu.
Adara tersenyum sambil menatap Bagas. "Aku pasti akan menemani Kak Bagas. Sebentar lagi Kak Bagas makan ya. Pelan-pelan saja aku suapi."
Bagas terus menatap Adara lalu tersenyum kecil dan mengangguk pelan.
***
Adara duduk di kursi tunggu yang berada di depan ruangan terapi. Dia terus menatap pintu yang masih tertutup rapat. Hari itu adalah hari pertama Bagas menjalani terapi gamma knife.
Saat terapi selesai, Bagas tampak lebih lemah daripada sebelumnya. Kepalanya masih terpasang alat penyangga, dan wajahnya terlihat sangat pucat.
"Kak, gimana rasanya?" Adara bertanya dengan lembut, mencoba membaca ekspresi suaminya.
Bagas membuka matanya perlahan. "Pusing, kepalaku rasanya berat sekali," jawabnya sambil berusaha mengangkat tangannya untuk menyentuh kepalanya, tapi seketika dia meringis kesakitan.
Adara dengan cepat meraih tangannya dan menggenggamnya erat. "Jangan gerak dulu, Kak. Kak Bagas butuh istirahat," kata Adara.
Namun, Bagas mulai terlihat gelisah. Keringat dingin membasahi dahinya, dan tubuhnya tampak tegang.
Tak lama kemudian, Bagas merasakan mual yang hebat. Dia berusaha bangkit, namun tubuhnya lemas.
Adara segera mengambil kantong plastik dan membantu Bagas. Dia mengusap lembut lengan Bagas.
"Tidak apa-apa. Kata dokter ini hanya efek sementara, Mas." Adara mengambil tisu basah dan membersihkan sekitar bibir Bagas. Lalu dia mengambil air hangat dan membantunya minum.
Setelah itu Bagas merebahkan dirinya di atas brankar. Matanya setengah terbuka, dan dia merasa dunia di sekitarnya berputar-putar. "Ternyata efeknya seperti ini. Apa aku bisa melalui ini semua, Ara?"
Adara mengangguk yakin. "Bisa. Aku akan selalu ada di sisi Kak Bagas untuk menemani."
Setelah beberapa jam, kondisi Bagas masih belum membaik. Setiap gerakan kecil membuatnya merasa mual dan pusing. Adara duduk di tepi tempat tidur, mengusap pelipis Bagas dengan kain basah yang hangat.
"Kak Bagas istirahat saja. Aku ada di sini," bisiknya.
Bagas memejamkan matanya dan berusaha melawan rasa sakit yang terus menghantamnya. Dia menggenggam tangan Adara dengan lemah. "Kamu juga istirahat, Ara... jangan terlalu memaksakan diri," katanya pelan.
Adara tersenyum tipis, meskipun matanya menunjukkan kelelahan yang mendalam. "Iya, aku bisa istirahat di dekat Kak Bagas."
Hari itu terasa sangat panjang. Adara terus berada di sisi Bagas, bahkan ketika dia akhirnya tertidur karena kelelahan. Malam pun tiba, namun Adara tak pernah beranjak dari kursinya. Ketika Bagas terbangun dengan pusing yang masih menyerang, Adara selalu siap menenangkan dan memberinya dukungan.
Saat fajar menyingsing, kondisi Bagas mulai sedikit membaik. Pusingnya mereda, dan rasa mualnya berkurang. Dia membuka matanya dan melihat Adara yang masih tertidur sambil duduk di sampingnya. Tangan Adara masih menggenggamnya erat.
"Terima kasih, Ara," bisik Bagas, suaranya hampir tak terdengar.
kirain bakal launching kisah Ares..🥰🥰🥰
beruntung banget Adara dicintai begitu besar....🥰🥰😍
aku pikir Bagas meninggal dan Antares menggantikan Bagas karena amanat Bagas...😆😅
tadi bukannya manggil papa 😁
semangat Adara.. .. yang kuat ya..
mengikuti skenario dari manager mereka..
tapi dilubuk hati Ares nama Adara tetap nomor 1.