NovelToon NovelToon
Between Hate And Love

Between Hate And Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta
Popularitas:19.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.

Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Liontin?

Pak Dewan melipat tangan di depan dada, tatapannya tak lepas dari Dira. "Kamu baru dua hari di sekolah ini," lanjutnya dengan nada dingin, "tapi kamu sudah membuat masalah dengan melakukan kekerasan terhadap murid lain, yaitu Naomi. Tamparan di wajahnya, apa itu benar?" Dira mengangkat kepalanya sedikit, mencoba menjelaskan. "Tidak, Pak. Naomi memang saya tampar, tapi....

"Saya bilang cukup!" potong Pak Dewan dengan tegas, menghentikan Dira sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. "Tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan kekerasan di sini. Jika kamu melakukan kesalahan lagi di sekolah ini, saya tidak akan segan-segan mengeluarkan kamu." Dira terdiam, tenggorokannya terasa kering. Kata-kata Pak Dewan bergema keras dalam pikirannya, seolah-olah ruangan itu menjadi semakin kecil dan pengap. Ia ingin berbicara, ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tapi ia tahu tak ada gunanya sekarang. Kepala sekolah itu sudah membuat keputusan.

"Baik, Pak," ucap Dira akhirnya, suaranya rendah dan penuh beban. Ia mengerti bahwa kesempatannya di sekolah ini semakin tipis, dan apa yang terjadi dengan Naomi baru permulaan dari masalah yang lebih besar.

...****************...

Dira melangkah keluar dari ruang kepala sekolah dengan berat hati. Di depan pintu, Dinda sudah menunggunya, tapi tidak hanya Dinda. Di sana juga berdiri Naomi dan gengnya, wajah mereka penuh senyum sinis, seakan tahu apa yang baru saja terjadi.

"Gimana, Dira? Masih kurang puas?" sindir Naomi dengan nada mengejek, tangan-tangannya bersilang di depan dada, wajahnya penuh kemenangan.

Dira, yang sudah tersulut amarah sejak pertemuannya dengan Pak Dewan, tak bisa lagi menahan diri. "Dasar cewek-cewek gak jelas! Anj*ng lo semua!" teriaknya dengan suara keras, matanya menyala penuh kemarahan. Kata-katanya memotong keheningan di koridor, membuat beberapa murid yang lewat berhenti sejenak untuk melihat keributan.

Naomi dan gengnya tak bereaksi, mereka hanya tertawa kecil, meninggalkan Dira dan Dinda tanpa berkata apapun. Bagi mereka, permainan ini sudah dimenangkan.

Dinda segera menggenggam lengan Dira, menariknya sedikit menjauh. "Udah, Dir. Lo gak mau kan dipanggil lagi sama kepala sekolah?" ujarnya dengan nada tenang, mencoba menenangkan Dira yang masih mendidih.

Dira menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosinya. Amarahnya tidak hanya karena kejadian dengan Naomi, tapi juga karena perlakuan tidak adil yang diterimanya dari Pak Dewan. Rasanya seperti semuanya melawan dirinya.

"Dir, udah gue bilang kan," lanjut Dinda, melihat temannya berusaha menenangkan diri, "lo cukup belajar aja di sekolah ini, jangan macem-macem, apalagi sama Naomi. Dia punya kuasa di sini, lo tau sendiri."

Dira mengangkat alis, kesal tapi juga penasaran. "Lagian dia kenapa sih, obsesi banget sama Levin? Levin juga nggak kelihatan tertarik sama dia. Cewek alay gitu, Levin pasti nggak sudi," tanya Dira, mencoba memahami apa yang membuat Naomi begitu keras mengejar Levin.

Dinda menghela napas, seolah cerita ini sudah terlalu sering didengar. "Naomi itu udah suka sama Levin sejak SD. Tapi ya, Levin nggak pernah suka balik. Apalagi Levin sebenarnya suka sama cewek lain dulu, tapi cewek itu pindah ke Paris. Jadinya, sejak itu Naomi makin gila ngejar-ngejar Levin. Dia nggak pernah bisa move on," jelas Dinda.

"Oh, begitu ya," jawab Dira, matanya menyipit sedikit. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya, seperti baru saja memikirkan sesuatu yang menarik. Ada rencana kecil di benaknya, meski ia belum tahu apakah itu ide yang bagus atau tidak.

***

"Beneran, lama-lama gue bisa gila dengan semua ini. Arggh!" keluh Dira sambil memandang tumpukan tugas sekolahnya yang semakin tinggi. Ia meraih ponselnya untuk mencari pelarian sejenak dari rasa stres itu. Matanya tertuju pada sebuah poster lomba yang muncul di layar sosial medianya. "Kompetisi makeup, hadiah 10 juta?" Dira membacanya dengan penuh minat. Senyum kecil muncul di wajahnya. "Lumayan juga nih buat nambahin hobi gue," gumamnya, sambil membayangkan peluang memenangkan hadiah itu.

