Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tunggu Hasilnya
Kondisi Langit sudah mulai membaik, nafasnya sudah tak merasakan sesak lagi. Dengan terpaksa, pada malam harinya Laras dan Kakaknya harus kembali ke Jakarta, Daryono membawakan mainan untuk Langit dan memberikan sejumlah uang untuk cucunya.
Laras menelpon seseorang yang bisa membantu aksinya, siapa lagi kalau bukan Aiman. Dengan senang hati Aiman membantu Laras, dia langsung menghubungi beberapa rekan bisnisnya untuk menawarkan rumah Tuti.
"Tinggal tunggu hasilnya." Laras menyeringai, dia tidak sabar melihat orang-orang dzalim itu menyesal.
Laras menatap Langit yang tengah terlelap di pangkuannya, di usapnya wajah damai sang putra dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Nak, selagi masih ada Ibu, kamu akan aman." Ucap Laras.
Laras berada di dalam mobil yang di kemudi oleh kakak iparnya, sementara Bayu entah kemana ia pergi.
"Kak, tadi Kak Bayu bilangnya mau kemana sih?" Tanya Laras penasaran.
"Nanti kamu juga tahu." Jawab Kiara menyunggingkan senyumnya.
"Oh, Ayolah Kak. Jangan membuatku penasaran." Desak Laras.
Kiara tetap santai melajukan mobilnya, dia tidak peduli Laras mendesaknya dengan berbagai ucapan manis dsri mulutnya.
*
*
Di tempat Lain. Nando di bawa pulang oleh Aiman begitu pria itu sadar, di sepanjang jalan Nando meracau memanggil Berlian. Begitu sampai di rumahnya, Nando di sambut oleh wanita paruh baya yang tengah gelisah menunggu kedatangannya.
"Ya Allah, Nak. Kenapa dengan tanganmu?" Seru seorang Ibu meraih tangan Nando yang terbalut perban, wajah pria itu pun terlihat sangat kacau.
"Nando, Nando tadi makan masakan Berlian Bu, rasanya enak sekali. Tapi, mereka menyembunyikan Berlian Bu. Hiks. Berlian dimana Bu? Dimana!" Nando mulai meracau lagi, kali ini dia menumpahkan air matanya lagi.
Sebuah mobil berhenti tak jauh dari berdirinya Aiman, seseorang keluar dari dalam mobil tersebut dan berlari kearah Nando.
"Nando, mana yang terluka? Sudah berkali-kali Papa peringatkan, jangan pergi sendirian lagi." Cecar Pria yang memiliki rambut yang sudah memutih sebagian.
"Lebih baik bawa Nando ke dalam, biarkan dia tenang terlebih dahulu agar dia bisa bercerita mengapa dia mengacau di restoran Laras." Ujar Aiman.
Nando di papah masuk kedalam rumah, Aiman mengekor di belakang bersama Elsa di dalam gendongannya. Rafli dan Alfi duduk di ruang tamu, pandangan Nando kosong tak ada ekpresi apapun lagi dari wajahnya.
"Aiman, terimakasih sudah berkenan membawa Nando ke rumah. Kami pikir Nando sudah bisa berdamai dengan masa lalunya, dia juga menolak untuk di temani karena merasa risih, dan ternyata akhirnya dia membuat kekacauan." Ucap Rafli.
"Tidak masalah tuan, yang terpenting sekarang Nando sudah berada disini meskipun terdapat luka di tangannya." Ucap Aiman tersenyum. Dia pernah ada di posisi Nando saat harus kehilangan senja, bahkan bukan hanya Senja saja yang pergi, melainkan anaknya juga ikut sang Ibu.
Mungkin bagi sebagian banyak orang, stress atau depresi karena di tinggalkan oleh pasangan itu terdengar sepele. Tetapi, bagi yang merasakannya itu adalah hal yang paling menyakitkan, hati dan pikiran di penuhi rasa kehilangan yang mendalam, apalagi kenangan dan juga cinta yang sudah terukir dengan indah.
"Apa Nak Aiman tahu, siapa pemilik restorannya?" Tanya Rafli.
Aiman menganggukkan kepalanya. "Tahu, kebetulan pemiliknya adik dari teman saya." Jawab Aiman.
