Derap Dalam Gelap
"Akra, Gres, ayo liburan bareng!" Allegro mengatakan, club musik akan berkemah dipinggir danau Oazi, mereka akan menulis lagu baru liburan ini.
"Kalian akan menjadi orang pertama yang mendengarnya." Kata Andante menambahkan.
"Peralatanya sudah kami siapkan seminggu yang lalu, jadi jangan khawatir, ada 8 tenda besar, sedangkan kami hanya empat belas orang." Mereka berdua begitu semangat.
"Bagaimana, ya...," Aku berpikir sejenak. Gres pernah bilang akan kedesa neneknya untuk belajar merangkai bunga. Aku lebih memilih ikut denganya kalau diajak. Apa dia masih ingat?
"Aku akan melakukan sesuatu. Jadi, ma'af, aku tak bisa."
Gres menoleh. Sepertinya dia akan mengiyakan tawaran itu.
"Serius?" Andante menegaskan.
"Ya." Kataku sambil mengangguk.
"Yaaa...h." Allegro tampak sedih.
"Ya, sudah. Jangan sampai kesepian. Hubungi kami kapanpun. Ingat 'melodi pengisi hati'." Dia menunjuk moto mereka yang tersulam dengan benang emas ditas gitar yang tersandar dekat jendela bus.
Tak lama kemudian anak-anak mulai ramai. Aku memeriksa ponsel, 8 menit sebelum bus berangkat.
Anak-anak kelas kesenian masuk dengan beberapa buket dan peralatan yang tersembul keluar dari tas mereka. Mereka bicara dengan heboh tanpa memperhatikan jalan dengan baik.
Gres menjulurkan kakinya untuk menghalangi mereka, itu berhasil. Cewek pirang yang berjalan paling depan terjatuh. Beberapa goresan muncul dilayar ponselnya yang mendarat lebih dulu. Segera saja teman-temanya membantunya bangun. Mereka membersihkan lutut dan sikunya yang berdebu. Mereka menatap Gres dengan Geram.
"Apa sih masalahmu?" Tanya gadis itu mengepalkan tangan. Gres memasang ekspresi lugu dan menjawab dengan kalem.
"Tak ada, hanya bersenang-senang." Tanganya yang mengepal membuka dan melayang menuju pipi Gres. Gres memundurkan wajahnya beberapa senti,
hampir saja kena. Yang menampar sendiri setengah berputar akibat momentum dari gerakan itu.
"Kau baik-baik saja, dear?" Tanya Gres. Gadis itu semakin geram.
"Ah, begini, namamu Eldery, kan? Aku Gresen. Salam kenal." Dia menjulurkan tangan dan Dery menepisnya dengan kasar.
"Dery, hentikan! Ayo!" Seorang gadis lain mendorongnya agar gadis yang dipanggil Dery segera berlalu. Tiga anak lain dibelakanga mereka bersungut-sungut membenarkan.
Alleggro, berbalik menghadap kami sambil tersenyum.
"Hati-hati Gres, rumornya dia sudah mencampakkan selusin laki-laki dan menolak lebih dari dua puluh orang." Katanya. Gres menanggapinya dengan senyum miring.
Aku menyenggol kakinya,
"Fara bagaimana?" Tanyaku. Wajah Gres memerah. Dia berusaha menjawab, tapi kalimatnya tak terucap.
Fara adalah seorang murid cerdas meski terkesan lugu, pendiam dan tidak aktif. Karna itu, murid bengal seperti Gres sulit mendekat. Ya...walaupun sebenarnya Greslah yang enggan. Dia sepertinya sadar, tak ingin menulari Fara penyakit ke'nakalan'nya yang tidak diharapkan mewabah.
Fara sendiri tak pernah tau perasaan Gres yang sebenarnya, karna Gres tak pernah mengatakanya. Itulah hal istimewa dari Gresen. Dia berhasil menjaga gadis itu agar tidak dibully anak bengal yang 'sejenis' denganya. Akibatnya, Fara yang culun bisa tetap aman. Setidaknya begitu yang kutahu.
"Kau tau masalah yang sedang dihadapi club merangkai bunga, kan?" Fara adalah salah seorang anggota disana. Kabarnya banyak karangan bunga hilang dari galeri sekolah.
