Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.
Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Pangeran Dan Si Pelayan
Pak Ali— Asisten pribadi Devan Artyom— CEO Devaradis. Melirik jam yang ada di tangan kanannya. Sudah menunjukkan pukul 07.40 pagi. Sementara mereka terjebak macet selama lebih dari lima belas menit, dan belum ada tanda-tanda akan normal. Sedangkan majikannya yang sedang duduk di kursi penumpang terlihat sudah mulai resah, karna perjalanan menuju kantor masih cukup jauh.
Pak Ali membunyikan dengan keras klakson mobil sedan mewah- Audi A8 berwarna hitam yang di kemudinya, memberi kode pada mobil di depannya untuk segera beranjak dari tempatnya, tapi mobil itu terlihat tak menghiraukan nya. Riuh seketika, suara klakson dari mobil-mobil lainnya ikut saling bersahut-sahutan.
"Pak Ali! Bacakan laporan kantornya disini, hemat waktu, biar ketika sampai di kantor nanti langsung di eksekusi!" Perintah Devan dari kursi belakang.
"Baik tuan." Jawab pak Ali sembari mengambil sebuah berkas di dalam tas hitam di sampingnya.
"Maaf sebelumnya tuan, ada kabar yang kurang baik hari ini." Ungkap pak Ali ragu. Karna kabar yang akan dia sampaikan hari ini adalah kabar yang benar-benar akan membuat mood tuannya menjadi buruk.
"Katakan saja." Suara berat pria tampan nan berwibawa itu terdengar begitu datar dan dingin.
"Baik. Pertama, office boy pribadi tuan izin lagi hari ini karna sakit, setelah di konfirmasi dia kemungkinan akan masuk kerja esok hari. Tapi, siapa penggantinya sementara masih belum ada laporan."
"....."
"Kedua, Stylish pribadi tuan, nona Tari juga izin cuti selama tiga hari karna menemani anaknya liburan sekolah, jadi anda harus ikhlas jika fashion anda sementara menjadi tanggungjawab saya selama di kantor."
"....."
"Selanjutnya, posisi sekertaris anda yang kosong sejak seminggu yang lalu, juga masih belum di temukan kandidat yang tepat untuk mengisi posisi ini. Ada beberapa karyawan terbaik Devaradis yang sudah di seleksi, tapi setelah di lakukan wawancara, sepertinya belum ada di antara mereka yang sesuai dengan type yang tuan inginkan."
"....."
"Lalu yang terakhir— ini mengenai nyonya Revy tunangan anda, hari ini izin cuti lagi tanpa alasan." Terang pak Ali sambil mewanti-wanti jika Devan melemparnya dengan sesuatu, walaupun tidak pernah sampai terjadi.
"Revy! Absen lagi? Apa yang membuat ular betina itu selalu absen pada saat-saat yang di butuhkan. Kalau tidak di bantu oleh team, dia sama sekali tidak becus bekerja sebagai kepala desainer!" Suara Devan menghempas gendang telinga pria berjanggut tipis itu. Devan menghembuskan nafas kasar, membuang rasa kesal di dadanya pada sosok wanita yang paling enggan ia sebut namanya.
"Saya sudah mencoba menghubungi nyonya Revy terkait izinnya hari ini. Tapi nyonya Revy meminta saya menyampaikan agar tuan sendiri lah yang harus menghubunginya."
"Wanita licik! Lalu bagaimana dengan pengganti Jay? Jangan memberikan aku manusia-manusia yang merepotkan yang tidak bisa bekerja dengan benar." Lanjut Devan, menatap lurus pada wajah pak Ali yang nampak mulai memucat.
"Sampai saat ini belum ada masuk laporannya dari kepala departemen kebersihan. Tapi aku menjamin, pengganti Jay pasti sudah ada, mungkin lumayan sulit mencari yang benar-benar kompeten." Jawab pak Ali begitu yakin.