"Boleh aku tahu dimana rumahnya? Aku akan mengganti semua kerugian yang di perbuat Nando, pastinya banyak barang yang rusak di restorannya." Tanya Rafli, meskipun Anaknya membuat onar atau merugikan orang lain, ia tak marah ataupun menghukum Nando. Justru, dia dan sang istri tetap mengurus anak semata wayangnya dengan kelembutan dan kesabaran.
Saat Aiman memberi tahu Rafli apa yang di perbuat Nando, Rafli tengah berada di perjalanan dari arah luar kota, sebagai pebisnis tentunya Rafli memiliki banyak kesibukan dan pulang pergi ke luar kota bukan hal yang aneh baginya. Untuk itu, dia meminta bantuan Aiman untuk menjaga Nando sebelum dia datang. Tetapi, Aiman tak tega melihat Nando yang terbaring diatas sofa dengan kaki yang menyampai karena badannya yang tinggi. Jadinya ia mengantar Nando ke rumahnya.
Elsa sudah berkali-kali menguap, matanya kian memberat sampai akhirnya memejamkan matanya.
"Pak Rafli datang saja ke komplek Anggrek, tanyakan saja rumah Laras atau Ibu Langit. Saran saya, lebih baik Pak Rafli datangnya besok saja karena saat ini Laras sedang pergi ke luar kota." Terang Aiman.
"Baiklah, sekali lagi terimakasih." Ucap Rafli tersenyum.
"Kalau begitu, saya pamit undur diri. Sepertinya Elsa sudah kelelahan." Ucap Aiman berpamitan pada Rafli.
Aiman bangkit dari duduknya, ia juga membenarkan posisi Elsa agar gadis kecilnya nyaman di dalam dekapannya. Rafli ikut bangkit dari duduknya, dia mengantar Aiman menuju halaman utama lebih tepatnya dimana Aiman memarkirkan mobilnya.
*
*
Mobil yang Laras tumpangi sudah sampai di rumahnya, mereka sampai pada sore hari. Langit menggeliatkan tubuhnya, Mbok Wati berjalan menghampiri Laras begitu mendengar suara deru mobil dari arah luar.
"Aden, syukur Alhamdulillah Aden ketemu. Mbok gak bisa tenang kalau Aden belum pulang, hiks .. Maafin Mbok ya Bu." Mbok Wati merasa bersalah, dia tidak tenang begitu Langit di bawa paksa oleh Tuti saat ia tak sengaja bertemu di sebuah Mall.
"Ya Allah, Mbok. Sudah, jangan menangis lagi ya. Ini bukan sepenuhnya salah Mbok, lagipula mantan mertua saya itu memang sudah gila, dia pasti mau memanfaatkan anak saya untuk mengeruk hasil kerja keras saya." Ucap Laras tak marah sekalipun pada Mbok Wati, dia sadar betul bahwa Mbok Wati berusaha menjaga amanah yang ia titipkan. Tetapi, namanya juga menghadapi orang gila, pastinya orang waras kewalahan.
"Maaf ya, Bu. Lain kali, Mbok akan lebih hati-hati lagi menjaga Den Langit." Ucap Mbok Wati.
"Iya Mbok, lebih baik kita masuk ke dalam rumah soalnya badan saya sakit." Ucap Laras. Di sepanjang jalan, ia menahan sakit di bagian punggungnya akibat ulah Tuti yang mencambuknya menggunakan ikat pinggang.
"Biar Langit sama aku aja, kamu masuk duluan saja." Ucap Kiara mengambil alih Langit dari pangkuan Laras.
Laras memberikan Langit pada Kiara, dia meringis memegangi bahunya yang ikut tercambuk. Mbok Wati membantu Laras berjalan ke dalam rumah, tampaknya rasa ngilu mulai menjalari tubuh Laras.
"Ssshh, Mbok, sakit." Ringis Laras.
"Aduh, Kenapa bu? Punggung dama bahunya sakit ya?" Tanya Mbok Wati.
Laras hanya menganggukkan kepalanya, dia sudah tak tahan lagi dengan rasa perih di punggungnya. Mbok Wati lantas menelpon dokter yang bida datang langsung ke rumah untuk memeriksa keadaan Laras.