Sejak lahir, Jevan selalu di kelilingi oleh para perempuan. Ia tak pernah tahu dunia lain selain dunia yang di kenalkan oleh ibunya yang bekerja sebagai penari pertunjukan di sebuah kota yang terkenal dengan perjudian dan mendapat julukan The sin city.
Jevan terlihat sangat tampan sampai tak ada satupun perempuan yang mampu menolaknya, kecuali seorang gadis cuek yang berprofesi sebagai polisi. Jevan bertemu dengannya karena ia mengalami suatu hal yang tak lazim di hidupnya.
Peristiwa apakah yang telah di alami oleh Jevan? Ikuti ceritanya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Adil untuk Louisa dan Jenny
"Jenny... Kamu bikin kaget aja sih! Lagian buka pintunya ga usah full power dong!"
"Hehehe... Sorry, sorry... Aku lagi kelebihan energi kayaknya saking leganya aku karena akhirnya bisa tahu keberadaan kamu, Lou. Aku sempat bingung tadi"
"Maaf ya, kami lupa ngabarin kamu tadi"
"Ga apa-apa, yang penting kamu udah dapat penanganan dari dokter. Jadi, apa kata dokter? Kamu sakit apa?"
"Dia kena tipus, Jen. Jadi ia perlu istirahat total di sini sampai sembuh nanti"
"Ooo... Oke. Jadi kamu akan temani Louisa terus, Jev?"
"Iya. Tapi kalau kamu mau gantian sesekali aku juga ga keberatan sih"
"Boleh-boleh aja asal ga pas aku lagi kerja. Emangnya kamu ga kerja, Jev?"
"Aku bisa libur dulu sampai Louisa sembuh"
"Jev, jangan. Kamu harus tetap kerja. Ga apa-apa kamu tinggal aku di sini sendirian. Kan kalau ada perlu apa-apa tinggal panggil suster"
"Trus yang urus administrasi sama ambil obat siapa?"
"Aku bisa panggil suster juga"
"Tugas mereka kan banyak, Lou. Ada beberapa tugas mereka yang ga bisa mereka handle sendiri, Lou. Udahlah jangan protes, Aku akan temani kamu selama kamu di rawat di sini"
"Soal biaya rumah sakit gimana ya, Jev? Di sini pasti mahal"
"Ga usah khawatir soal itu, Lou. Semua biaya akan aku tanggung"
"Memangnya kamu ada uang, Jev?"
"Aku ada sedikit tabungan, Lou"
"Aku akan ganti uangmu, Jev"
"Tak usah, Lou. Yang penting sekarang kamu sehat dulu"
"Iya Jevan benar, Lou. Yang penting kamu sehat dulu"
"Baiklah Jev, kita akan bicarakan itu lagi nanti"
"Iya, Lou"
"Aku sama Jenny sekarang udah kayak anak sebatang kara. Andai mama aku bisa jadi mama yang baik seperti mommy kamu mungkin kami ga akan terlantar seperti ini. Iya kan, Jen?"
"Iya, Lou. Tapi kalau lagi sakit gini seharusnya ga ngomong yang sedih-sedih dulu, Lou"
"Jenny benar, Lou. Jangan berpikiran seperti itu. Aku juga sebenarnya jadi merasa bersalah karena telah memenjarakan ibu kalian"
"Tak perlu merasa begitu, Jev. Jujur aja, sebenarnya aku agak lega mamaku di penjara, karena kami benar-benar tidak cocok. Tiap dia ada di rumah kami selalu saja ribut. Mungkin sifatku lebih banyak mirip ayah kandungku, siapapun dia"
Louisa tersenyum. Jenny memang baru berusia 16 tahun, lebih muda dari setahun dari Louisa. Tetapi terkadang cara berpikirnya lebih dewasa dari dirinya. Seperti yang Jevan pernah bilang, mereka memang di paksa untuk menjadi dewasa sebelum waktunya.
***
Louisa telah di rawat selama 3 hari. Di hari Senin siang yang cerah, sepulang sekolah, Jenny yang hari itu kebetulan juga sedang libur bekerja karena kliennya sedang tidak membuat janji dengannya memutuskan untuk bergantian menjaga Louisa. Jevan rencananya akan pulang untuk memeriksa keadaan mommy-nya masih ada di rumah sakit sambil berbincang ringan dengan Louisa dan Jenny yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri.
Jenny berbicara dengan Louisa dan Jevan sambil memotong buah apel untuk Louisa.
"Jev... "
"Iya, Lou?"
"Aku punya satu permintaan untukmu. Kira-kira kamu mau mengabulkannya ga ya?"
"Permintaan apa? Kamu mau aku belikan sesuatu?"
"Bukan, aku bukan minta di belikan makanan, Jev"
"Lalu kamu mau apa?"
"Well... Mmm... Tahun depan kan aku lulus sekolah. Dan nantinya akan ada prom night, aku mau kamu jadi teman kencanku untuk prom nanti"
"Lou, memangnya ga ada cowok yang kamu taksir di sekolah? Aku kan kayaknya ketuaan buat jadi kencan prom kamu"
"Tapi kamu belum setua itu kok, lagipula ga ada cowok yang mau sama aku karena entah siapa yang membocorkan, mereka tau tentang pekerjaan... Aku... "
Jenny memandang Louisa dengan sedih. Tapi ia mengerti perasaan Louisa karena ia juga mengalaminya.