"Aku paling tidak suka dengan kata mungkin. Laporkan padaku sesuatu yang sifatnya sudah pasti. Kepala departemen kebersihan itu, seharusnya dia sudah sedia orang-orang nya yang berkompeten untuk menghadapi situasi seperti ini, bukan malah baru mencarinya sekarang. Jika tiba di kantor, dan aku menemukan kesalahan seperti yang di lakukan pegawai sebelumnya, maka kepala departemen kebersihan itu harus menyiapkan surat pengunduran dirinya." Tegas Devan sambil melipat tangan di dada.
"Siap tuan." Pak Ali tau bahwa apa yang di ucapkan tuannya bukanlah gurauan. Jika ada satu hal kecil pun yang tidak beres di kantor, maka artinya orang yang bertanggung jawab harus berani mengundurkan diri. Karna tuan Devan tidak akan membiarkan orang-orang yang tidak berguna ada di sisinya.
Devan melanjutkan. "Sedangkan Tari, bisa aku maklumi karna dia sudah bekerja keras selama ini merangkap dua pekerjaan sekaligus— sebagai Chief Marketing. Berkatnya, kita bisa menduduki posisi tinggi di pemasaran. Tapi akan lebih baik jika dia tidak mengambil cuti terlalu lama. Kau harus memberikannya peringatan."
"....."
"Selanjutnya, masalah posisi sekertaris ku yang kosong, segera carikan orang terbaik dari pelosok manapun yang sudah berpengalaman, aku akan membayarnya dengan harga yang tinggi. Temukan segera jika kau tidak ingin merangkap dua pekerjaan sekaligus." Kata-kata tuan muda itu begitu tegas. Nampak bahwa dia adalah orang yang benar-benar disiplin dalam segala urusan.
"Baik tuan. Saya akan bekerja keras sebaik mungkin." Pak Ali sungguh tidak keberatan walau harus merangkap dua atau lima pekerjaan sekaligus, yang penting itu demi kepentingan tuan Devan, ia siap melakukan nya demi sebuah kesetiaan.
"Dan juga—" lanjut pak Ali bimbang. Haruskah ia mengatakan isi laporan penting hari ini pada situasi yang sedang tidak baik-baik saja, di tengah kemacetan lalulintas.
Pasalnya, akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang datang secara beruntun, sedangkan orang yang seharusnya bertanggung jawab tidak pernah bisa di andalkan. Kalau bukan karna status—tunangan, sudah pasti nyonya Revy masuk dalam list hitam yang akan di singkirkan.
"Katakan saja, jangan setengah-setengah!" Seru Devan, gusar.
Kening Pak Ali mengkerut sempurna hingga membuat matanya terpejam, berat rasanya mengungkapkan hal ini. Belum berbicara saja wajahnya sudah pucat pasi. Kekhawatiran mulai merasuki pikirannya.
"Pak Ali! Mengapa malah diam. Ada apa dengan ekspresi aneh di wajahmu itu. Apa kau sudah bosan bekerja dan ingin pensiun dini?!" Tegur Devan saat perubahan wajah asistennya itu terlihat suram.
"Saya akan mengabdikan diri seumur hidup untuk anda tuan, hanya saja laporan kali ini—''
"Pak Ali!" Devan menjadi tidak sabaran.
Dengan suara serak pak Ali akhirnya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Tuan, menurut informasi yang di dapatkan oleh konsultan kita, desain utama milik Devaradis, yang akan di luncurkan pada musim panas mendatang telah curi oleh perusahaan lain dan bahkan sudah di patenkan beberapa hari yang lalu. Dan juga, desain wedding gown dalam proyek pembukaan wedding hall di Resort diamond dome milik kita juga mengalami masalah yang sama."
"Apa-apaan!!!" Pekik pria yang sorot matanya mulai menajam. Devan menggebrak sofa mobil disebelahnya dengan pukulan yang keras. "Bagaimana hal itu bisa terjadi? Katakan padaku, dari siapa informasi itu, apakah informasinya benar-benar akurat? Dan perusahaan mana yang berani mencuri desain milik Devaradis!"
Tubuh pak Ali mulai bergetar. Karna apa yang dia sampaikan barusan belum seberapa, kali ini ada yang lebih buruk lagi.
"Ini masih belum pasti. Karna masih dalam proses penyelidikan, tuan. Sebab laporan baru saja masuk pagi ini. Dan team lapangan sudah bergerak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut." Suaranya parau tak memiliki kepercayaan diri untuk di dengar.
Devan yang yang sedang melipat tangan di dada masih menunggu kelanjutan bicara Asisten pribadinya.
"Nyonya Revy mungkin saja belum membuat surat pernyataan kepemilikan desain serta belum menyerahkan surat kuasanya kepada konsultan. Ini seharusnya menjadi point utama yang harus di tuntaskan, namun tampaknya Nyonya Revy mengabaikan nya. Tapi tuan tidak perlu khawatir, setelah informasinya kita dapatkan, saya akan mengatur jadwal pertemuan anda dengan pemilik perusahaan tersebut. Atau kita akan mengajukan gugatan pengalihan hak desain." Terang Pak Ali dengan sangat detail dan teliti.
Devan menekan keningnya yang mengkerut. "Revy lagi, Revy lagi. Selalu saja!" Geram Devan sambil menggertakkan gigi gerahamnya di antara suara sirene mobil ambulance yang berbunyi kencang dari arah belakang, memberikan sinyal khusus agar semua mobil menyingkir memberikan akses jalan.
Ternyata di persimpangan jalan di depan sana, telah terjadi kecelakaan tabrak lari pada titik lampu lalu lintas.
"Apalagi?" Tanya Devan pada wajah pak Ali yang terlihat hendak mengatakan sesuatu.
Pak Ali menekan saliva nya yang terasa begitu pahit. "Begini tuan, sample baju musim panas milik Devaradis sudah jadi seratus persen, dan kain yang kita import sudah di proses semua di konveksi milik kita. Jadi melalui kejadian ini kita di pastikan mengalami kerugian besar. Dan juga jadwal launching brand kita pun bermasalah ke depannya."
"....."
"Laporan lebih lanjut mengenai kasus wedding gown, yang memerlukan waktu pengerjaan yang cukup lama, sejauh ini sudah rampung hampir 90 persen. Dengan biaya yang tidak sedikit dan tenaga ahli profesional yang cukup banyak. Tapi secara mendadak, semua ahli profesional itu berhenti bekerja, karena di tarik kembali oleh group Yorishima—yang baru saja membatalkan kerja samanya dengan Devaradis dan juga men- stop pemasokan bahan pokok perhiasan yang kita butuhkan. Jika tidak segera di temukan solusinya maka—"
"Kenapa malah diam!" Devan sedikit membentak. "Lanjutkan!"
"Maka di pastikan, proyek pembukaan wedding hall kita akan batal tahun ini. Para investor bisa saja akan menarik dana mereka, saham kita bisa anjlok, dan defisit perusahaan kita semakin besar. Karena itu kemungkinan besarnya akan terjadi konflik internal di antara para direksi, dan kredibilitas anda akan di ragukan sebagai CEO." Pak Ali menarik nafasnya yang tersendat dan membuangnya perlahan.
"Sialan! Aku tidak bisa membiarkan ini!" Seru Devan dengan mata memerah. Ia menguatkan genggaman tangannya hingga jemarinya menimbulkan suara gesekan gemeretak tulang.
Devan sudah tidak bisa lebih sabar lagi menunggu kemacetan. Ia pun segera keluar dari mobilnya dan di susul oleh pak Ali. Devan meminta Asisten nya menyerahkan tas hitam itu padanya. Pak Ali pun langsung memberikan apa yang Devan minta.
Devan langsung mengambil tas yang berisi berkas-berkas penting dari tangan pak Ali yang berkeringat dingin. "Aku akan berjalan dan mencari taksi di depan sana. Segera menyusul ke kantor jika jalanan sudah lancar."
"Baik Tuan, saya akan segera menyusul anda dalam beberapa menit saja. Tuan, tolong berhati-hati lah selama di perjalanan." Kata pak Ali sambil membungkuk dalam, memberikan salam hormat untuk majikannya. Dan Devan pun berlalu begitu saja.
