Aurora Clarissa adalah seorang gadis piatu yang dibesarkan di panti asuhan sejak ia masih bayi, dia tidak pernah tahu siapa orang tuanya.
Suatu hari ibu panti memaksa Aurora untuk menikah dengan salah satu putra donatur panti, bagi kebanyakan orang itu adalah sebuah keberuntungan bisa menikah dengan orang terpandang, tapi tidak dengan Aurora, pernikahan ini bagaikan neraka di hidupnya karena telah merenggut kebebasan dan masa mudanya.
Seperti apa kelanjutan dan perjalanan hidup Aurora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himeka15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Dion membuka matanya perlahan menyamankan netranya, ia mengedarkan pandangannya seperti mencari keberadaan seseorang.
Mana gadis itu. Dion bertanya dalam benaknya.
Dion tidak bisa berbuat apa-apa ia cuma berbaring saja di atas kasurnya untuk waktu yang lama sampai telinganya menangkap bunyi suara pintu terbuka.
Terdengar suara langkah kaki masuk dan Dion bisa lihat jika itu istrinya Aurora. Aurora mendekat dan mendaratkan bokongnya di pinggir ranjang sambil mengelus surai rambut Dion.
"Mau mandi?" tanya Aurora.
Dion tidak merespon dan Aurora baru sadar ketika menyentuh kening Dion terasa hangat. Aurora memilih untuk tidak memandikan Dion saja.
"Sore ini tidak usah mandi," ujar Aurora.
Aurora masuk ke dalam kamar mandi kemudian keluar sambil membawa satu baskom berisi air hangat, ia meletakkannya di atas meja nakas.
Aurora mengambil keperluan Dion mulai dari perlak, diaper, dan lain-lain di lemari khusus di samping lemari pakaian. Aurora membentangkan perlak di bawa bokong Dion lalu ia mulai membuka dari atas dan turun ke bawah hingga menyisakan popok yang telah mengembung.
Aurora menyobeknya lalu memasukkannya ke dalam plastik hitam, ia membasuh area sensitifnya dengan handuk basah begitu juga dengan seluruh tubuh Dion. Selesai itu Aurora mengoles cream anti ruam di sekitar paha Dion lalu memakai popok baru padanya, ia juga menaruh minyak telon di sekitar area dadanya agar bayi besar ini hangat.
Aurora memakaikan sweater dan celana pendek saja, dia mengangkat tubuhnya lalu memapahnya agar duduk di kursi roda terus tidak lupa dia pasang sabuk pengaman agar Dion tidak merosot. Aurora mengambil selimut terus ia letakkan di atas paha suaminya itu.
Aurora mendorong kursi roda ke cermin, ia menyisir rambut Dion agar terlihat rapi.
"Gini kan ganteng," ujar Aurora sambil menyemprot parfum di sekitar pergelangan tangan Dion.
Aurora bisa dengar lenguhan Dion mungkin dirinya tidak nyaman akan keberadaannya tapi dia tidak masalah karena lambat-laun Dion pasti akan menerima keberadaannya.
"Ayo kita turun," ajak Aurora yang tentu tidak akan dapat balasan dari sang empu.
Aurora mendorong kursi roda ke luar, mereka turun dengan menaiki lift, pintu terbuka mereka berjalan masuk ke ruang makan.
Aurora mengunci kursi roda agar tetap berdiri stabil dan ia mengambil posisi duduk di samping suaminya.
"Ikat ini di leher Dion," ujar Dila menyodok baby slabber pada Aurora.
Aurora mengambil lalu mengikatkan di leher Dion. Dila memberikan semangkuk bubur abalone pada menantunya agar ia saja yang menyuapi putra sulungnya.
Bubur abalone adalah bubur diolah dengan mencampurkan beras dan abalone (kerang atau sejenis siput).
Mereka memulai makan malam tapi tidak dengan Aurora karena ia sedang menyuapi Dion, ia mengambil sedikit dengan menggunakan sendok kecil agar bisa mudah menyuapinya tapi tetap saja bubur itu tidak tertelan berakhir keluar mengotori mulut dan dagunya.
Aurora berusaha sabar menyuapi Dion yang hampir mirip dengan bayi yang ia rawat di panti, kira-kira ada sekitar 20 menit Dion makan buburnya.
Aurora mengambil air putih dengan sendok ia memasukkannya ke mulut suaminya agar dia bisa minum dan tenggorokannya tidak kering.
