Gubee, Pangeran Lebah yang ingin merubah takdirnya. Namun semua tidaklah mudah, kepolosannya tentang alam membuatnya sering terjebak, dan sampai akhirnya menghancurkan koloninya sendiri dalam pertualangan ini.
Sang pangeran kembali bangkit, mencoba membangun kembali koloninya, dengan menculik telur calon Ratu lebah koloni lain. Namun, Ratu itu terlahir cacat. Apa yang terjadi pada Gubee dan Ratu selanjutnya?
Terus ikuti ceritanya hingga Gubee terlahir kembali di dunia peri, dan peperangan besar yang akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balas Budi Masa Lalu
Pagi yang dingin di hutan gunung Alpen. Kabut-kabut tipis menyelimuti pepohonan. Udara dingin dan segar menyentuh kulit, menghembuskan aroma pinus dan bunga-bunga dari pepohonan lainnya.
Mentari yang baru terbit perlahan-lahan menyinari rumah tua. Memantulkan sinarnya di sela-sela ranting dan dedaunan pohon Oak yang tumbuh subur di sekeliling rumah itu. Cahaya mulai masuk menjamah sarang laba-laba di balik papan rumah tua.
Terlihatlah Gubee yang terbalut jaring sutera laba-laba. Ia tak bergerak, namun jantungnya masih berdetak. Perut lebah kecil itu masih tampak sesekali menghela napas panjang. Dan seekor laba-laba tua, telah berdiri disampingnya.
Laba-laba itu mulai melepas satu persatu jaring yang membalut tubuh Gubee. Pagi yang dingin itu, membuat perut laba-laba tua itu terasa lapar.
"Sudah waktunya makan." ucapnya tersenyum dengan semangat membuka lilitan sutera. Namun alangkah terkejutnya laba-laba tua saat melihat tubuh Gubee yang telah bersih dari jaring-jaringnya.
"Ini tidak mungkin!" keluhnya heran melihat serangga yang ada di hadapannya ternyata seekor lebah, dan bukan kunang-kunang.
"Mengapa tubuhnya bercahaya?" imbuhnya seakan tak percaya dengan semua itu.
Kemudian laba-laba tua itu mengeluarkan air liurnya, dan meneteskannya ke mulut Gubee. Tak lama, tubuh Gubee tampak bergerak. Wajah Gubee yang pucat, perlahan membaik. Dan Gubee mulai membuka matanya.
"Jangan makan aku..!!" Gubee berteriak sangat kencang. Suaranya menggetarkan jaring laba-laba di sekitarnya. Ia sangat ketakutan melihat wajah laba-laba tua yang sangat dekat di hadapannya.
"Tenang anak muda! Aku tidak berniat memakanmu. Jangan terlalu banyak bergerak,nanti kau bisa terlilit kembali oleh jaringku." ujar Laba-laba tua menenangkan Gubee.
"Apa yang kau mau dariku!? Tubuhku yang kecil ini tidak akan mengenyangkan perutmu! Jangan makan aku. Lepaskan aku. Aku mohon..!
"Tenangkan dulu dirimu! Aku akan melepaskanmu. Jangan berontak, nanti kau akan kembali terjebak!" pinta laba-laba tua itu lagi.
Gubee mencoba menenangkan diri. Ia berusaha menahan tubuhnya untuk tidak banyak bergerak. Namun makhluk berbulu dan berwajah buruk di hadapannya itu, seakan membuat tubuhnya bergetar sendiri. Rasa takut, sangat mengguncang jantung Gubee.
"Jangan takut. Aku pasti akan melepaskanmu. Pulihkan dulu tenagamu. Setelah itu kau boleh pergi dari sini." ucap Laba-laba tua.
"Benarkah?" Kau tak berbohong kan??" tanya Gubee tak yakin.
Laba-laba tua itu tersenyum. "ya. Aku telah bersumpah untuk tidak akan memakan lebah." ucapnya.