Sementara di dalam mobil, pak Ali mengutuk dirinya sendiri yang tidak becus bekerja mendampingi tuan Devan. Ia juga menyalahkan dirinya karena tidak bisa mencegah masalah yang menyulitkan tuannya. Pak Ali menyesali betapa tidak berdayanya dirinya untuk menyingkirkan orang-orang yang mungkin saja telah mengkhianati tuan Devan.
Pak Ali bisa merasakan aura dingin yang di pancarkan oleh Devan, walaupun pria berwatak dingin itu tidak banyak berkomentar. "Aku hawatir membiarkannya pergi sendirian ke kantor, semoga tidak ada hal yang buruk terjadi."
Padahal, ini adalah moment penting bagi perusahaan untuk merayakan tahun ke empat berdirinya Devaradis di Indonesia. Hasil kerja keras tuan Devan sendiri tanpa bantuan siapapun, termasuk Artyom Group. Malah ekslusive launching kali ini di ambang kegagalan. Hingga project baru—wedding hall, yang di gadang-gadang akan menjadi pusat kekuatan tuan Devan akan musnah.
Pak Ali akan terus memantau kasus ini, jika masih terjadi kesalahan yang beruntun, sudah pasti ini adalah pengkhianatan orang dalam. Tinggal menelusuri benang merahnya dan pak Ali yakin Devan pasti menyadarinya.
...• • •...
CEO DEVARADIS- Devan Artyom, bergegas memasuki ruangannya dan sudah tidak sabar ingin membaca seluruh dokumen yang harus segera di selesaikan secepatnya.
Namun begitu pintu terbuka, ia di sambut oleh wangi lembut yang begitu alami, semacam aroma kayu dan bunga di alam liar- yang langsung membelai indra penciumannya tanpa permisi. Seketika memberikan efek menenangkan bagi fikirannya yang sedang kacau.
Devan sampai terjebak sebentar pada titik ini, membiarkan dirinya menikmati sejenak ketenangan ini. Ini seperti wangi Caron Poivrae- merk perfume yang sering di gunakannya dahulu. Ah, jadi ingat masa lalu.
Devan memaksa menyadarkan dirinya dan mulai mengambil langkah masuk lebih dalam, ke tempat dimana meja kerjanya itu berada. Ia tak langsung mengistirahatkan diri pada kursi empuk yang sudah siap menantinya. Justru matanya tersihir oleh pemandangan menawan yang terpampang sempurna pada seluruh titik dalam ruangannya.
Sebuah dekorasi tata letak yang unik dan mencolok, di atur dengan cara yang tak biasa, menggambarkan kreativitas yang tinggi. Ini sungguh yang Devan inginkan, sebuah definisi kekuasaan, kekuatan dan inspirasi. Sempurna!
Devan terpaku cukup lama, hingga terdengar suara pintu terbuka.
Cklek!
"Saya datang!" Ujar pak Ali dari balik pintu yang sudah menganga, kemudian di tutupnya kembali.
Begitu pak Ali melangkah masuk lebih dalam, ia pun langsung syok melihat semua perubahan yang terpampang jelas didepan matanya. "Ruangan tuan Devan, mengapa bisa terjadi?"
Kaki pak Ali melemas, ototnya tak mampu menyangga tubuhnya yang besar, keringat dingin mulai bercucuran di keningnya.
"Mati aku sekarang, sungguh tamatlah riwayatku, perbuatan siapa yang berani-beraninya merubah tatanan ruang tuan Devan." Ringis nya dalam hati.
Ini pasti atas keteledoran pak Dani, si kepala departemen kebersihan itu, yang telah mempekerjakan orang dengan sembarangan, dia benar-benar telah menghancurkan karirnya sendiri.
"Pak Ali!" Suara Devan memanggil dengan lantang.
"I- iya tuan," pak Ali benar-benar gemetaran.
"Segera panggilkan orang yang hari ini bekerja menggantikan Jay. Sekarang juga!" Titah Devan tanpa mengalihkan pandangannya dari objek yang sedang di lihatnya.
"Siap di laksanakan, tuan." Dengan langkah kilat pak Ali keluar dan menelpon kepala kebersihan- pak Dani.
Tak berapa lama.
