NovelToon NovelToon
Tarian Di Atas Bara

Tarian Di Atas Bara

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Nikahmuda / Teen School/College
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Bintang Ju

"Tarian di Atas Bara"
(Kisah Nyata Seorang Istri Bertahan dalam Keabsurdan)

Aku seorang wanita lembut dan penuh kasih, menikah dengan Andi, seorang pria yang awalnya sangat kusayangi. Namun, setelah pernikahan, Andi berubah menjadi sosok yang kejam dan manipulatif, menampakkan sisi gelapnya yang selama ini tersembunyi.

Aku terjebak dalam pernikahan yang penuh dengan penyiksaan fisik, emosional, dan bahkan seksual. Andi dengan seenaknya merendahkan, mengontrol, dan menyakitiku, bahkan di depan anak-anak kami. Setiap hari, Aku harus berjuang untuk sekedar bertahan hidup dan melindungi anak-anakku.

Meski hampir putus asa, Aku terus berusaha untuk mengembalikan Andi menjadi sosok yang dulu kucintai. Namun, upayaku selalu sia-sia dan justru memperparah penderitaanku. Aku mulai mempertanyakan apakah pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik, atau harus selamanya terjebak dalam keabsurdan rumah tanggaku?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Ju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku melahirkan anak ketiga

Sembilan bulan sudah aku menghamilkan anak ketigaku. Semakin lama, perut ini semakin besar dan berat. Namun pun aku merasakan beratnya kehamilan ketigaku ini, tapi suamiku sama sekali tidak pernah peduli kepadaku. Dia tetap melakukan aktivitasnya bersama teman-temannya, mencari kesenangannya sendiri dan menelantarkan aku dan kedua anak kami.

Berkat ibadah dan bacaan Al-Qur’an yang selalu aku lakukan selama ini, sehingga semua ini bisa aku lalui dengan baik. Dan tak terasa, sedikit waktu lagi aku akan melahirkan anak ketiga.

Siang itu, saat aku bangun tidur, aku hendak mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat dzhuhur, tapi …

“Aduh, kakiku kok berat sekali. Perutku juga sakit, apa aku sudah mau melahirkan?” Tanyaku dalam hati sambil memegang perutku bagian bawah.

“Tolong!, ada orang?. Andi? Tri?” Teriakku dengan nada rendah.

Tidak ada jawaban. Keadaan rumah sangat hening. Tiada terdengar apa-apa selain suara angin di antara dedaunan di luar rumah.

“Andi! Tri!?. Kemana orang-orang ini?

Karena tidak ada yang menyahut panggilanku, aku pun berusaha bangkit dari tempat tidur dan berusaha berjalan ke dapur.

“Aku harus bisa”

Sambil berpegangan di dinding rumah, akhirnya aku sampai di dapur. Aku raih timba dan mengambil air wudhu.

Dan dengan penuh perjuangan, akhirnya aku berhasil menunaikan sholat dzhuhur.

Hari itu, aku merasakan berat di perutku. Aku yakin bahwa itu adalah salah satu tanda bersalin yang semakin dekat. Aku pun berpikir untuk pergi ke rumah ibu meskipun suamiku sedang tidak ada di rumah.

“Aku harus segera pergi ke rumah ibuku. Aku tidak mau melahirkan di sini. Pasti tidak akan ada yang membantuku. Bahkan Andi sebagai suamiku sekalipun” Ujarku dalam hati.

Aku pun segera menyiapkan beberapa lembar pakaian gantiku dan pakaian kedua anakku.

“Ibu mau kemana?” Tanya Tri yang baru saja masuk rumah setelah bermain dengan adiknya di rumah tetangga. Tri saat itu berusia tiga tahun sedangkang adiknya baru berusia dua tahun. Dan sekarang aku akan segera melahirkan anak ketiga. Memang aku sangat subur sehingga begitu rapat dalam melahirkan. Hanya dalam waktu tiga tahun pernikahan, aku sudah melahirkan tiga orang anak.

“Ibu mau ke rumah nenekmu nak. Ibu rasa sudah mau lahiran, jadi harus cepat ke rumah nenek. Nanti kalian main sama nenek lagi ya nak”

“Iya bu. Tapi ibu masih kuat kan untuk berjalan ke rumah nenek?”

“Insya Allah ibu masih kuat nak”

Sebenarnya aku sudah mulai merasa tidak kuat. Apalagi harus berjalan kaki. Meskipun jaraknya tidak begitu jauh, hanya sekitar satu atau dua kilometer, tapi cukup melelahkan bagi seorang yang sedang hamil tua sepertiku.

Sekali lagi aku harus berbohong kepada anak-anakku. Tapi semua demi kebaikan mereka juga. kalau aku jujur, nanti mereka ikut bersedih dan aku tidak ingin melihat mereka seperti itu.

Aku dan anak-anak pun segera keluar dan meninggalkan rumah tanpa menunggu kedatangan Andi dan tanpa meminta izin terlebih dahulu. Lagian dia juga tidak ada di rumah. Tidak ada juga yang bisa dihubungi.

Aku berjalan dengan pelan. Selain sedang merasakan sakit di perut karena kehamilanku yang sudah mendekati saat-saat bersalin, aku juga harus menunggui anak-anakku yang juga sangat pelan jalannya. Tidak ada seorang pun yang menolong kami.

Tiba-tiba, rasa sakit di perutku semakin kuat. Mungkin karena perjalanan yang aku lakukan mempercepat proses persalinanku. Aku tahu bahwa saat ini saatnya aku melahirkan anak ketiga kami.

“Sabar nak ya, sedikit lagi kita sampai di rumah nenek” Bisikku sambil mengelus perutku.

Dan tiba-tiba rasa sakit di perutku hilang. Aku pun segera mempercepat langkahku dari sebelumnya.

