Bukan area bocil, harap minggir💃🏻
Divya hanya seorang wanita rumah tangga biasa, berbakti pada suami yang memintanya menjadi ibu rumah tangga yang baik dengan hanya mengurusi perihal pekerjaan di rumah dan mengurusinya sebagai suami. Meskipun Divya lulusan S-1, namun wanita itu menurut pada lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu dengan tidak menjadi wanita karir.
Namun, seketika rumah tangga mereka yang baru saja menginjak usia 2 tahun hancur karena orang ketiga. Bahkan orang ketiga itu sudah mempunyai seorang suami.
"Kau tega mengkhianati ku dengan wanita murah4n ini, Bang!" Divya menjambak selingkuhan suaminya itu dengan emosi.
Dughh!!!
Tubuh Divya tersentak, bagian belakang kepalanya dipukul dengan benda keras. Tak lama tubuh Divya terjatuh ke lantai, meregang nyawa dengan dendam yang ia bawa mati.
Namun, tiba-tiba Divya terbangun kembali. Dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 18 tahun lalu dengan memakai tubuh gadis yang bernama Ellia itu, Divya membalas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Om Mau Tidur Sama Kamu.
Kedua insan yang sudah saling melepaskan hasr@t dan gairah terlarang nya itu, masih saling terdiam telentang di atas karpet lantai dengan pikiran mereka masing-masing.
Divya dengan pikirannya yang ingin membuat Emilio cinta mati padanya, sekaligus juga menghancurkan hubungan Fayyana dan Finn. Saat Fayyana menginginkan Emilio kembali, ia ingin Emilio membuang wanita jal4ng itu dengan cara yang kejam. Sekeji Finn membuang dirinya demi Fayyana.
Sedangkan Emilio, sedang memikirkan janji nya pada Ellia yang akan menjadikan keponakan nya itu jadi simpanan nya. Tidak mungkin mereka terus berhubungan badan tanpa ikatan, apa harus menikahi Ellia? Pikir lelaki itu.
Drrrrrtttt...
Ponsel milik Ellia berdering, pikiran Divya terputus. Itu dering tanda bahaya, kode dirinya dengan Sisil. Dengan cepat Divya mengangkat panggilan itu. "Ada apa?"
"Nyonya menuju kamar Anda, Nona."
Tuttt.... Dengan cepat panggilan Divya matikan. Jangan sampai hubungan mereka ketahuan sebelum Emilio cinta mati dan bertekuk lutut padanya, jika ketahuan bisa-bisa rencananya gagal kalau nantinya Emilio lebih memilih Fayyana.
"Om! Bangun dan pake bajunya! Tante sedang kesini!"
"Apa?!" dengan tergesa-gesa Emilio memakai boxer, lalu pakaian nya satu persatu.
Divya sudah berlari ke walk in closet, mencari baju lalu membawanya ke kamar mandi. Dia harus membersihkan tubuh karena aroma percintaan menguar dari tubuhnya, di bawah sana lahar semburan dari buyung Emilio membasahi miliknya, ia takut Fayyana curiga dengan aroma nya.
Tok Tok Tok.
"Ellia, Tante masuk."
Baru saja Fayyana mau membuka pintu, namun pintu terbuka dari dalam.
"Mas! Sedang apa kamu disini, malam-malam gini?" mata Fayyana memicing, menatap penampilan Emilio yang sedikit berantakan. Celana pendek ala rumahan lelaki itu kusut dengan rambut yang sedikit acak-acakan.
"Oh itu, tadi Ellia minta tolong padaku dibawakan kotak obat. Katanya kepalanya yang kena benturan sakit lagi, aku tadi kesini bawa ini." Emilio menenteng kotak obat di tangannya.
"Loh, kan ada obat dari Dokter? Emang udah abis?" tanya Fayyana.
"Obatnya kelupaan Mas tebus."
Di belakang Emilio, Divya yang sudah selesai membersihkan kilat tubuhnya dan sudah berpakaian lengkap dengan cepat berlari ke arah nakas mengambil obat-obatan dari Dokter lalu menyembunyikan nya.
"Oh. Kalau gitu cepat tidur, Mas. Aku mau bicara dengan Ellia sebentar." Fayyana melewati Emilio yang menyamping memberikan jalan padanya.
"Tan," Divya berusaha biasa saja.
"Tante mau bicara bentar. Barusan orang tua Maxime menelepon Tante, katanya kamu nggak angkat telepon mereka." Ujar Fayyana.
"Oh, El lagi pusing tadi Tan... jadi nggak angkat panggilan. Kenapa emang?"
"Katanya Maxime udah sadar, dan dia cari kamu terus. Kalau kamu mau pergi ke rumah sakit, biar supir yang anter." Ujar Fayyana.
"Ooh, udah sadar. Syukurlah, tapi ini udah malem jadi besok aja El pergi kesana ya."
"Terserah kamu." Fayyana berbalik badan akan keluar dari kamar, namun ia kembali berbalik. "El, jangan pakai baju kayak tadi lagi. Lagian, sejak kapan kamu pakai baju mini kayak gitu. Tante kan udah beliin baju-baju yang sopan buat kamu," mata Fayyana menatap tajam.