Datanglah seorang wanita berseragam biru, dengan tubuh setinggi 165 cm. Ia pun segera masuk setelah di persilahkan dan langsung menghadap Boss yang memanggilnya. Berbarengan dengan pak Ali yang berjalan menyusul di belakangnya.
Namun ketika mereka bertiga sudah ada di dalam ruang kerja CEO, pak Ali memilih menjaga jarak dan berdiri di dekat tembok dengan wajahnya yang kusut.
"Ada yang harus saya kerjakan lagi, Boss?" Suara Anna yang tegas memecah keheningan di ruangan ini. Anna berdiri tepat di depan meja kerja milik Devan. Sedangkan sang CEO kini sedang berdiri di tengah-tengah—antara ruang kerja dan ruang koleksinya.
Devan membalikkan badannya menghadap ke arah suara yang ada di belakangnya. "Siapa nama mu?" Tanya nya datar penuh wibawa.
Hati Anna tersentak kuat ketika pria bertubuh tinggi itu menghadap ke arahnya. Bukannya menyebut namanya sendiri, Anna justru menyebut sebuah nama yang tidak asing baginya, sebuah nama dari pemilik wajah yang sangat lekat dalam ingatannya. Sebuah nama dari pemilik wajah yang kini berdiri sebagai Boss nya.
"D- Devan?" Lidah Anna berucap kelu, gerak bibirnya kaku, hanya ia sendiri yang bisa mendengar dari satu kata yang terucap barusan.
Mata Anna masih terbelalak, membulat sempurna, termasuk bibirnya yang menganga. Tubuhnya pun membeku seketika, sedang lidahnya seolah tercekat di tenggorokan, tak mampu mengeluarkan jawaban yang jelas dari sebuah pertanyaan yang sangat sederhana.
Anna mematung seketika, menatap penuh haru sosok pria yang tatapan matanya sedalam dan sebiru lautan Antartika.
"Devan Artyom, kau kah itu?" Anna masih tidak mempercayai apa yang lihatnya. Kepalanya mendadak sedikit pusing dan tubuhnya seolah mengambang di atas bumi.
Ingin rasanya Anna berteriak, menangis bahagia untuk pertemuan yang amat sangat ia nantikan ini. Tapi, begitu Anna menyadari sesuatu, ia menjadi lemah. Anna kemudian melirik seragam pegawai rendahan yang di pakainya saat ini, juga outfit mahal yang menghiasi tubuh Devan yang semakin meninggi.
Nampak sangat jelas status sosial yang terbentang jauh diantara mereka. Ya, Anna sudah menyadari sejak awal kalau Devan mungkin saja berasal dari keluarga yang kaya raya, tapi ia tidak sampai pada pemikiran bahwa Devan adalah sosok dari pemilik perusahaan terkenal, seperti Devaradis. Mata Anna langsung terfokus pada sebuah papan nama yang ada di atas meja, yang tadi sempat terabaikan dari pandangannya saat bekerja. Bertuliskan CEO- Devan Artyom.
Walau hasrat Anna ingin menyapa Devan dengan senyum manis penuh kehangatan, sambil memperkenalkan diri dengan riang, menggapai tangan Devan yang sempat ia tolak dahulu, kemudian mengatakan bahwa janji mereka untuk bertemu kembali di masa depan telah tiba. Namun khayalan indah itu runtuh seketika begitu realita menyadarkan Anna pada sebuah kenyataan yang amat pahit.
Meskipun begitu, janji adalah janji, dan Anna harus tetap memenuhi janjinya terakhir kali, untuk memperkenalkan dirinya secara resmi kepada Devan. Sosok laki-laki yang di temuinya di sebuah kota asing, menghabiskan malam bersama hujan di sebuah halte bus.
"Perkenalkan, nama saya Anna Isadora B." Anna akhirnya membuka suara, memperkenalkan dirinya secara resmi.
Sedangkan, pria yang sejak tadi memperhatikan gelagat aneh Anna itu berjalan mendekat.
-Seperti mimpi indah di siang hari yang cerah, aku melihatmu berdiri tepat di hadapanku. Namun sialnya kau adalah seorang pangeran dan aku adalah si pelayan. Inikah takdir pertemuan kita?-
mampir di novelku ya/Smile//Pray/