NovelToon NovelToon
Petals Of Greedy

Petals Of Greedy

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Perperangan / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fadly Abdul f

Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.

Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.

Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Bab 23 Petals of Greedy

"Oh bunga ini jadi energi ramah lingkungan di dunia kalian begitu, Diani?" Tanya Aria.

Mereka sudah melihat cara kerjanya. Kalau dibandingkan sama seperti panel surya yang menyerap sinar matahari, menjadikannya energi dan dimanfaatkan manusia sesuai kebutuhan. Dari inti percakapan meskipun bunga di depan mereka salinan, energinya tetap tidaklah terbatas.

"Sejak kapan ada batu ini? Ah, maksudku kapan kalian itu menemukan batu ini?" Tanya Adiira.

"Setelah kamu pergi," jawab Diani.

Semua orang terdiam seketika. Tidak lama Diani segera mengambil sebuah batu lain, dia meletakkan batu itu hadapan Widia.. melemparinya senyuman penuh makna. Widia tentu saja keheranan sebelum memungut batu, tiada sepersekian detik sekali bongkahan batu langsung meledak berkeping-keping mengagetkan mereka semua.

Widia tak cuma membisu tertegun sampai tidak bereaksi dia merasa ada sesuatu yang keluar darinya. Rasanya ada semilir angin keluar dari telapak tangan, meskipun ini baru pertamakali, Widia merasa tidak asing dan bingung.

Remaja lelaki ini menoleh sebelahnya menemukan Aria si ayah mencoba menunjukkan ketenangan. Dia merasa jikalau sebagian besar orang sudah mengetahui, terlebih Diani. Dengan perasaan bersalahnya Adiira mengulurkan tangan, memundurkan waktu dalam jam tangannya, begitu pula waktu mengikuti keinginan serta perintahnya.

Diani melongo memperhatikan sekeliling bagaikan orang linglung. Tidak lama Widia mendeham lalu berkata, "jadi apa yang ketiga?"

"Eh?"

"Ikut campur urusan dunia lain, yaitu dunia Diani," ungkap Adiira.

Setelah Diani mendengar ucapan laki-lakinya, dia segera menarik napas dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Sementara Ardi berdiri, langsung menatap sinis kepada cucunya seolah-olah meminta keseriusan antar mereka dan Adiira menganggukkan kepala. Dia mengambil handphone membuka peta lalu menaruh ponsel di meja.

Dia mengungkapkan jikalau jiwa-jiwa Destyn masih cukup terjaga dan mendapatkan perlindungan dari Destyn dengan kemampuan memanipulasi kristal hijau, bernama Viana. Mereka tinggal dalam sebuah hutan di perbatasan negara, tanpa diketahui pemerintah, Adiira membuat sebuah penghalang supaya mereka kini tidak berkeliaran.

"Aku belum menemukan cara menggunakan mereka dan semuanya juga tidak bisa jadi senjata, lagian cuma Maira yang bis---!"

"Sudah kakek bilang, kau jangan menganggap nyawa kita murah! Jangan sepelekan jiwa-jiwa itu, Adiira! Kau mendengarkan?!" Bentak Ardi memegangi kerah pakaian cucunya dengan amarah meledak-ledak, "apa kau tahu siapa Viana yang elu maksud hah?!" Teriaknya sekali lagi.

"Dia selingkuhan elu, 'kan?!"

"Ugh!"

Adiira menggenggam dua pergelangan lengan kakeknya, dengan sekali mengerahkan tenaga, satu cengkeraman meremukkan tulang tangan. Remaja ini menatap dengan penuh kehampaan. Mata muram tanpa cahaya, dia seperti menunjukkan seberapa besar kemalangan sudah menimpa dan menimpa dirinya, bertahun-tahun lamanya.

Belum selesai dengan cucunya, dia menundukkan kepala selagi Adiira membetulkan kerah baju, hendak membuka mulutnya ingin melontarkan kata-katanya. Tiba-tiba Adiira sudah meletakkan sebilah pedang samping pelipis kepala, gerakannya sangat cepat, tidak menghasilkan suara maupun embusan angin. Level Adiira jauh berbeda.

Refleks Ardi yang sudah terlatih sekalipun tidak sanggup ketika menghadapi gerakan cucunya ini. Memahami perihal tersebut Ardi ingin diam, namun dia tidak mampu untuk tidak membiarkan cucunya menyepelekan sebuah nyawa, meskipun jiwa-jiwa itu tidak berkaitan dengannya.

"Meskipun begitu aku tidak mau melihat cucuku sendi---!"

"Itulah jalan terbaik, kau tidak bisa merasakan berkali-kali memutar ulang waktu dan mendapatkan hasil tanpa pengorbanan sama sekali!" Ujar Adiira meninggikan nada bicara. Tiba-tiba dia menundukkan kepala memelankan suara, "masa depan tanpa Destyn takkan mengakibatkan anak-anakku mati, pasti. Itulah... yang musti diriku yakini."

