Bagaimana jika takdirMu telah diatur?
Akan kah kita bisa mengubahnya?
Arumi,,
Gadis muda yang berusaha untuk mengubah arah hidupnya setelah banyak mengalami sakit dan kerasnya hidup.
namun akankah arah yang dia tuju dapat dicapai atau malah harus menerima suratan takdir yang sudah digoreskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona yeppo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang Sebenarnya
Suatu hari nenek terjatuh dihutan pada saat mencari tanaman herbal, kaki nya bengkak tidak bisa berjalan.
Kakek lalu membawa nya ke klinik pengobatan tradisional khusus patah tulang. Namun dokter disana menyatakan ini harus dilakukan operasi, dan tidak mungkin dilakukan di desa ini.
Mereka harus kekota untuk melakukan operasi pada kaki nenek.
Awalnya kakek bersikeras akan mengobati dengan obat herbal saja daripada harus kekota, namun melihat nenek yang selalu kesakitan ketika diolesi obat membuat kakek bersedia.
Dan juga berkat bujuk rayu yang dilakukan olehku dan Shannon.
Ditengah-tengah sibuknya aku mempersiapkan segala kebutuhan mereka dikota nanti, aku melihat seseorang yang tidak asing dimataku. Ardian, "mengapa juga pria itu ada disini. " pikirku.
Namun aku tidak ambil pusing, karena aku sudah tertangkap basah berada disini, dan juga Ardian yang sudah memelukku dengan erat. Perasaanku mengatakan ini hanya halusinasi ku saja, namun pelukannya terasa nyata. Ini benar nyata.
Ia lalu menangkup wajahku, matanya memerah, mungkin ia terharu bisa menemukanku ditempat ini, ditepi pantai tempat yang selalu aku sukai.
"kenapa kamu bisa ada disini, " tanyaku.
Ia lalu menjawab, bahwa ia ada rencana membangun resort disini, aku teringat, jika pria ini adalah keturunan atmaja, apapun bisa dilakukan nya.
Tanpa disangka-sangka akhirnya kami bertemu kembali. Ardian bahkan mengaku sudah mendapatkan restu dari ibu dan Sera. Betapa bahagianya nya aku mendengar itu semua.
Ditambah lagi Ardian mengaku, pernikahan kami tidak pernah berakhir, nenek Maryam malah sudah mendaftarkan berkas pernikahan kami.
Aku sangat senang, aku bahagia, lalu kupeluk ia. Tak malu-malu lagi, aku menyambutnya hangat. Tak kuperdulikan dari mana datangnya keajaiban ini.
Aku hanya merasa sangat senang hari ini. Lalu Ardian mengajak ku pulang. "Akan tetapi aku belum bisa " , kataku.
"nenek yang menerimaku disini sedang sakit, aku bertanggung jawab merawat mereka selama ini" lanjut ku.
Aku lalu mengajaknya kerumah untuk bertemu kakek nenek, namun Ardian menolak, ia mengatakan masih ada urusan lain disini.
Aku yang mengerti kesibukannya tidak mempermasalahkan apapun. Ia lalu pamit.
Aku hanya bisa memandanginya yang menghilang semakin jauh sampai yang ku lihat hanya sebuah titik sisa bayangan dari Ardian.
Panggilan kakek membuyarkan lamunanku. kakek mengajak untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat.
Aku menoleh kebelakang, berharap bayangan Ardian masih ada disana, namun itu hanyalah anganku saja.
Jika pun ia kembali lagi nanti, mungkin aku sudah berada di kota lain bersama kakek dan nenek.
***
Hari kini mulai beranjak siang, sudah banyak penduduk desa yang berdatangan, mereka ingin mengantarkan kami pergi, sambil mendoakan yang terbaik untuk nenek.
Aku, Shannon, kakek, nenek, ibu Shannon dan ayahnya pergi bersama mengendarai pickup milik keluarga Shannon.
Mereka akan mengantarkan kami ke stasiun. Keberangkatan kami tidak bisa ditunda terlalu lama lagi, jadi harus dilalui walaupun malam sebentar lagi menyapa. Aku telah membawa segala persiapan untuk nenek termasuk selimut nanti jika nenek merasa kedinginan.
Shannon tentu ikut bersama kami, aku dan Shannon sepakat akan mencari alamat yang tertera didalam surat yang telah kami temukan itu.
Ia juga mengaku rumah sakit itu adalah rumah sakit tempat mereka melakukan praktek dan berbagai penelitian.
***
Perjalanan yang harus kami tempuh memakan waktu 5 jam, setelah itu kami akan lanjut berganti kereta menuju kota yang akan kami tuju.