Gres sering mengatakan dia ingin masuk keclub yang sama dengan Fara. Mereka sudah kelas tiga. Gres ingin minimal Fara tau namanya sebelum mereka lulus. Dia sudah mengatakan itu lebih dari dua puluh kali seingatku.
Aku tertawa saat pertama kali mendengar idenya. Merangkai bunga? Berapa kalipun didengarkan tampaknya tidak cocok dengan Gres. Apalagi jika kalimat itu diucapkan sambil melihat wajahnya.
Aku membayangkan Gres diruang kesenian duduk diantara bunga-bunga yang berserakan, dengan pita dan gunting. Memilah-milah dan mengukur plastik mika dan sebagainya. Entah mengapa aku merasa...
Tak terucapkan.
Belakangan aku paham. Begitulah tekadnya untuk menghormati orang yang dia sukai.
Tak lama kemudian bus mulai penuh. Menurut jadwal, 5 menit lagi bus akan berangkat. Bus jadi berisik, semua orang bicara berbagai topik seputar liburan. Tiket pesawat, biaya hotel, tujuan vakansi, landdoll, taman bermain, hutan wisata. Dan berbagai tempat.
Aku mendadak menjadi iri. Pasti sangat menyenangkan bisa berkumpul dengan orang tua dan pergi liburan bersama. Sayangnya, orang tuaku sedang sibuk. Mereka baru pulang dua hari yang lalu dan sudah pergi lagi. Tak ada yang istimewa, selain satu hal yang tak terlewatkan, mereka selalu pulang dengan dua koper besar cucian.
Sopir bus mulai menyetir. Kami melewati jalanan yang sudah mulai ramai. Tempat hiburan buka lebih awal. Cafe, resto, karoke, dan game center, mengadakan berbagai promo menarik. Beberapa diantara tempat itu tampak baru dipugar. Walpaper dan iconya baru dan segar. Memikat para muda-mudi untuk menghabiskan waktu disana.
Kami berhenti dihalte dekat pertigaan. Rumah kami ada dibelokan sebelah kanan. Selain teman dekat, aku dan Gres juga tetangga idola. Jarak rumah kami tak lebih dari seratus meter.
Kami sering belajar bersama, makan bersama, main bersama, bertengkar, dan pergi bersama.
Sejak kakakku kuliah, aku lebih dekat dengan Gres daripada dengan siapapun, kecuali bi Ike, pembantu rumah kami yang suaminya ditugasi bunda merawat taman bunga plus merangkap sebagai sopir. Ditambah lagi aku dan Gres sama-sama sering ditinggal orang tua. Jadi kami semakin dekat satu sama lain.
Dia dan aku sudah berteman sejak smp. Nakal dan anti aturan. Jika ada hal yang paling sulit untuk ditularkan pada Gres, itu adalah mengerjakan pr. Tapi Gres adalah teman yang kuat, bisa dipercaya dan dapat diandalkan.
Kami berbelok kekanan dan mulai memasuki area perumahan yang berjajar rapi. Pohon ceri dan jambu air merekah merah dipintu masuknya.
"Apa yang akan kau lakukan liburan ini?" Tanya Gres begitu kami melewati sebuah rumah bercat biru tua terang yang begitu mencolok.
"Tak ada." Jawabku.
"Serius?" Dia menoleh dengan mata melebar. Apa dia masih ingat ceritanya dua minggu lalu?
"Ya."
"Begini, Akra." Dia berdehem.
"Bukanya sebaiknya kau sesekali jauh dari rumah." Aku mengerutkan kening.
Saran macam apa itu?
"Sudah sebaiknya kau memberikan waktu untuk bi Ike dan Pak Sabit tinggal berdua, kan. Berada diantara dua orang yang saling mencintai i.." Tampaknya Gres sedang kerasukan dewi cinta sinting. Kalau sudah begini lebih baik tak usah didengarkan.
"Apa rencanamu?"
"Belajar merangkai bunga didesa nenek!" Jawabnya sambil tersenyum lebar. Gres jadi dua kali lebih tampan dengan senyum itu.
Kota kami terkenal dengan karangan bunganya. Namun, meskipun begitu, bunga-bunganya didatangkan dari berbagai tempat. Desa nenek Gres adalah salah satu tempat dimana bunga-bunga itu berasal.
"Aku akan kerumahmu nanti sore. Siapkan kue enak untukku." Kata Gres sambil berjalan memasuki halaman rumahnya yang bercat oker. Bukanya diajak mampir malah disuruh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments