Kisah seorang pemuda yang meninggal akibat terlalu lelah bekerja dan dia bereinkarnasi ke dalam novel favoritnya. Namun dia tidak berinkarnasi menjadi main character, heroine, villain atau bahkan mob sekalipun, dia menjadi korban pertama sang villain yang akan membuat sang villain menjadi villain terkejam dan menggerakkan seluruh alur di novelnya.
Tapi ketika dia baru bereinkarnasi, dia langsung melakukan plot twist yang sudah pasti akan mengubah jalan nya alur cerita atau malah menghancurkan alur cerita yang sudah tersusun rapi, dia tidak mati dan malah membunuh villain yang seharusnya membunuhnya. Jadi selanjutnya apa yang akan terjadi dengan alur cerita novel yang di sukainya itu ?
Genre : Fantasi, komedi, drama, action, sihir, petualangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
“Sreet.” Elena mengibaskan tangannya, sebuah sihir angin berbentuk sabit kecil melesat ke pedang yang di pegang oleh patung, “klek,” “greeeek,” lantai dasar kolam kembali naik dan tertutup rapat. Setelah itu Elena berjalan mendekati Ray dan Charlotte, dia berdiri di depan keduanya dan menunjuk ke tanah. Charlotte yang mengerti langsung menarik Ray supaya berlutut di depan Elena.
“Maafkan kami,” ujar Charlotte.
Melihat Ray dan Charlotte berlutut di hadapannya, kemarahan Elena mulai mengendur, “haaah,” dia menarik nafas dan membuangnya, “bletak,” tangannya menjitak kepala Ray dan Charlotte yang langsung kesakitan memegang kepala mereka menggunakan kedua tangan mereka.
“Uhhh....sakit, bener juga, asal cerita ini dari negara itu, sudah jelas ceritanya mengandung unsur unsur budaya negara itu, untung aja aku wibu, jadi ngerti hehe,” ujar Ray dalam hati.
“Gimana caranya kalian bisa kesini ? rasanya pelindung yang ku pasang tidak mungkin semudah itu di tembus,” ujar Elena.
“Huh...tante yang memasang pagar itu ?” tanya Ray sambil menunjuk ke arah pagar.
“Benar, kenapa ?” tanya Elena.
“Bukankah itu sihir dimensi ya tante ?” tanya Ray.
“Hah...tentu saja bukan, itu sihir ilusi yang menggunakan elemen angin, air dan tanah, untuk menampilkan bayangan di udara yang bisa mengelabui mata,” jawab Elena.
“Oh...bukan ya,” balas Ray sedikit kecewa.
“Um...maaf tante Elena, aku yang mengajak Ray kesini,” ujar Charlotte.
“Sudahlah, kali ini tidak apa apa, anak anak seusia kalian tentu memiliki rasa penasaran yang tinggi, tapi lain kali tolong hati hati, aku memasang pelindung di sini bukan karena tidak ada alsannya, kalian harus mengerti itu,” balas Elena.
“Iya tante,” balas Ray dan Charlotte bersamaan.
“Memang apa yang ada di bawah, tante ?” tanya Ray.
“Sebaiknya kamu tidak perlu tahu,” jawab Elena.
“Apa papa tahu tempat ini tante ?” tanya Charlotte.
“Yang tahu tempat ini hanya papa mu, mediang mama mu, aku dan suami ku, kami berempat yang besar di desa ini tahu apa yang ada di dalam dan di tugasi menjaga apa yang ada di dalam supaya tidak terlepas, karena sesuatu yang terkurung di dalam bisa menghancurkan dunia,” jawab Elena.
Mendengar ucapan Elena, Ray langsung mengerti kalau di maksud Elena adalah Ignesia, tapi dia tidak mau memperkeruh suasana dengan mengatakan kalau dia tahu apa yang ada di bawah kepada Elena. Dia memilih diam dan berpikir,
“Benar juga, di dalam novel, Liam dan Laura menemukan Ignesia setelah semua hancur dan ayah ibunya meninggal....seandainya ku bebaskan sekarang dimana semua belum terjadi....aku mungkin harus bertarung dengan Ignesia dan dia bisa menghancurkan dunia sebelum semua terjadi, hampir saja aku membuat kesalahan yang sangat bodoh,” ujar Ray.
“Ray ?” tanya Charlotte yang melihat Ray termenung.
“Oh...maaf, aku termenung,” jawab Ray.
“Kamu masih penasaran dengan apa yang ada di dalam ?” tanya Elena.
“Ti..tidak tante, aku tidak penasaran lagi,” jawab Ray.
“Bagus, sekarang ayo kita keluar dari sini,” balas Elena.
