Jevan Dan Para Perempuan
Anak laki-laki itu berlarian di lapangan terbuka tanpa alas kaki. Ia begitu senang mendapatkan teman bermain sesama laki-laki karena selama ini ia selalu bermain bersama dua anak perempuan, tidak ada anak yang lain, hanya mereka bertiga. Ia bosan selalu berperan sebagai Ken dan kedua anak perempuan yang bernama Louisa dan Jennie itu selalu menjadi barbie. Ya, Ken punya dua istri dan dua-duanya bernama Barbie.
Cuaca di sore hari itu sangat cocok untuk bermain layang-layang. Meski anak laki-laki itu tak memiliki layang-layang seperti teman-temannya, tapi ia merasa sangat senang berlari mengejar layang-layang bersama teman-teman barunya. Ketika akhirnya ia berhenti berlari untuk mengatur nafasnya yang terengah-engah, ia merasakan sebuah tangan mendarat di pundaknya. Ia merasakan sebuah tangan besar yang ia duga adalah milik tangan seorang pria. Tanpa menoleh pun ia tahu siapa orang tersebut.
"Sudah waktunya pulang, Jevan"
"Tapi Nino... "
Anak laki-laki yang bernama Jevan itu tak berani melanjutkan ucapannya ketika melihat tatapan tajam dari pria tinggi besar bernama Nino tersebut. Dengan langkah gontai, ia mengikuti langkah besar Nino. Teman-teman barunya kemudian melambaikan tangan padanya.
"Sampai ketemu lagi, Jevan! Nanti kita main lagi ya!"
Jevan hanya menjawab dengan anggukan di kepala sambil mencoba untuk tersenyum walau sebenarnya ia ingin menangis. Saat itu ia baru berumur 6 tahun dan sangat menginginkan kehidupan normal seperti teman-teman barunya yang entah kapan bisa bertemu lagi karena Nino sudah terlanjur menemukannya.
***
Ketika kembali ke tempat yang sejak ia lahir di anggap sebagai rumah, Jevan tak kuasa menahan tangisnya waktu ia melihat mommy-nya.
"Aku hanya ingin bermain seperti anak laki-laki lainnya, mommy! Kenapa tidak boleh?"
"Maafkan mommy, Jevan. Hidup kita memang sudah seperti ini dan tak bisa berubah untuk selamanya"
"Kenapa kita ga pergi dari sini, mommy? Aku ingin jadi anak normal seperti anak laki-laki lain, mommy!"
"Kamu memang normal, Jevan"
"Aku ga normal, mommy! Aku mau bebas main kayak anak-anak lain, aku mau punya daddy, dan aku bosan liat mommy menari sambil pakai baju kurang bahan hampir tiap hari!"
"Jevan, jaga ucapan kamu! Mommy terpaksa kerja kayak gini supaya kita bisa makan!"
"Kenapa ga minta sama daddy aja jadi mommy ga perlu kerja!"
"Daddy yang mana? Mommy sendiri ga tahu daddy kamu yang mana!"
Setelah itu wanita yang bernama Simone tersebut menangis tersedu-sedu, membuat Jevan terdiam kemudian ikut menangis bersama ibunya sambil saling berpelukan dengan erat. Sejak itu Jevan tak pernah lagi bertanya tentang siapa ayahnya karena ia tahu kalau itu hanya akan membuat ibunya menjadi sedih.
***
Terkadang, beberapa orang merasa tak punya pilihan dalam hidup, seperti yang di rasakan oleh Catherine Simone Williams. Dulunya, ia adalah seorang gadis cantik dengan tubuh ideal dan tinggi semampai. Selain cantik, sewaktu masih sekolah ia pandai dalam bidang olahraga, terutama di cabang olahraga gimnastik dan atletik.
Suatu ketika, tanpa di duga kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Mobil yang di kendarai oleh ayahnya dengan ibunya yang duduk di sebelahnya tiba-tiba di tabrak oleh sebuah truk dari belakang. Setelah kecelakaan baru di ketahui kalau supir truk tersebut mengalami mabuk berat sebelum mengendarai truknya. Karena kerusakan yang parah pada truk tersebut membuat supir truk tersebut tewas di tempat. Sedangkan kedua orang tua Simone yang waktu kecil masih di panggil dengan Catherine, meninggal di rumah sakit.
Setelah kematian kedua orang tuanya, Simone tinggal bersama paman dan bibinya. Tetapi karena mereka memiliki banyak anak, membuat mereka tak sanggup untuk merawat Simone. Akhirnya Simone di titipkan ke panti asuhan, sampai suatu hari seseorang mengajaknya untuk bergabung di tempat seni pertunjukan sebagai seorang gadis penari.
Sebenarnya pertunjukan seni tari sebagai penari hanya murni menampilkan pertunjukan seni tari walau mereka berpenampilan terbuka dengan pakaian kurang bahan seperti yang Jevan sebutkan sebelumnya. Tetapi sayangnya, tempat pertunjukan dimana Simone bekerja berbeda. Mereka bisa menari di balik layar atas permintaan pelanggan di luar hari pertunjukan yang biasanya di adakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Nino yang oleh orang luar di anggap sebagai ketua satuan keamanan ternyata adalah mu**ikikari Simone dan teman-temannya di tempat pertunjukan tersebut.
Sebenarnya, sering kali Simone ingin pergi dari tempat tersebut bersama Jevan dan memulai hidup baru yang lebih baik, tetapi tiap kali ia ataupun teman-temannya yang lain mencoba untuk kabur, Nino dan para anak buahnya selalu dapat menemukan mereka dan membawa mereka kembali. Jadi ia dan teman-temannya tak punya pilihan lain selain bertahan di tempat tersebut.
