Gresen sudah tertidur pulas. Suara itu selalu membuatku terbangun. Ya, seperti suara sepatu dengan sol keras melintasi kamar kami.
tuk...tuk...tuk...
Beda denganku, Gresen bilang tak pernah mendengar apa-apa.
"Mungkin suara jam dinding disuatu tempat" Itu yang kupikirkan saat kali pertama mendengarnya. Namun mana ada jam dinding yang berpindah-pindah. Aku pernah mengintip keluar lewat jendela. Tak ada apa-apa.
Akra dan Gresen adalah teman dekat. Karna sering ditinggal ortu yang sibuk, mereka sering berlibur bersama. Tapi ada yang janggal setiap kali mengunjungi desa neneknya Gresen. Ada suara aneh diluar kamar mereka.
Sebuah suara antara ada dan tiada, mengantarkan mereka pada misteri yang penuh tanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thara 717, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mereka
Sebuah mobil melintas diantara belantara gedung tinggi dan perumahan yang bersusun. Suasana malam dikota itu lebih hidup dari pada siang harinya. Tempat hiburan seperti kafee, karoke, game center, taman boneka, Wonderland, dipenuhi orang-orang.
Semakin malam, suasananya semakin ramai. Meski sudah larut, mereka masih ingin bersenang-senang setelah seharian mengerjakan aktivitas sehari-hari.
Disebuah hotel, beberapa mobil memasuki parkiran. Kaca hitam yang menutupi mata mereka, menutupi hati mereka akan ketamakan terhadap dunia yang terpendam dalam diri mereka masing-masing, rasa itu mengakar, dalam dan kuat.
Mereka memasuki ruang aula hotel. Sementar lagi, beberapa benda seni akan datang, mereka yang menyukai keindahan, rela mengeluarkan uang miliaran untuk memiliki karya-karya itu. Bukan hanya karna keindahannya, tapi karna nilai sejarah dan keantikanya yang mengandung mistis dan dianggap memiliki kekuatan.
Wajar saja bila, Orang-orang besar berkumpul. Semua peserta diwajibkan memakai topeng bulu yang menutupi mata mereka. Orang-orang itu adalah para pembesar negri ini. Para pejabat, dan pemerintah yang bertanggung jawab pada kesejahteraan rakyat dan keamanan.
Beberapa orang dengan pakaian seperti pesulap naik keatas panggung pertunjukan. Dibelakang mereka terdapat beberapa lemari pajang yang. Beberapa lemari lagi sedang didorong masuk ke kepentas. Disana ada beberapa maha karya luar biasa, mulai dari guci, asbak, lukisan, gulungan, patung, beberapa barang antik kuno, porselen, fosil, dan hal-hal hal lain.
Dihadapan masing-masing orang ada papan nomor untuk membeli mahakarya yang dilelang. Sebagian dari mereka tampak membawa pasangan, atau sekretaris masing-masing. Pelayan-pelayan berbaju merah cerah tampak terselip diantara meja dan kursi. Mereka tampak sibuk mengantarkan makanan dan minuman.
Sebuah mobil berhenti. Salah satu dari sembilan pengawal membukakan pintu. Seorang laki-laki dengan tongkat dan dasi bergaris masuk. Tangan kirinya memegang sebuah karangan bunga. Itu adalah bunga yang diambil Eldery dari sekolah.
"Selamat datang." Mereka semua membungkuk. Laki-laki itu berjalan dengan angkuh. Pengawal dikanan-kirinya mengikutinya dengan langkah-langkah kecil dibelakang.
"Acaranya akan dimulai delapan menit lagi." Sipengawal mengingatkan.
Di Swiss kakak Akra sedang bersiap mengikuti sebuah turnamen. Disana festival ice skate sedang berlangsung. Hari ini dia akan mengikuti lomba tingkat internasional untuk kedua kalinya.
Dia memakai sepatu dan sarung tangan. Sebentar lagi giliranya untuk tampil tiba. Saat dia berdiri, sudut matanya melihat seseorang dengan tulip merah. Melintasi ruangan menuju pintu belakang.
Kakaknya Akra membengkokkan ibu jarinya hingga menimbulkan suara bergemeretak. Orang itu menoleh, dia meninggalkan area skate.
Adagio, dan grup musik lain sedang mengulang-ulang lagu baru mereka. Lento membuat mereka kesal karna ritme dramanya kacau.
"Ini sudah yang kesepuluh kalinya, kan Lento." Lento memukul dramnya, yang lain mendengarkan dengan seksama. Ritmenya bagus, saat dia bermain sendiri. Tapi kacau saat musik lain mengiringinya. Lento yang biasanya tidak pernah seperti itu.
"Apa kau ada masalah." Kata mereka.
"Tidak. Aku ingin istirahat sebentar." Katanya. Dia meninggalkan Drum dan masuk kedalam tenda. Lento menutup wajahnya dengan selimut.
"Sebaiknya kita membuat kopi pagi, memanggang barbaque dan memikirkan apa sebaiknya kita membuat lagu baru atau mencari tau apa yang terjadi padanya." Kata Adagio.
Ini adalah hari ke delapan mereka berkemah. Semenjak membaca pesan sore itu, Lento kelihatan sedikit gelisah,
Teman-temanya tidak tau apa isi pesan itu. Tapi, yang jelas. Lento menjadi berbeda setelah membacanya. Dia keluar dengan ponselnya, menatap danau yang memantulkan Kerlip bintang dari langit malam.
Dalam kegelapan seseorang mendekat, Largo keluar dari tenda sambil membawakan kopi untunya.
"Sudah sebaiknya kau tidur." Katanya pelan. Api unggun disisi kirinya menyala dengan tenang menari seiring hembusan angin.
Orang dibalik semak tersebut kembali masuk kedalam hutan dan bersembunyi dibalik kegelapan.