Ray dan Charlotte kembali berdiri, kemudian Ray berbalik melihat kolam bundar kering yang di tumbuhi oleh tanaman rambat. Dia melihat patung dewi di atasnya,
“Dia dewi Hermenas, satu dari dua dewi kembar yang menciptakan dunia ini dan menjaga dunia ini,” ujar Elena yang berdiri di sebelah Ray dan juga melihat patungnya.
“Dewi Hermenas,” gumam Ray.
Ray melihat wajah sang dewi dan mengamatinya, tiba tiba terlintas di benaknya seorang yang dia kenal dan selalu bersamanya setiap malam di kehidupan sebelumnya,
“Hah.....masa sih, ga mungkin ah...kebetulan aja mukanya mirip bos ku,” ujar Ray.
Elena mengajak Ray dan Charlotte keluar dari taman rahasia, setelah di luar Elena minta Ray dan Charlotte menjaga rahasia yang sudah mereka ketahui dan pulang ke rumah mereka. Setelah mereka berjalan menuju ke mansion, Elena melipat tangan di dada dan tersenyum melihat keduanya dari belakang sambil menggelengkan kepalanya. Tiba tiba Jonah datang mendekati Elena dan berdiri di sebelahnya, Jonah sudah terlihat siap dengan pedang besar di punggungnya,
“Ternyata mereka ya,” ujar Jonah.
“Benar, aku bingung kenapa mereka bisa kesini dan mereka sempat membuka pintu masuk ke bawah lagi,” balas Elena.
“Hah...siapa yang membukanya ? Ray ? Char ?” tanya Jonah.
“Tidak tahu, ketika aku datang posisi kolam sudah terbuka, mereka sudah di tepi kolam dan sedang melihat ke bawah,” jawab Elena.
“Untung kamu keburu datang, kalau mereka sampai turun ke bawah dan melihat dia di bawah...bisa berbahaya karena mereka bisa membangunkan nya,” ujar Jonah.
“Benar, mungkin kalau hanya Charlotte yang turun tidak masalah, tapi kalau Ray yang turun, dia pasti bisa merasakan kehadiran Ray karena dia memiliki elemen yang sama dengan Ray,” ujar Elena.
Keduanya terdiam, mereka menoleh kebelakang melihat pagar tanaman yang menjulang tinggi, setelah melihat Ray dan Charlotte masuk ke dalam mansion dari kejauhan, keduanya berbalik masuk ke dalam taman rahasia untuk memeriksa kondisi di dalam.
******
Jakarta, di sebuah gedung tinggi yang terletak di kawasan bisnis jalan jendral sudirman, di sebuah lantai perkantoran malam hari jam 11.00 pm, terlihat lampu masih menyala di ruang akunting.
“Haciiiih,” "sruuuk."
Seorang wanita yang sedang mengetik tiba tiba bersin dan berhenti mengetik, wajahnya yang kusut tidak mengurangi kecantikannya, dia membersihkan hidungnya menggunakan tangan, name tag yang di kalungkannya bergoyang goyang, menampilkan nama perusahaan, foto dan sebuah nama “Herawati Gunawan.”
“Wah....ada yang ngomongin aku nih, siapa ya ?” tanya sang wanita sambil bersender ke kursinya.
Dia menoleh ke belakang melihat sebuah meja yang kosong, kemudian dia berdiri dan berjalan ke meja itu, dia memegang layar monitor di depan atas meja.
“Jangan jangan dia yang ngomongin aku nih hehe, semoga dia senang di dunia sana....maaf ya aku memaksa mu bekerja berlebihan, padahal sebenarnya aku ingin dekat sama kamu, habisnya aku lihat kamu fans berat novel yang di tulis oleh adik ku yang tinggal di tokyo sana, tapi ya ga apa apa juga sih...suatu hari nanti kita bertemu lagi kok hehehe,” ujar sang wanita sambil tersenyum.
Kemudian dia menoleh melihat ke arah jam dinding, wajahnya langsung kaget, dia mengambil blazernya dan memakainya, kemudian mengambil tasnya.
“Wah udah jam segini ya, aku pulang dulu deh, kasihan suami dan anak anak ku di rumah, (menoleh melihat meja kosong di belakangnya) bye hehe,” ujar sang wanita sambil melambaikan tangannya ke arah meja kosong dan tersenyum lebar.
“Tlak...tlak...tlak,” terdengar gema langkah kaki hak tinggi sang wanita yang berjalan di dalam ruang perkantoran yang kosong. “Klik,” seketika lampu di ruang akunting mati, ruangan menjadi gelap dan hening, sebuah kursi dan meja kosong yang di atasnya nampak sebuah vas bunga berisi bunga, sebuah karangan bunga meja dan beberapa kartu ucapan turut berduka cita yang mengelilingi sebuah kalung nametag lengkap dengan fotonya. Nama yang tertulis di name tag itu adalah “Rayhan Saputra.”