Di tengah-tengah mimpinya tentang kompetisi, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarnya. "Tok, tok, tok." "Siapa sih, malam-malam gini?" Dira mendengus pelan, tubuhnya mulai merasa lelah. Dengan langkah berat, ia beranjak dari kursinya dan membuka pintu. "Ceklek."

"Levin?" Dira terkejut saat melihat Levin berdiri di depan pintunya. "Ada apa?" Levin tak membuang waktu. "Lo ngomong apa sama Naomi?" tanyanya langsung, suaranya terdengar serius.

Dira mengerutkan alis, bingung dengan pertanyaan itu. "Gue nggak ngomong apa-apa. Emang kenapa? Ini soal gue dipanggil kepala sekolah tadi? Itu dia yang salah, dia ngebully gue," Dira membela diri, nada bicaranya penuh ketidakpuasan.

Levin menatapnya sebentar sebelum berkata, "Pokoknya, lo jangan berurusan lagi sama dia. Lo fokus aja sama sekolah, jangan bikin masalah lagi."

Setelah memperingatkan Dira, Levin berbalik dan pergi, meninggalkannya dengan kebingungan yang makin dalam. "Emang kenapa sih sama cewek alay itu?" gumam Dira sambil menutup pintu dan kembali ke kamarnya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, berpikir keras.

"Kenapa semua orang nyuruh gue jangan berurusan sama Naomi ya?" gumam Dira, merasa semakin penasaran dengan situasi ini. Tak lama kemudian, sebuah ide muncul di benaknya. "Ah, iya, Nadin!"

Dira dengan cepat meraih ponselnya dan menelpon sahabatnya, Nadin, yang tinggal di Bandung. Begitu telepon tersambung, suara Nadin yang akrab menyapa di ujung sana. "Halo, Nadin! Gue baru tiga hari di sini, tapi gue udah banyak cerita seru banget! Lo harus dengerin cerita gue!"

Nadin menghela napas di seberang, terdengar sibuk. "Oke, gue dengerin, tapi jangan lama-lama ya. Gue lagi belajar." "Ya ampun, Nadin! Lo kan tau, gue nggak bisa cerita sebentar. Harusnya lo sekolah di sini aja biar gue bisa cerita sepuasnya!" keluh Dira, mengeluhkan jarak yang memisahkan mereka.

Nadin terkekeh sebentar sebelum memberikan kabar yang membuat Dira terdiam. "Besok kan Minggu. Gue ke sana aja deh, ketemu lo, jadi lo bisa cerita sebanyak mungkin." Dira langsung sumringah.

"Beneran lo mau ke sini? "Beneran," jawab Nadin dengan nada pasti. "Tapi sekarang gue mau belajar dulu, ya. Bye." Sebelum Dira sempat merespon lebih lanjut, Nadin sudah menutup teleponnya. "Ih, kebiasaan banget!" omel Dira, meski tak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya. Hari Minggu sepertinya akan sangat menyenangkan.

Dira keluar dari kamarnya setelah berbicara dengan Nadin, berniat menuju dapur untuk mengambil segelas air. Saat menuruni tangga, langkahnya terhenti ketika melihat sosok Levin berdiri sendirian di balkon, memandang jauh ke langit malam.

"Levin, lo ngapain di sini?" tanya Dira sambil menghampirinya.

Levin, yang tampaknya sedang melamun, tersentak kaget. Dengan cepat, dia memasukkan sesuatu ke dalam kantong celananya. Gerakannya mencurigakan, dan meski hanya sekejap, Dira sempat melihat sekilas ke arah kantong celana itu.

"Bukan urusan lo," jawab Levin ketus, lalu tanpa basa-basi langsung meninggalkan Dira di balkon.

Dira mendengus kesal, menatap punggung Levin yang semakin menjauh. "Dasar cowok aneh. Untung ganteng," gumamnya, setengah kesal setengah terpesona.

Setelah itu, Dira pun turun ke lantai bawah. Tepat saat ia tiba di ruang tengah, pintu utama terbuka dengan bunyi lembut, "Ceklek." "Vanya? Kamu baru pulang?" tegur Dira, melihat adiknya, Vanya, diam-diam masuk ke dalam rumah. "Shhh! Jangan berisik, Kak!" bisik Vanya

1
merry jen
jgn slhinn dri mu dirr dsnii kmu knn ngebelaiin dr kmu perbuatan Naomi jg ke terlaluan wjr lhh kmu blss
merry jen
Dira berushh sndrii ajj ,,kmu gk bs MTK tp kn kmu pyn kelbhnn yg lainn ,semngtt
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓 menuju Hiatus
pocipan mampir
yu follow untuk ikut gabung ke Gc Bcm thx
Iind
halooo kak,.iklan meluncuuurrr ✈️✈️
merry jen
knp lgg tuu Dinda ,,
and_waeyo
Semangatt nulisnya kak, jan sampai kendor❤️‍🔥
Lucky One: makasih udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!