Season 2 dari novel yang berjudul Dia Suamiku
Setelah 7 tahun berpisah, Mila kembali bertemu dengan mantan suaminya. Perpisahan mereka yang terpaksa oleh keadaan, membuat cinta dihati mereka tak pernah padam meski Elgar telah berstatus sebagai suami orang.
Akankan mereka kembali memperjuangkan cinta mereka demi sang buah hati?
Cerita itu adalah S2 dari novel yang berjudul DIA SUAMIKU.
Untuk lebih jelasnya, silakan baca S1 nya dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DMS 10
Pagi pagi, Saga sudah bersemangat kesekolah. Semalam Billi datang dan bilang akan menemaninya di acara hari ayah. Tentu saja hal itu disambut suka cita oleh Saga. Meski mamanya tak bisa datang karena harus bekerja, setidaknya dia masih ada yang menemani kesekolah di acara hari ayah.
"Nek, sarapannya belum siap ya?" Tanya Saga yang menghampiri Bu Rahmi didapur. Dari aromanya, Saga bisa menebak jika neneknya itu sedang membuat omelet favoritnya.
"Loh, loh, loh, cucunya nenek udah siap." Bu Rahmi terkejut melihat Saga sudah siap dijam sepagi ini. Bocah kecil itu sudah memakai seragam, lengkap dengan dasi dan ikat pinggangnya. Saga memang dilatih mandiri sejak kecil oleh Mila.
"Iya dong nek. Hari ini Saga jadi peran utama di drama musikal. Saga main piano juga. Selain itu ada Om Billi yang nemenin Saga. Jadi Saga semangat banget." Raut ceria dan penuh semangat menghiasi wajah tampan Saga.
Mendengar celotehan putranya didapur, Mila segera menghampiri. Dia senang melihat antusias Saga diacara nanti.
"Loh, ada drama musikalnya juga? Kirain nenek cuma lomba aja." Tanya Bu Rahmi sambil menoleh kearah Saga yang saat ini berdiri dibelakangnya.
"Kan Saga udah cerita nek, nanti itu pertunjukan dulu. Habis pertunjukan, baru lomba."
"Hahaha...nenek sudah mulai pikun kayaknya."
Mila yang berdiri tak jauh dari mereka senyum senyum mendengar obrolan itu. Saganya memang luar biasa. Dia murid baru, tapi sudah bisa dapat peran utama didrama musikal. Kebanggaan tersendiri buat Mila. Sejak Saga umur 3 tahun, bocah itu memang sudah familiar dengan piano. Siapa lagi kalau bukan Pink yang menularkan hobinya pada Saga.
"Nenek dirumah doain Saga ya. Biar nanti Saga dan Om Billi bisa menang lomba."
Bu Ramhi mematikan kompor lalu membalikkan badan menghadap Saga.
"Nenek pasti doain Saga. Tanpa Saga mintapun, setiap hari nenek selalu berdoa buat Saga dan mama." Ucap Bu Rahmi sambil mengusap pelan kepala Saga.
"Mama juga bakal doain supaya Saga menang hari ini." Mila yang sejak tadi hanya memperhatikan, berjalan menghampiri kedua orang itu.
"Makasih mama." Ucap Saga sambil memeluk mamanya.
"Maafin mama ya, mama gak bisa ikut nemenin kesekolah. Mama harus kerja." Ujar Mila penuh penyesalan.
"Gak papa mah. Saga tahu kok, mama sibuk kerja buat Saga sama nenek."
Bu Rahmi mengalihkan pandangannya. Matanya mulai memanas melihat interaksi antara Saga dan Mila. Diusia sekecil ini, Saga sudah bisa berfikir bijak. Semoga saja cucunya itu tak dipaksa dewasa oleh keadaan.
"Sarapan yuk, udah mateng nih." Bu Rahmi mencairkan suasana. Mereka bertiga lalu menuju meja makan untuk sarapan.
Disaat mereka sedang menikmati sarapan, Billi datang dengan wajah muram. Perasaaan Mila mendadak tak enak. Semoga saja Billi tidak menyampaikan kabar buruk.
"Om Bil." Seru Saga dengan wajah ceria. "Bentar ya, Saga selesaiin dulu sarapannya." Saga cepat cepat menghabiskan makanan didepannya karena Billi sudah datang menjemput.
