Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Penghasut
"Dua tahun?" tanyaku dengan nada tak percaya.
Dave mengangguk.
"Waktu yang cukup lama untukku dan Dave untuk berbagi tempat tidur," timpal Noel.
Hatiku panas mendengar jawaban mereka. Terutama Noel, dia dengan mudahnya mengutarakan semua yang ada di dalam pikirannya. Pria itu seolah tidak sabar untuk memberitahuku bahwa hubungan yang mereka jalani ini bukan main-main.
Rasanya isi kepalaku ingin melompat keluar. Akh sedikit bergidik saat membayangkan mereka berbagi tempat tidur dan bertukar keringat. Aku menghembuskan napas kasar. Mencari oksigen untuk mengisi otak dan hatiku agar kembali dingin.
"Tenang, Ella! Tenang!" aku berusaha menenangkan diri.
Noel tersenyum licik, senyum penuh kemenangan. Dia pikir dengan bicara seperti itu bisa membuatku ciut. Disaat aku sedang sibuk membenahi diri, Dave melepas genggamannya. Dia berdiri dan menyeret Dave untuk mengikutinya.
"Noel! Sudah ku katakan jangan ikut campur!" seru Dave tegas.
Noel tertawa mengejek lalu berkata," Memangnya kau pikir dengan memberitahunya bahwa kau mencintainya, dia akan menerima keadaanmu yang seperti ini dengan ikhlas? Ingat Dave! Wanita itu penuh tipu muslihat. Sekarang dia merasa dirinya menjadi korban dan terlihat seperti wanita baik-baik. Lihat saja nanti! Setelah dia bisan dan mendapatkan pria yang lebih darimu, kau akan dicampakkan!" Noel tak kalah tegas membalas Dave.
Suara Noel cukup keras hingga aku dapat mendengar percakapan mereka. "Dasar penghasut!" ucapku pelan.
Ternyata selain merebut suami orang, hobinya menghasut. Satu lagi, tukang fitnah. Enak saja dia mencap aku sebagai wanita yang penuh tipu muslihat. Aku sebagai wakil kaum hawa tentu tidak terima. Pria bernama Noel ini semakin menjadi-jadi saja tingkahnya.
"Kau tidak kenal Ella. Dia berbeda dari wanita mana pun," balas Dave.
"Mau Ella atau wanita mana pun, semuanya sama saja. Dave, buka pikiranmu! Hanya aku yang bisa menerimamu apa adanya," koar Noel.
"Kalau kau bisa menerima suamiku apa adanya kenapa dari tadi kulihat kau sibuk menghasutnya?" aku tidak tahan melihat perangai Noel dan mendengar ocehannya yang sudah kelewat batas.
Aku spontan bangkit dari sofa saat Noel berusaha meracuni pikiran Dave. Lelaki betina ini tidak bisa dibiarkan.
"Kau!" Noel menunjukku.
"Jangan pernah menunjuknya!" tegas Dave.
Dave langsung pindah posisi. Dia berdiri di depanku bagai benteng yang siap melindungi jika aku diserang seekor banteng. Siapa lagi kalau bukan Noel. Di sini Dave memberi nilai tambah. Setidaknya Dave masih bisa aku selamatkan. Buktinya dia masih punya hati. Dia memilih aku sebagai istrinya ketimbang lelakinya.
Noel bungkam tapi tidak beranjak dari ruangan ini. Entah apa lagi yang ditunggunya. Apa menunggu diusir baru pergi? Ternyata sulit juga berhadapan dengan pelakor laki-laki.
Setelah Noel tenang, Dave kembali membuka suara, "Ella sayang, aku tidak ingin berbelit-belit lagi."
"Oh, jadi Dave juga ingin mempercepat!" ujarku dalam hati.
"Aku ingin kau bisa menerima kehadiran Noel di antara kita," ujar Dave sambil menatapku sendu.
Aku menatap pria yang sudah ku nikahi selama lima tahun itu tanpa berkedip. Apa maksudnya menerimanya? Menerimanya sebagai suami kedua Dave atau istri kedua? Astaga, aku sangat bingung harus menyebutnya apa!
Aku jadi teringat judul novel dadakan yang akan ditulis Rei, madu hitam. Astaga aku benar-benar memiliki madu seorang pria tulen. Apa yang harus aku lakukan? Ini diluar rencana yang sudah ku susun dengan rapi.
"Kalian sudah menikah?" pertanyaan konyol yang keluar begitu saja dari mulutku.
"Itu tidak mungkin ... sedikit lagi," jawab Dave dan Noel bersamaan.
"Dave!" seru Noel tak terima.
"Mana yang benar?" tanyaku.
"Kami akan segera menikah," jawab Noel.
"Mana ada kantor urusan agama yang akan melayani pernikahan kalian," balasku.
"Kau pikir kami akan menikah di sini!" ketus Noel.
Tentu saja aku tahu ada banyak negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Ini terlalu cepat untukku.
"Noel!" teriak Dave.
Aku terkejut mendengar Dave berteriak. Dia tidak pernah melakukan hal itu. Ternyata berita pernikahan mereka tidak membuatku terkejut dibandingkan dengan teriakan Dave. Suamiku saat ini bukan marah tapi murka.
"Pergi dari sini sekarang!" tegas Dave sambil menunjuk pintu keluar.
Ku lihat wajah Noel memucat saking terkejutnya. Untung bukan aku yang membuat Dave murka. Lelaki betina itu langsung mengambil langkah seribu. Dia membuka pintu dengan paksa dan sengaja menutupnya sekeras mungkin. Dave mengusap wajahnya berkali-kali. Pria tampan itu terlihat sangat frustasi.
"Tadinya aku ingin semua ini tetap menjadi rahasia hingga aku bisa menemukan jati diriku. Kau tetap menjadi istriku yang baik dan Carla menjadi satu-satunya putri kita. Tapi, takdir ingin aku mengungkap rahasia ini melalui mu," ucap Dave.
"Jika semuanya tetap pada tempatnya, aku yakin semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan ada hari ini," timpalnya lagi.
Sekarang Dave seperti seseorang yang sedang menumpahkan segala isi hatinya. Rasa kecewa, cemburu, dan marah di hatiku malah menghilang berganti sedih. Hatiku pilu melihat suamiku seperti itu.
"Dave, aku masih istrimu," ucapku sambil menggenggam tangannya.
"Apa aku terlihat akan meninggalkanmu?" tanyaku.
Dave menatapku dengan tatapan bersalah.
"Maaf. Aku tidak ingin seperti ini," ucapnya sambil memelukku.
"Aku tahu," jawabku sambil melepas pelukannya.
"Tapi ada satu hal yang ingin aku tanyakan. Saat ini aku hanya percaya padamu," ucapku lagi.
Dave mengangguk.
"Seserius apa hubungan kalian? Apa yang dikatakan Noel semuanya benar?" tanyaku.
"Kami cukup dekat. Aku tidak ada niatan untuk menikahinya. Noel yang sangat antusias atas hubungan terlarang ini," jawab Dave.
"Bagaimana perasaanmu padanya?"
"Jujur, aku merasa nyaman."
Baiklah. Jawaban jujur Dave membuat hatiku panas dingin..
"Apa kalian sudah ...?" aku tidak berani menyelesaikan kata terakhir sebagai pelengkap pertanyaanku.
Aku memperagakan dengan menyatukan kedua telapak tangan. Jemariku saling bertaut lalu bergerak menirukan gerakan beradu.