Shannon mengaku, ini pertama kalinya ia melakukan perjalanan dengan kereta api, didalam hati aku juga mengiyakan perkataan Shannon. Aku juga tidak pernah melakukan perjalanan kemanapun. Jika ada acara sekolah, aku memilih tidak ikut selain karena itu mengeluarkan uang yang lumayan banyak, aku juga tidak akan diberi kesempatan oleh orang tuaku.
Esok harinya jam 6 pagi, kami tiba di stasiun terakhir, awalnya aku tidak merasa ada yang aneh di stasiun ini. mungkin karena aku tidak pernah menginjak kan kaki ditempat ini.
Namun ketika supir taksi membawa kami ke suatu rumah sakit yang amat aku kenali, Horrizon Hospital.
Tubuhku terpaku, seketika aku lupa tujuan awalku berada disini. Beruntung saja Shannon segera menyadarkanku untuk segera membayar ongkos taksi.
Lalu aku tergopoh-gopoh menghampiri kakek dan nenek yang sudah berada di kursi luar rumah sakit.
Kami mendaftarkan nenek ke suster jaga, namun keanehan kembali terjadi, mereka tidak ada yang mengenaliku.
Aku merasa aneh, tapi tetap lanjut menjalani segala prosedur pengobatan ini.
Setelah kami mendapatkan ruangan, aku segera menyarankan supaya kakek dan nenek istrahat sambil menunggu dokter yang akan menangani kaki nenek.
Untuk mendapat dokter juga masih harus membutuhkan waktu karena tidak semua dokter berjaga ditempat. Kebetulan dokter yang akan menangani nenek masih melakukan sebuah operasi, jadi kami diharuskan menunggu sambil istrahat.
Shannon sedari tadi sudah pamit katanya ada yang ingin ia temui dirumah sakit ini.
***
Dokter yang kami tunggu-tunggu pun akhirnya datang juga. Nenek lalu dibawa oleh beberapa suster untuk melakukan berbagai langkah pemeriksaan sebelum diadakan operasi. Aku dan kakek hanya bisa menunggu didepan ruangan rontgen tersebut.
Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter menyatakan ada gumpalan darah yang terjebak di persendian kaki nenek, jadi harus dilakukan operasi pembersihan darah itu.
Namun ada berita buruknya, kemungkinan untuk berjalan normal akan sulit dikarenakan usia nenek yang sudah tua. Sesungguhnya kami juga tidak berharap banyak, mengingat massa pertumbuhan otot tidak akan secepat manusia muda.
Kami hanya berharap rasa sakit itu segera hilang agar nenek tidak lagi merasakan kesakitan setiap kali kakinya tidak sengaja tersentuh.
***
Setelah mendapat hari yang ditentukan untuk melakukan operasi yaitu besok sore, aku segera menyempatkan waktu singkat ini untuk mencari alamat yang tertera di surat Arumi dahulu.
Aku dan Shannon menuju alamat yang tertulis. Ada sebuah rumah mewah, dikelilingi pagar yang menjulang tinggi.
Setelah kami membunyikan bel, muncul seorang wanita dewasa seumuran ibuku. Perawakannya sedikit mirip nenek, namun karena nenek sudah keriput, kemiripan itu tidak mudah ditemukan.
Aku menunjukkan foto tersebut, membuat wanita yang bisa dipastikan bernama Arumi itu seketika menutup wajahnya dan menangis.
"ayah, ibu, hiksss
"Mereka ada disini sekarang, anda bisa menemui mereka. nenek selalu menantikan kepulangan putrinya." ucapku.
Tak menunggu waktu lama, kami membawa wanita tersebut kerumah sakit untuk menemui kakek dan nenek.
Kakek yang melihat putrinya ad dihadapannya tentu saja kaget, sedih, sekaligus marah terlihat jelas diwajahnya.
"Ayah, maafkan aku, aku tidak bisa menemui kalian, aku mengaku pada keluarga suamiku bahwa aku tidak memiliki orang tua lagi", Ia berlutut dihadapan kakek.
" tidak ada yang perlu dimaafkan, dimata kami putri kami rumi sudah tiada sejak puluhan tahun lalu".
Aku lalu mengajak wanita itu berdiri, " berlutut juga tidak akan menyelesaikan masalah, " kataku.
"tunggu lah nenek bangun dulu, orang yang paling ingin bertemu denganmu adalah nenek" ucapku lagi.
***
Kaki nenek sudah dioperasi kini tinggal menunggu pemulihannya saja. putri mereka juga yang sudah bertemu dan meminta maaf yang membawa kesembuhan dihati nenek. Ia kembali ceria, kakek juga memutuskan memaafkan putrinya demi kesembuhan nenek.
Aku merasa lega, sperti sebuah tembok besar telah berhasil aku runtuhkan, aku dan Shannon memutuskan untuk istrahat dihotel terdekat karena hari sudah malam.
POV end
Bersambung...
s'moga berujung indah