"Nak Billi, sarapan sekalian yuk." Tawar Bu Rahmi.
"Makasih Bu, Billi udah kenyang." Sahut Billi sambil mengusap perutnya. Dia menarik kursi lalu duduk tepat didepan Mila.
"Ada masalah Bil?" Mila bisa melihat dari ekspreai wajah Billi.
"Emmm..." Billi garuk garuk kelapa. Bingung harus menjelaskan bagaimana. Semalam dia sudah janji akan menemani Saga. Tapi ternyata, pagi ini situasi memaksanya untuk berangkat kekantor.
"Bil..." Panggil Mila.
"Saga." Panggil Billi sambil menatap kearah bocah kecil yang sedang buru buru menghabiskan sarapannya.
"Iya Om." Sahut Saga.
"Saga jangan marah ya. Sepertinya, Om Bil gak bisa nemenin Saga ke sekolah."
Wajah cerita Saga mendadak berubah jadi murung. Bocah itu menunduk lalu meletakkan sendok dan garpunya. Billi membuang pandangan kearah lain. Tak tega rasanya melihat wajah kecewa Saga.
"Memangnya kenapa nak Billi?" Tanya Bu Rahmi.
"Tadi pagi saya dapat telepon dari kepala divisi. Dua orang teman satu divisi saya kecelakaan tadi malam. Mereka boncengan motor, sehingga kecelakaan bersama sama. Kami sedang banyak banyaknya kerjaan, jadi saya gak boleh cuti hari ini."
Mila membuang nafas kasar. Kenapa sesuatu diluar perkiraan terjadi di menit menit terakhir seperti ini. Lima belas menit lagi Saga harus berangkat, bocah itu juga sudah rapi dengan seragam lengkap.
"Saga kesekolah sama nenek saja ya?" Bu Rahmi menawarkan diri, sayangnya dijawab dengan gelengan oleh Saga.
"Ya udah, kalau gitu sama mama saja." Mila tak peduli lagi dengan pekerjaannya. Dia masih bisa mencari kerja ditempat lain. Baginya, kebahagiaan Saga yang paling utama.
"Tapi ini hari pertama kamu be_"
Mila meletakkan telunjukknya dibibir agar Billi tak bicara dulu. Dia tak mau Saga menolak tawarannya.
Saga tiba tiba beranjak dari duduknya lalu masuk kedalam kamar.
Mila menunduk lesu, kenapa bisa seperti ini. Padahal semalam semuanya sudah terencana dengan baik.
"Sekali lagi maafin aku ya Mil." Billi makin merasa bersalah.
"Bukan salah kamu Bil."
"Apa lebih baik, Saga gak usah masuk sekolah saja." Usul Bu Rahmi.
"Mana mungkin Bu. Ibu sudah dengarkan, Saga jadi pemeran utama didrama musikal kelasnya. Kalau dia tidak masuk, pasti Miss Naomi kesulitan mencari gantinya." Situasi ini membuat Mila pusing tujuh keliling. Disaat dia hendak menghampiri Saga dikamarnya, bocah itu sudah lebih dulu keluar. Sudah siap dengan topi dan tas ransel dipunggung.
"Saga sudah siap? Baiklah, kita berangkat kesekolah sekarang." Ujar Mila.
"Saga kesekolah sendiri saja." Sahut Saga sambil tentunduk lesu.
Mila menghampiri Saga lalu menunduk dihadapannya.
"Mama temenin ya?"
Lagi lagi Saga menggeleng. "Saga sendiri saja kesekolah."
Mila menghela nafas. Lebih baik dia biarkan saja Saga sesuai kemauannya.
"Ya sudah, ayo mama antar."
Sepanjang perjalan kesekolah, Mila berkali kali menoleh kearah Saga yang ada disebelahnya. Bocah itu sejak tadi hanya diam dan melihat kearah jendela.
"Kamu yakin mau sendirian?" Mila kembali memastikan saat mobilnya sudah berhenti didekat gerbang sekolah.
Saga hanya menjawab dengan anggukan sambil melepas seatbelt nya.
"Mama bisa temenin kalau Saga mau." Sumpah demi apapun, Mila rasanya tak tega membiarkan Saga sendirian dihari spesial ini. Bagaimana perasaan anak itu saat melihat semua temannya didampingi sedangkan dia hanya sendiri?