Gubee mulai sedikit tenang mendengar pernyataan laba-laba tua itu.
"Kenapa semalam tubuhmu bercahaya seperti kunang-kunang, padahal kau seekor lebah?" tanya laba-laba tua.
"Itu berkat minyak yang diberi oleh Ratu semut merah." ungkap Gubee.
"Benarkah?jadi kau memiliki minyak itu?
Gubee mengangguk. Dan memperlihatkan tabung yang berisi minyak yang diberi Ratu semut merah kepada laba-laba tua.
"Kau sangat beruntung bisa memiliki minyak itu. Hanya serangga tertentu yang bisa mendapatkan hadiah istimewa itu dari Ratu semut merah. Kau pasti lebah yang baik! Sama seperti lebah yang pernah menolongku sepuluh tahun lalu." ucap laba-laba tua tersenyum gumam. "leluhurmu sangat berjasa kepadaku." akunya mengingat masa lalu.
"Benarkah??" tanya Gubee senang. Wajah laba-laba tua, mulai tak menakutkan lagi baginya.
"Ya! Dulu, di suatu hari, hidupku sedang dalam bahaya. Aku hampir saja menghadapi kematian karena badai salju yang melanda gunung Alpen. Jaring-jaring yang ku buat di sela-sela ranting pohon pinus rusak parah, tubuhku terlempar ke tanah, dan tertimbun butiran salju. Tubuhku membeku dan tak mampu lagi bergerak. Hingga akhirnya segerombolan lebah madu hutan gunung Alpen ini datang menolongku. Mereka mengeluarkanku dari tumpukan salju, dan membawaku ke rumah tua ini. Rumah ini sangat aman dan nyaman bagiku sampai hari ini, dan itu berkat lebah-lebah itu." Laba-laba tua melihat ke sekeliling rumah, dan tersenyum puas.
"Tidak hanya itu." Lebah tua melanjutkan ceritanya. "mereka juga memberiku nektar bunga yang sangat manis rasanya. Berkat nektar bunga itu, tubuhku yang lemah langsung bertenaga. Aku tak menyangka, khasiat bunga itu begitu dahsyat! Dan ternyata nektar bunga itu berasal dari bunga Edelweis, si bunga keabadian. Akupun jadi bisa hidup dua puluh tahun lebih sampai saat ini, berkat nektar bunga yang diberi lebah itu." ungkapnya.
"Aku sangat bangga bisa menjadi bagian dari keturunan mereka!" ujar Gubee senang setelah mendengar cerita si Laba-laba tua.
"Ya. Kau patut bangga, mereka sangat baik. Sejak bertemu lebah baik itu, aku bersumpah tidak akan memakan kaum lebah." jelas laba-laba tua. "jadi, kemana kau akan pergi lebah muda?" tanya laba-laba tua kemudian.
"Panggil aku Gubee." ujar Gubee tersenyum.
"Aku ingin ke puncak gunung Alpen! Aku ingin mengambil nektar bunga Edelweis yang kau ceritakan tadi." terang Gubee.
"Apa kau yakin?" tanya laba-laba tua, ragu, memandangi Gubee cukup lama.
"Maksudmu?
"Aku laba-laba yang sudah hidup sangat lama. Aku sudah sering mendengar cerita tentang lebah, dan aku tau banyak tentang lebah. Aku yakin! Kau bukan lebah pekerjakan?
"Bukan. Aku lebah jantan. Lebih tepatnya pangeran lebah." jawab Gubee.
"Kenapa kau yang harus pergi ke puncak gunung Alpen? Dimana lebah pekerja dari kolonimu? Kalian baik-baik sajakan??" Raut wajah laba-laba tua tampak menaruh bimbang.
"Kami baik-baik saja! Ada dua alasan yang mengharuskanku pergi kesana. Salah satunya demi menolong Ratu semut merah yang koloninya hampir mendekati kepunahan. Di umurnya yang sudah tua, Ratu semut merah belum bisa melahirkan penerusnya. Mungkin nektar bunga Edelweis dapat menolongnya.
"Ooo..., demi misi kebaikan. Aku semakin yakin, kaulah keturunan lebah yang menolongku dulu. Hatimu sangat baik Gubee!" Laba-laba tua menampakan raut senang. "tapi, sebaiknya kau pulang saja Gubee. Serahkan tugas baik itu kepada lebah pekerja. " tuturnya.
"Kenapa? Aku tau jalan menuju kesana!" sanggah Gubee tak senang.
"Tak semua serangga bisa mencapai puncak gunung Alpen Gubee. Disana, suhunya sangat dingin. Kadar oksigen di puncak gunung itu juga rendah. Kau takkan mampu kesana. Hanya sebagian kecil serangga, dan lebah pekerja yang mampu menempuhnya." papar laba-laba tua.
"Benarkah kata-katamu itu pak tua?
"Itu sangat benar Gubee. Fisikmu dan fisik lebah pekerja tak sama. Kalian diciptakan berbeda. Sebaiknya kau pulang saja, karena keinginanmu yang baik itu akan sia-sia dan percuma!" ucap laba-laba tua mengingatkan Gubee.
Gubee terdiam sejenak. Ia mulai menyadari, jalannya menuju bunga Edelweis tak semudah yang ia bayangkan. Masih ada banyak hal yang tak diketahuinya tentang bunga itu.
"Apakah tak ada cara agarku bisa mendapatkan nektar bunga itu pak tua?" tanya Gubee berharap.
Laba-laba tua menggelengkan kepalanya.
Pupus sudah harapan Gubee mencapai puncak gunung Alpen. Ia merenungi dirinya yang dulu begitu bangga bisa mendapatkan nektar bunga Edelweis. Ia teringat akan janjinya kepada semut penjaga. Ia juga teringat pada Ratu semut merah yang telah memberikan hadiah yang luar biasa padanya, demi berharap agar ia bisa membawakan nektar bunga keabadian.
"Aku tak mungkin lagi kembali ke sarangku. Karena, itu juga percuma." keluh Gubee.
"Saat ini lebah-lebah pekerja di koloniku sedang sibuk membangun sarang kami, dan mempersiapkan pesta. Enam hari lagi ratu lebah akan memasuki musim kawin. Kami butuh tempat yang luas untuk meletakkan telur-telu Ratu lebah, karena musim ini puncak masa suburnya, dan akan ada calon ratu baru lahir diantara telur-telur itu." ungkap Gubee kemudian dengan wajah lesu.
"Berarti kolonimu sedang mempersiapkan pesta besar-besaran Gubee?" Laba-laba tua sangat gembira mendengar kabar itu. Seakan-akan pesta itu dibuat untuknya.
Gubee mengangguk. Tapi wajahnya kehilangan rona. Tak ada yang membahagiakan baginya, selain nektar bunga Edelweis.
"Kau sungguh baik. Kau rela meninggalkan pesta besar demi membantu serangga lain. Aku semakin terkesan denganmu Gubee. Di umurku yang tua ini, belum ada perbuatan baik yang bisa ku lakukan seperti yang kau lakukan ini Gubee." Laba-laba tua terharu memandangi wajah Gubee yang rusuh.
"Di belakang gubuk ini ada danau kecil. Disana ada katak hijau penunggu danau itu. Cobalah kau bercerita tentang masalahmu ini padanya. Mungkin dia dapat membantumu Gubee." sambung laba-laba tua memberi harapan baru pada Gubee.
"Benarkah itu pak tua? Bisakah katak itu membantuku??" tanya Gubee. Wajahnya kembali berseri. Harapannya kembali hidup. Ia merasakan ada takdir baru yang akan mengantarnya menuju bunga Edelweis.
"Semoga saja! Temuilah katak itu. Bawah sedikit jaringku ini, dan jatuhkan kedalam kolam itu, maka katak hijau itu akan keluar dari persembunyiannya." papar laba-laba tua.
Lanjut Bab 5