“Ayo nak, lebih cepat melangkahnya. Biar cepat sampai di rumah nenek” Kataku kepada Tri.

Ia pun segera mempercepat langkahnya. Dan tidak terasa kami telah tiba di rumah ibuku.

“Assalamualaikum!”

“Wa alaikum salam” Jawab ibu sambil membalikkan badannya ke arah kami.

“Kenapa kalian jalan kaki? Mana Andi? Kenapa dia tidak mengantar kalian?” Tanya ibu dengan panik dan langsung menggendong anak keduaku.

“Entahlah bu. Kami juga tidak tahu dia kemana?”

“Lihatlah kalian berkeringat begini” Sambil mengusap keringat yang keluar di dahi Tri.

“Ayo cepat masuk nak. Biar bisa istirahat di dalam” Kata ibu sambil menarik lengan anakku Tri.

“Kalian kenapa kemari tidak biasanya? Tidak bilang-bilang lagi”

“Perutku semakin terasa berat bu. Dan sudah mulai sakit-sakit. Tadi saja sudah berapa kali terasa sakitnya. Sempat juga keluar darah. Makanya aku boyong anak-anak kesini. Aku ingin melahirkan di sini lagi. Aku takut jika berlama-lama, aku akan melahirkan di rumahku sementara tidak akan ada yang membantuku. Mana lagi anak-anakku masih kecil. Aku pasti tidak bisa melakukan semuanya” Kataku sambil menangis.

“Sudah nak. Kamu tidak boleh menangis lagi. Ibu ada disini. Ibu akan membantumu seperti saat kamu melahirkan yang lalu-lalu”

“Terima kasih bu. Hanya ibu yang selalu ada dan membantuku saat aku sangat butuh bantuan”

“Ibu tidak mungkin membiarkanmu tanpa membantumu nak. Jadi jangan sedih lagi ya!”

Aku merasa sangat lega mendengar kata-kata ibu. Tiba-tiba…

“Aduh sakit bu. Aku tidak tahan lagi!” Teriakku

Ibu langsung bergegas menolongku. Dengan lembut, ia menyiapkan ranjang tempatku akan berbaring dan juga mempersiapkan segala sesuatunya untuk proses persalinan.

“Cepat masuk ke kamar nak. Ibu panggil tetangga dulu untuk minta bantuan”

Akupun langsung ke kamar dan naik ke ranjang sesuai perintah ibu. Sedangkan anak-anak aku tinggalkan mereka di teras rumah sambil bermain.

Tidak lama kemudian, para tetangga datang dan membantuku.

“Tolong panggilkan dukun beranak bu” Kata Ibu kepada salah seorang tetangga.

“Baik bu”

Tidak lama kemudian sang dukun beranak,datang dan langsung menolong persalinanku.

“Berkeras bu. Lagi…lagi…” Kata mbah dukunnya.

“Sabar ya, kamu harus kuat nak. Ibu akan menemanimu di sini.” Kata ibu

"Tenang ya nak. Ibu ada di sini. Kau pasti bisa melewati ini," kata ibu sambil menggenggam tanganku.

“Terus berkeras nak!”

Aku mengangguk dan mencoba untuk tetap tenang, meskipun rasa sakit itu semakin menyiksa. Dengan bantuan ibu dan mbah dukun, aku berusaha untuk mendorong sekuat tenaga.

“Eeeeeh eeeeeh eeeeh” Ujarku sambil terus melakukan yang dianjurkan mbah dukun.

Setelah beberapa saat yang terasa sangat panjang, akhirnya bayi laki-laki kami lahir.

“oek oek oek”

“Alhamdulillah bayinya sudah lahir” Kata mbah dukun.

“Alhamdulillah” Kataku sambil menangis.

Sekarang, perasaanku langsung lega, ringan dan semua penyakitku terasa telah keluar semua.

“Andi, seharusnya kau ada di sampingku di saat aku sedang seperti ini” Keluhku dalam hati.

“Syukurlah kamu sudah melahirkan nak”.

"Lihat, nak. Dia sangat gagah. Kau telah berhasil melewati masa sulitmu," ucap ibu dengan senyum bangga. Kata ibu. Ibu pun segera membersihkan dan membalutnya dengan kain hangat.

Aku menatap bayi mungil itu dengan air mata bahagia. Rasa sakit yang kurasakan tadi seolah hilang begitu saja. Akhirnya, aku memiliki seorang putra ketiga yang sangat aku cintai.

“Semoga saja Andi bisa menerima kelahiran anaknya yang ketiga ini dengan suka cita” Harapku dalam hati.

Ibu terus mendampingiku dan merawat kami berdua dengan penuh kasih sayang. Aku bersyukur memiliki ibu yang begitu perhatian di saat-saat sulit seperti ini.

Andai saja Andi ada di sini untuk menyaksikan kelahiran anak kami. Tapi, aku harus tetap bersabar dan berharap suatu hari nanti ia akan kembali menjadi sosok ayah yang baik.

1
Bintang Ju
soalnya novel kedua baru lg di kerja
Aprilia Hidayatullah
GK ada cerita yg lain apa ya Thor,kok monoton bgt cerita'y,,,,jdi bosen kita baca'y,,,,🙏
Bintang Ju: makasih masukkannya. ini kisah memang khusus yang terjadi dalam rumah tangga. jadi gmn ya mau ceritain yg lain. ada saran ut bisa mengalihkan cerita begitu?
atau aku buat cerita novel lain gitu maksudnya?
total 1 replies
Kumo
Terima kasih, bikin hari jadi lebih baik!
Bintang Ju: terimakasih kk
total 1 replies
Willian Marcano
Merasa beruntung nemu ini.
Bintang Ju: terimakasih /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!