Saga memakai tas ranselnya lalu menatap mamanya.
"Mama kerja aja. Saga bisa sendiri kok. Selama ini, Saga sudah terbiasa tanpa papa. Dan hari ini pun, Saga bisa tanpa papa."
Hati Mila terasa nyeri mendengar ucapannya Saga. Matanya memanas, dia menengadahkan wajahnya agar cairan bening tak merembes melalui sudut matanya.
"Mah." Saga meraih kedua tangan Mila lalu menggenggamnya. "Saga sayang mama."
Di titik ini, Mila tak bisa lagi menahan air matanya. Cairan bening itu jatuh meski sudah ditahan sekuat tenaga.
"Mama juga sayang Saga." Sahut Mila sambil memeluk putra semata wayangnya itu.
Setelah pelukan itu terlepas, Saga mencium tangan Mila lalu keluar dari mobil.
Mila menatap punggung Saga hingga masuk kedalam sekolah. Dan tangisnya pecah setelah Saga hilang dari pandangannya. Dia selalu ingin membuat Saga bahagia meski tanpa papanya. Tapi rasanya, hal itu sangat sulit. Ada kalanya, Saga tetap butuh sosok ayah.
...----------------...
Saga berjalan lemas memasuki gerbang sekolah. Sejauh mata memandang, dia bisa melihat teman temannya yang didampingi papanya. Apakah dia iri, jelas dia iri. Bagaimanapun, dia hanya anak kecil yang juga menginkan kehadiran sosok ayah dalam hidupnya.
"Saga, mana papa kamu?" Tanya Gio, teman sekelas Saga.
"Papaku kerja." Jawab Saga datar sambil terus melanjutkan jalan menuju ruang kelasnya.
"Kenapa tidak cuti? Papaku aja cuti. Berarti papa kamu gak sayang sama kamu dong." Ucap Gio yang mengekor dibelakang Saga.
Saga menghentikan langkahnya. Pikirannya kacau gara gara ucapan Gio. Sebenarnya apa salahnya, kenapa papanya tak meyayanginya bahkan tak pernah mau melihatnya?
"Hahaha...kasihan ya Saga. Papanya gak sayang, gak mau nemenin dia kesekolah." Ledek Baim yang berdiri disamping Gio. Mereka berdua kompak menertawakan Saga.
Rania yang mendengar itu langsung menghampiri mereka. "Kalian apa apaan sih? Ngeledekin teman itu dosa. Nanti aku aduin sama papaku loh. Itu papaku." Rania menunjuk kearah papanya yang sedang mengobrol dengan miss Naomi.
Merasa takut, kedua bocah tengil itu langsung kabur.
"Saga, kamu gak papa kan?"
Saga menggeleng. "Kamu datang sendirian?"
Saga mengangguk. Rania satu satunya teman Saga yang tahu jika dia tak pernah bertemu papanya.
"Kamu jangan sedih ya. Kamu tahukan kalau mama aku sudah ada di surga?"
Saga mengangguk.
"Kata papa, aku harus jadi anak sholehah agar nanti bisa bertemu mama disurga. Kalau kamu ingin ketemu papa kamu. Kamu harus jadi anak sholeh dan rajin berdoa. Siapa tahu Allah mengabulkan sehingga kamu bisa ketemu papa kamu."
Saga menggangguk. Mood nya memang hancur lebur saat ini, jadi untuk buka suarapun, rasanya sangat malas.
"Oh iya Saga, kamu ingatkan kata Miss Naomi. Semakin banyak yang mendoakan, semakin mudah doa itu dikabulkan. Gimana kalau sekarang kita berdoa sama sama supaya kamu bisa ketemu papa kamu? Semoga saja, doa anak sholeh dan sholehah, dikabulkan sama Allah."
Mereka berdua lalu kompak menengadahkan kedua tepalak tangan.
"Ya Allah, Saga ingin ketemu papa. Kabulkan doa Saga Ya Allah. Aamiin."
"Aamiin." Rania mengamini.
kek penyakit kali dengar jnda
Lo selingkuh sama laki-laki yang mencintai Lo.
di bisa memberi Lo kebahagian yang tidak Lo dapat dari Elgard
tidak tau siapa aja yang kerja di perusahaan ya El