"Baju sopan buat apaan sih, Tan? Aku lagi pengen ganti gaya, boleh dong."
"Nggak boleh! Tante nggak ijinin, berpakaian kayak biasanya aja. Apalagi di dalam rumah ada Om-mu, jangan sexy-sexy! Paham!"
"Apa Tante takut Om Emilio kegoda sama aku? Jadi selama ini sengaja beliin baju buatku yang sopan-sopan, gitu?"
"Nggak usah banyak tanya, lagian mana mau Emilio sama kamu. Wajah kamu aja nggak bisa ngalahin cantiknya Tante, apalagi tubuh mu nggak bisa dibandingkan dengan tubuh sexy Tante. Jangan pernah bermimpi, Emilio akan tergoda sama kamu."
Fayyana tersenyum meremehkan. "Emilio itu cinta mati sama Tante, sampai kapanpun dia nggak akan bisa mengkhianati Tante."
Hahahaha! Lucu! Sayang nya udah kegoda tuh! Divya hanya mampu tertawa dalam hati.
"Iya, iya. Tante si paling cantik paripurna, wanita sexy dan sempurna. Nggak mungkin Om Emilio berpaling pada wanita lain," Divya mengangguk mengiyakan.
"Iya dong! Tantemu ini mantan primadona kampus, Om-mu itu yang ngejar-ngejar Tante. Dia adalah lelaki setia. Lagipula kamu tuh masih bau kencur, belum pengalaman." Fayyana terus membanggakan dirinya sendiri.
"Iya deh, aku percaya. Jadi, kalau Tante emang se percaya itu dengan cinta Om Emilio yang katanya setia. Boleh dong aku pakai baju apa aja, kan si Om nggak mungkin kegoda. Masa sih aku yang masih bau kencur ini bisa ngalahin Tante, nggak mungkin 'kan?" terselip tantangan dalam ucapan Divya.
Ada secuil kegelisahan di hati Fayyana, namun wanita itu tetap ingin terlihat percaya diri.
"Tentu saja, mau se-sexy apapun kamu atau jika kamu berani menggoda Om mu itu... Tante yakin, cinta Emilio nggak akan berpaling dari Tante. Tante mempertaruhkan harga diri dan kehormatan Tante, Emilio nggak akan pernah berkhianat!" ucap Fayyana menggebu-gebu, kepercayaan dirinya sangat tinggi.
"Okay, pegang omongan Tante ya. Om Emilio akan tetap setia pada Tante dan nggak akan mungkin kegoda oleh wanita manapun."
"Of course!" sekali lagi Fayyana menjawab yakin, dagunya terangkat tinggi.
Setelah sedikit perdebatan kecil di kamar Divya, suasana kembali hening. Divya sedang bersiap tidur, baru saja menutup mata namun suara pintu kamar yang terbuka membuat mata terpejam Divya kembali terbuka.
"Ini, Om..." bisik Emilio.
"Ngapain, ini udah malem banget." Tanya Divya tanpa bergerak di dalam selimut.
"Om mau tidur disini sama kamu," jawab Emilio cuek.
"Terus, Tante Fayyana nggak curiga Om nggak ada di kamar kalian?"
"Tantemu nggak bakal curiga, Om udah pisah kamar sama dia."
"What?!"
"Udah ah, besok aja bicara lagi. Om ikut tidur disini pokoknya!" Emilio membuka selimut yang menutup tubuh mungil Ellia, lalu naik ke atas ranjang.
"Dih Om, kalau pagi-pagi orang pada bangun entar ketahuan Om abis tidur disini," Divya ragu membiarkan Emilio tidur disana.
"Jangan pernah nolak Om!" nada suara Emilio meninggi.
Dih!
"Ya bodo amat lah, El capek Om. Mau tidur!"
"Enak aja tidur! Kamu udah bangunin junior Om yang selama 7 bulan tertidur. Sekarang tiap Om kepengen, layanin Om."
Lah, kok jadi gini! Dia malah ketagihan!
"Dosa... Om," Divya beralasan dengan alasan yang payah.
Benar saja, Emilio mendengus kasar, "Kalau tau dosa, kenapa berani menggoda Om?! Udah kalau takut dosa, besok kita nikah siri aja! Nggak ada penolakan!"
"Eh!" Divya mencicit, boleh gitu arwah sepertinya yang masih sah bini orang nikah sama pria lain?
"Sekarang layani Om lagi," suara Emilio sudah terdengar berat.
Akhirnya terjadilah adu fisik untuk kesekian kalinya, bahkan tidak cukup sekali Emilio meminta tapi berkali-kali. Saat tubuh Divya tidak kuat lagi dan tergolek lemas baru lah Emilio melepaskannya.
Kalau gini urusannya, lelaki naffsuaan ini diibaratkan sedang meminta imbalan karena dimanfaatkan olehku untuk balas dendam! Gapapa deh, untung enak dan suka... wkwkk!
Divya pun tumbang, namun anehnya sebelum terlelap ia berpikir semua kejadian kejam yang terjadi padanya terasa sebagai mimpi dan hidupnya yang sekarang sebagai orang lain terasa begitu nyata.