"Louisa benar, Jev. Mereka tahu tentang pekerjaan kita, makanya ga ada yang mau berteman sama kita. Tapi aku sebenarnya pernah kesal sama mereka trus aku minta tolong sama beberapa bodyguard Nino untuk mengerjai mereka, termasuk sekelompok cewek yang pernah bully Louisa"
"Benarkah? Kapan ini terjadi? Kok kalian ga pernah kasih tau aku sih?"
"Kamu kan sibuk kerja, Jev. Apalagi sekarang kamu ga tinggal dekat kita lagi jadi agak susah untuk hubungi kamu"
"Lain kali jangan lakukan itu tanpa sepengetahuan aku, Jen. Kamu harus waspada, kalau perlu mulai sekarang kalian belajar ilmu beladiri untuk berjaga-jaga"
"Supaya kami bisa membela diri ketika kamu ga ada ya, Jev?"
"Iya, tapi kalian tetap harus beritahu aku kalau ada kejadian kayak gini lagi"
Jevan kemudian menghela nafasnya.
"Aku prihatin dengan keadaan ini. Memang kita terpaksa menjalani ini karena tak ada pilihan lain. Tapi aku ingin menawarkan homeschooling kepada kalian kalau kalian merasa ga nyaman di sekolah biasa"
"Jangan khawatir, aku baik-baik aja, Jev. Aku masih bisa bertahan dan membela diriku sendiri. Tapi kalau Louisa yang mau homeschooling sih aku setuju aja"
"Kamu dari dulu memang pemberani, Jen. Eh aku ralat deh, kamu bukan pemberani tapi nekat"
Mereka bertiga lalu tertawa bersama.
"Jadi gimana Lou? Kamu mau tetap sekolah reguler atau homeschooling?"
"Homeschooling kan mahal, Jev. Lagipula sedikit lagi aku lulus, ga sampai setahun lagi. Aku rasa aku bisa tahan kok"
"Jadi kamu tetap mau sekolah reguler?"
"Iya, Jev. Aku ingin sekolah seperti anak normal lain walaupun aku ga punya bayangan akan kuliah atau ngga nanti"
"Baiklah, kalau kamu mau aku jadi teman kencan kamu nanti pas prom, aku bersedia asalkan kamu ga keberatan kencan sama cowok yang lebih tua"
"Aku sih ga keberatan asalkan cowoknya itu kamu, Jev"
"Trus aku gimana?"
"Gimana apanya, Jen? Kamu kan masih lama lulusnya"
"Kalau Louisa mau kamu jadi teman kencan dia pas prom nanti, aku juga mau"
"Jen, kamu bukannya gampang cari cowok buat kamu ajak ke pesta prom?"
"Iya sih, tapi mereka semua cuma mau memanfaatkan aku Jev, karena mereka tau pekerjaan aku. Kalau kamu kan aku udah tau gimana orangnya"
Jevan pikir ia harus adil kepada Louisa dan Jenny yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri walau pria pertama yang melakukan hubungan se*sual dengan Louisa adalah Jevan atas permintaan Louisa sendiri, tapi mereka merahasiakan itu dari Jenny karena mereka tau Jenny akan meminta permintaan yang sama seperti Louisa.
"Baiklah, aku akan jadi teman kencan kamu di acara kelulusan kamu nanti. Tapi hanya kencan di pesta dansa ya, setelah itu ga booking hotel seperti tradisi teman-teman kamu"
"Yah... Kenapa ngga sih, Jev? Apa salahnya melakukan itu sekali aja sama aku?"
"Karena kamu dan Louisa udah aku anggap seperti adik sendiri, jadi rasanya akan aneh kalau kita melakukan itu" Jevan lalu melirik ke arah Louisa untuk tetap menjaga rahasia mereka dan Louisa sekilas mengedipkan kedua matanya untuk memberitahu Jevan kalau ia mengerti maksud Jevan.
"Ya udah deh, aku rasa setelah prom aku bisa ajak cowok culun mana aja yang mau tidur denganku. Tapi mungkin rasanya agak membosankan karena nantinya aku yang harus mengajari cowok culun itu"
"Darimana kamu tau kalau cowok culun yang kamu pilih nanti akan jadi membosankan? Belum tentu loh, Jen. Nanti bisa-bisa malah kamu yang kewalahan"
Louisa tertawa mendengar ucapan Jevan.
"Well, lihat aja nanti, Jev. Kamu atau aku yang benar"
"Mau taruhan, Jen?"
"Oke, siapa takut?"
"Ya udah, deal kalau gitu. Tapi ingetin aku ya, karena pesta prom kamu kan masih lama"
"Aku akan menandainya di kalender yang ada di HP aku nanti supaya ga lupa"
"Terserah kamu aja, Jen. Atur aja"
Jevan kemudian melirik jam tangannya. Hari sudah mulai sore yang artinya ia harus pulang.
"Aku pulang dulu ya, kalian baik-baik di sini. Kalau ada perlu apa aja hubungi aku. Oke?"
"Oke, Jev"
Ketika Jevan keluar dari ruang inap tempat Louisa di rawat, ponselnya berdering. Sebuah nomor tak di kenal muncul di layar ponsel Jevan, jadi Jevan memutuskan untuk tidak mengangkat telepon tersebut dan berjalan ke tempat parkiran untuk naik ke mobilnya dan pulang ke rumah.