***
Jevan menaiki atap tempat ia tinggal bersama mommynya. Ia kemudian mengeluarkan sebatang rokok yang ia simpan di saku bajunya. Usianya sudah 17 tahun tapi ia merasa seperti sudah berumur 100 tahun karena terlalu banyak berfikir.
"Lagi banyak pikiran, Jev?"
"Lou, kok kamu tau sih aku lagi ada di sini?"
"Ini kan salah satu tempat favorit kamu"
"Kamu memang paling perhatian sama aku"
"Lebih daripada Jennie?"
"Kenapa bahas Jennie? Kamu cemburu ya sama dia?"
"Entahlah, mungkin karena aku lihat kamu ciuman sama dia kemarin"
"Dia yang cium aku duluan!"
"Trus kamu pasrah gitu? Kamu kan bisa nolak, Jev!"
"Aku kan pria normal, Lou! Kalau aku nolak kan sayang!"
"Brengsek kamu! Katanya kamu cuma sayang sama aku tapi malah mencium Jennie!" Louisa lalu memukuli dada Jevan karena kesal.
"Aku memang sayang sama kamu, Lou!"
"Pembohong!"
Jevan kemudian memegangi kedua tangan Louisa dan meletakan kedua tangan Louisa ke tengkuknya. Lalu Jevan mulai mencium bibir Louisa dengan penuh gairah.
"Aku sudah buktikan kan kalau aku sayang kamu?"
"Dengan mencium aku? Itu ga membuktikan apa-apa, tau!"
"Sudahlah, Lou. Aku janji ga akan berciuman dengan Jennie lagi"
"Beneran loh ya, aku pegang janji kamu. Sama kalau lagi kerja juga jangan berciuman"
"Iya siap"
Kemudian ponsel Jevan berdering. Melihat nama di layar ponselnya membuat Jevan malas mengangkatnya.
"Siapa yang telepon? Kenapa ga di angkat?"
"Malas"
Louisa kenudian merebut ponsel Jevan dari tangannya.
"Hei, sudah jangan di lihat!"
Louisa mengenali nama yang tertera di layar ponsel milik Jevan.
"Apakah ini tante yang waktu itu?"
"Iya, Lou"
"Kenapa kamu ga mau angkat teleponnya? Dia kan pasti punya banyak uang untuk kamu"
"Karena aku ga mau jadi pria peliharaan"
"Tapi Jevan, kalau dia membayar kamu dengan jumlah yang lebih besar dari yang biasa kamu terima dengan pelanggan lain, lebih baik kamu terima aja"
"Lou, kamu kan tau pertama kali aku terima dia karena terpaksa, karena aku sedang butuh banyak uang untuk membebaskan kamu dari si brengsek itu"
"Iya sih. Jadi kamu benar-benar sayang sama aku ya?"
"Sayang dong, masa aku bohong sama kamu sih?"
"Sama Jennie juga sayang?"
"Sayang, tapi cuma sebatas adik sama kakak"
"Berarti sama aku lebih dari sayang?"
"Iya"
"Jadi apakah itu cinta?"
"Lou, kamu kan tau dengan hidup kita yang seperti ini, sulit untuk memiliki rasa yang tulus seperti cinta. Tapi seharusnya kamu tau gimana perasaan aku ke kamu"
"Iya, aku ngerti"
Louisa kemudian bersandar di bahu Jevan sambil memandangi matahari yang akan terbenam.
"Kalau boleh, aku ingin selalu seperti ini. Memandang matahari terbenam bersamamu, Jevan"
"Aku juga ingin seperti ini terus, Lou"
Kemudian ponsel Jevan berdering lagi, tetapi kali ini ia mematikan ponselnya karena ia memang sedang enggan menerima telepon dari siapa pun karena ia hanya ingin menikmati momen damai ini bersama Louisa. Tapi sayangnya, hal itu tak berlangsung lama karena seseorang datang menyusul mereka dengan naik ke atap.
"Jevan, ayo turun. Di bawah ada yang mencarimu, waktunya untuk bekerja"
"Hhh.. Yah, baiklah bos... "
Jevan dan Louise saling berpandangan dengan sedih. Tetapi akhirnya Louisa menganggukkan kepala, tanda ia mengizinkan Jevan untuk pergi dari tempat tersebut.
"Pergilah, aku ingin di sini dulu sebentar"
"Baiklah, tapi jangan lama-lama ya. Di sini mulai agak dingin, aku ga mau kamu sampai masuk angin"
"Iya, Jev"
Kemudian Jevan turun bersama pria itu yang ternyata adalah Nino.
"Jevan, sebelum kamu bertemu dengan tamu ini, aku ingin tanya dulu sama kamu"
"Tanya apa, Nino?"
"Kamu masih normal, kan?"
"Tentu saja. Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
Kemudian Nino menunjuk ke arah tamu Jevan yang ternyata berjenis kelamin laki-laki. Bukan hanya itu, Nino juga merasa khawatir karena Nino tahu kalau pria itu adalah seorang polisi.
"Apakah kamu sedang berada dalam masalah, Jevan?"
"Aku rasa tidak, Nino. Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja"
Jevan kemudian menemui tamunya.
"Halo, Ron"
"Hei, Jev. Aku kesini untuk menagih janjimu"
"Baiklah, ayo kita bicara"
Jevan dan pria yang bernama Ron tersebut kemudian pergi ke suatu tempat untuk bicara, meninggalkan Nino yang penasaran dengan isi percakapan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
katanya polisi wanita lha ini koq pria? Apa aku salah baca sinopsis nya?
2024-10-01
0
anggita
🔥❤Louisa.. 😘Jevan... Jennie😘
2024-08-25
1