Berbeda dengan yang lain Aria menatap Adiira semacam seorang prajurit yang trauma, veteran perang yang masih bertahan hidup, memiliki sorot mata serupa yang menunjukan kemarahan dan kesedihan. Sekarang dia kini tidak berniat melakukan apa-apa, malahan fokusnya teralihkan kepada Diani yang mendadak mulai ketakutan.

Pembicaraan berakhir dengan Ardi berdecak kesal sebab mengetahui teman hidupnya dahulu masih ada di dunia ini, Adiira tebak bakal langsung berangkat mencari Viana. Tidak lama Widia menghampiri Adiira, meminta izin untuk mencari sebagian jiwa miliknya yang tidak lengkap.

"Jangan sekarang. Esok hari saja, biarkan Maira bersama Diani menemanimu..." ucap Adiira.

Widia mengangguk paham. "Bakal aku pastiin, jiwa kamu pasti lengkap!" Ucap gadis ini, bersama kepercayaan diri.

Lepas Widia menutup pintu, Diani masih tidak mau untuk bergerak semetara pria disamping Adiira menoleh ke mereka berdua dengan kecurigaan. Suasana hening yang mencekam mengelilingi mereka. Tidak lama Diani mengangkat tangan meminta izin segera pergi sekarang.

"Jangan terburu-buru. Kau tadi menyempatkan pikiranmu untuk membunuh putriku setelah menganggapnya ancaman, 'bukan?" Tanya Aria secara tiba-tiba, sambil dia mengeluarkan pistol dan melepaskan pengaman senjata.

"Saya sebatas menganggapnya ancaman merebut Adiira saja, saya rasa...."

"Sebagai orang yang mengetahui rahasia tentang kekasih hatiku, kau harus melindunginya, meski nyawamu jadi bayarannya. Itu yang musti kau tanggung jika mau aku menerima dirimu," kata Adiira.

"Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?" Tanya Aria.

"Dewa masih ingin mempermainkan kita, tapi dengan ada Widia, mereka takkan mampu ikut campur dunia kita..."

Sebagai seorang suruhan pemerintah Aria sekarang diam dan memikirkan semua pernyataan yang didengarnya, Aria sekarang menghadap Adiira. Minta tanggung jawab Adiira selaku menantu dan suami putrinya, selepas itu Aria keluar dari ruangan... meninggalkan mereka berdua.

Penuh kebingungan mereka berdua datang ke dunia asli Diani, menyaksikan perkembangan negara mereka dan perlahan-lahan ras invasi kehilangan kekuatannya. Gadis ini mengungkapkan rencana kedepannya, selepas peperangan mereka berakhir, memerintah dunia dan menjadikan dunia bumi selaku sekutu untuk melindungi.

"Aku masih belum tahu bunga apa itu dan Widia apa, tapi yang pasti... jelas sekali hatiku sudah jatuh," kata Adiira.

"Dunia tanpa perlindungan dewa tidak mampu bertahan, jadi kita tidak boleh membiarkan Widia tewas," ujar Diani.

Adiira belum bisa memahami mahkluk apa dia, sekuntum bunga yang mengeluarkan kekuatan besar dan setiap keinginan bisa dikabulkan. Laki-laki ini merasakan jikalau dia harus menerima takdirnya, memahami kekasihnya ini sampai ketidaktahuan berakhir menjadi ketidaktahuan, atau mencapai jawaban yang sungguh-sungguh terakhir.

Yang pasti Widia merupakan sumber kekuatan semuanya kecuali Destyn selain buatannya. Peran dewa kematian bersama waktu diambil oleh Adiira, namun dia tidak memiliki akses membuka pintu alam kematian, sehingga jiwa-jiwa Destyn terjebak diantara dua dunia.

"Di masa depan kedua dunia kita akan ada konflik dengan dunia lain," ungkap Adiira.

"Eh?"

"Mustahil untuk menyembunyikan Widia, karena itu Diani, jagalah dia bersamaku..." kata Adiira.

Diani menganggukkan kepala, tangannya mengepal diam menggertakkan giginya. Dia bersumpah tidak akan membahayakan gadis itu. Dengan ketidakhadiran sebuah entitas pengatur dunia, seperti dewa pastinya akan memberikan kesulitan buat dunia mereka yang dianggap sudah memiliki Widia serta Adiira sebagai pengelolanya.

Mereka memahami manusia selama bertahun-tahun dan menirunya, menemukan bila mereka merupakan mahkluk mengerikan sekaligus menakjubkan. Namun Diani merasakan jikalau Widia sama seperti mereka, tingkahnya kadangkala seperti mencerminkan seseorang yang meniru sifat suatu mahkluk di sekelilingnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!