Selesai memberi makan pada Dion ia membersihkan sudut bibir dan dagunya terus melepaskan kain tersebut.
"Aurora, makanlah biar Dion sama mama," ujar Dila.
Aurora mengangguk ia memakan makanannya, menu makan malam ini bisa dikatakan cukup sehat untuk Aurora yang terbiasa makan nasi dicampur dengan mie. Menu makan malam ini adalah salad sayur dan salad buah.
Aurora makan itu dengan nikmat ia akui ini sangat lezat lemon dan gula aren terasa manis dan segar.
***
Aurora dan Dion berada di kamar setelah makan malam, Dion sedang berbaring sambil menatap kosong langit-langit.
Ini orang enggak bosan apa lihat atap kamar terus. Batin Aurora.
Aurora menghampiri Dion lalu duduk di pinggir kasur seraya mengelus kepala Dion, Dion merasa ada siluet orang di atasnya melihat siapa gerangan orang itu rupanya istrinya.
"Enggak bosan? Mau aku bacakan dongeng pengantar tidur?" tawar Aurora pada Dion.
Aurora menepuk keningnya dan menggerutu akan kebodohannya yang melempar pertanyaan seperti tadi tentu saja tidak akan digubris oleh pria ini.
Ekor mata Aurora melirik dan melihat di sudut kamar terdapat sebuah rak buku berhasil yang berhasil menarik perhatiannya, Aurora berdiri dan mendekat ke rak buku tersebut, ia melihat buku apa saja yang cocok untuk ia baca dan juga buat ia tertarik.
Sampai ia jatuh pada sebuah buku berjudul 'snow white' . Aurora mendaratkan pantatnya kembali di kasur dan menyandarkan punggungnya di headbord.
"Tuan, aku akan membacakan dongeng untukmu," ucap Aurora semangat sambil membuka lembar buku.
Apa dia pikir aku anak-anak sampai harus dibaca dongeng segala. Balas Dion dalam benaknya.
Aurora mulai membalik lembar buku kemudian membacanya. "Pada suatu hari hiduplah seorang putri cantik di sebuah istana, ia bernama Putri salju dia memiliki kulit seputih salju dan bibir semerah darah..." Aurora berhenti membacanya lalu menatap Dion, "Tuan, lebih cantik aku atau putri salju?" tanyanya.
Kalian berdua tidak ada yang cantik, jika disuruh pilih antara kau dan putri salju aku lebih pilih putri salju. Sahut Dion menggerutu di dalam batinnya.
"Tuan, makasih. Aku tahu aku cantik," celetuknya percaya diri.
Dia memang gila, kapan aku mengatakannya cantik.
Aurora memilih untuk tidak lanjut membacanya sehingga ia meletakkan buku di atas meja kabinet, Aurora membaringkan tubuhnya di sebelah Dion dengan posisi miring.
Aurora memainkan tangannya di bibir Dion yang dimana air liur terus keluar, "tuan, jika diperhatikan anda begitu tampan," ucapnya.
Aku tahu aku tampan pasti kau terpesona denganku.
"Tuan, bagaimana perasaan tuan ketika di dekatku apa tuan merasa nyaman?" tanya Aurora tahu bahwa Dion tidak akan bisa menjawabnya.
Enggak, aku merasa kau gadis gila dan aku takut berada di dekatmu, jika aku selalu bersamamu mungkin aku sudah tertular kegilaannya.
"Tuan, semoga anda cepat sembuh biar saya bisa pergi dari rumah ini," ucap Aurora seraya membelai wajah Dion.
Jika aku sembuh gak akan ku biarkan kau pergi dari sini, kau harus membayar perbuatanmu karena memperlakukan diriku seperti bayi. Ingin Dion berkata seperti itu tapi sayang ia tidak bisa.
Aurora terus mengoceh layaknya kereta api walaupun Dion tidak meresponnya seenggaknya dengan bercerita seperti ini Dion pasti mendengarnya tanpa menyela sama sekali. Sedangkan, Dion sang empu pendengar setia ia malah menggerutu dan menganggap bahwa Aurora adalah radio rusak yang sangat menyebalkan.
Tanpa mereka berdua sadari mata mereka terasa berat dan akhirnya mereka memejamkan mata masuk ke dalam dunia mimpi.
Segi penokohan ya unik biasanya pemeran utama selalu digambarkan secara sempurna tanpa cela. Tapi di cerita ini setiap tokoh memiliki kekurangan masing-masing.