Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh orang tua serta kedua kakaknya. Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12 Seleksi Eksekutif baru
Di sebuah ruangan redup yang terletak di lantai paling atas gedung tinggi, tujuh eksekutif dari organisasi Viper berkumpul.
Satu eksekutif yang tidak hadir adalah Eksekutif ke-2. Meskipun ia tidak hadir, tidak ada yang keberatan dengan hal itu seolah sudah terbiasa melakukan pertemuan tanpanya.
Pertemuan ini sangat penting karena mereka menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya serta kebutuhan mendesak untuk mengisi posisi eksekutif yang kosong.
Nomor 1, sosok yang paling dihormati dan dianggap sebagai pemimpin para eksekutif, membuka pertemuan dengan nada serius. "Kita semua tahu mengapa kita di sini. Posisi kesembilan kosong sejak insiden beberapa waktu lalu. Kita harus berhati-hati dalam memilih kandidat baru."
Nomor 8 mengangguk setuju, sembari menambahkan, "Sebelum kita membahas kandidat, kita perlu membicarakan orang misterius ini. Kita sudah kehilangan banyak sumber daya, dan yang paling parah, salah satu dari kita."
Nomor 6, yang dikenal dengan pendekatannya yang tenang namun tajam, menimpali, "Benar. Keamanan harus diperkuat di semua lini. Kita tidak bisa membiarkan ini terulang. Namun, soal kandidat baru, aku memiliki beberapa rekomendasi."
Nomor 4 memotong cepat dengan sedikit nada sinis, "Rekomendasi bagus, tapi bisakah kita percaya pada siapapun yang kita masukkan sekarang? Bagaimana jika si misterius itu juga punya mata-mata di antara kita?"
Semua orang merenung, organisasi mereka juga dikenal sebagai organisasi yang berfokus pada informasi, seharusnya mudah untuk mencari identitas orang yang ada di kota tersebut. Namun, mereka sama sekali belum mendapat informasi apa pun.
Diskusi semakin memanas sebelum Nomor 5, yang dikenal bijaksana dan pandai menengahi konflik, mencoba menenangkan suasana. "Kita selalu berhati-hati, bahkan di antara kita sendiri. Namun, kita harus membuat keputusan. Tanpa eksekutif kesembilan, kita lumpuh."
Setelah beberapa saat ketegangan, Nomor 7 berbicara, "Mari kita ambil langkah ini satu per satu. Kita bisa membentuk tim untuk menyelidiki ancaman ini lebih dalam, sementara yang lain fokus pada pemilihan kandidat yang tepat."
Nomor 3, yang sebelumnya hanya diam menyimak, akhirnya bersuara dengan tegas, "Setuju. Kita tidak punya banyak waktu. Bisnis tidak akan menunggu."
Nomor 8, yang paling ahli dalam manajemen operasional di lapangan, lalu beralih topik, "Berbicara soal bisnis, kita perlu melihat pengoperasian di gudang dekat pelabuhan. Ada penghambatan distribusi yang harus segera diselesaikan."
Nomor 1 mengangguk, "Kita tidak bisa mengabaikan operasi ini. Keuntungan dari gudang itu sangat besar. Nomor 8, pastikan semuanya berjalan lancar. Kita harus menekan semua gangguan."
"Sudah dalam penanganan. Tapi perlu peningkatan pengamanan. Kita tidak tahu sejauh mana si brengsek itu bisa menjangkau kita," jawab Nomor 8 penuh keyakinan.
Pertemuan berlangsung hingga larut malam, setiap eksekutif menyatakan komitmennya terhadap kestabilan organisasi. Mereka tahu, bertahan berarti harus terus bergerak cepat dan cerdas, selalu mengantisipasi langkah-langkah lawan yang tak terlihat.
Rumor mengenai seleksi eksekutif ke-9 telah menyebar luas, banyak orang yang ikut serta termasuk Leon, seorang pemuda tampan dengan tato yang memenuhi lengan hingga lehernya.
Untuk memenangkan seleksi, dilakukan tes IQ karena menjadi seorang eksekutif berarti harus dapat mengelola bisnis dan menggerakkan bawahannya.
Namun, kepintaran bukan satu-satunya syarat kemenangan karena mereka juga harus jago dalam bertarung. Dan di sinilah neraka yang sebenarnya dimulai.
Di dalam sebuah arena yang besar dan berdebu, cahaya matahari menyelinap melalui celah-celah dinding yang megah. Puluhan peserta telah berkumpul, wajah mereka mencerminkan tekad, rasa takut, dan ketegangan.
Pertarungan brutal dan tak terhindarkan ini hanya menyisakan satu pilihan: bertahan hidup atau tersingkir dalam kekacauan.
Di antara kilau tajam pedang dan kilauan cahaya dari berbagai senjata yang siap merenggut nyawa, berdiri Leon, seorang pemuda dengan sorot mata tajam dan penuh perhitungan.
Begitu peluit dimulai, suara denting senjata dan pekikan pertempuran memenuhi udara. Leon mengamati, senyum tipis terukir di wajahnya. Dia tidak terburu-buru. Satu per satu, peserta terlempar ke dalam pergulatan hidup dan mati, berjuang dengan segala upaya mereka.
Leon bergerak bagai bayangan, cekatan dan lincah, seolah menari di tengah kerumunan.
Pertarungan pertama dimulai ketika dua musuh mendekat dari arah berlawanan. Dengan refleks bagai kilat, Leon menghindar, memanfaatkan momentum untuk menyusup di antara mereka, lalu dengan cekatan menjatuhkan keduanya dalam satu gerakan tajam dan terukur.
Keahlian Leon tidak hanya pada kekuatannya, tetapi juga kecerdikannya. Setiap serangan dimanfaatkan dengan cermat, setiap pertahanan dirancang sedemikian rupa untuk menguras energi lawan.
Dia mengenali kelemahan lawan dan menggunakannya tanpa ampun. Ketika salah seorang peserta mencoba menyerangnya dengan tombak, Leon merendah, memutar tubuhnya, dan dengan satu ayunan pisau yang diambilnya dari peserta yang gugur, ia mampu melumpuhkan lawannya.
Suasana menjadi semakin liar ketika darah menyiram lantai arena, namun Leon tetap tak tergoyahkan. Ia memegang dua balok besi yang dia pungut, lalu menghajar satu per satu lawannya hingga tersingkir.
Di akhir pertarungan, tinggal tersisa beberapa peserta, namun semua menderita luka atau kelelahan. Leon, meski terluka, tetap berdiri tegak, menatap dengan mata baja ke arah para juri dan eksekutif yang kini sunyi.
Tahu jika tidak ada lagi yang bisa bertarung, Leon meneriakkan kemenangannya sambil mengangkat senjatanya tinggi-tinggi, menjadi yang terakhir berdiri di tengah arena yang kini senyap.
"Orang itu monster," ucap Eksekutif ke-5 yang mengamati jalannya pertempuran kepada asistennya.
"Pemuda itu bernama Leon, tidak ada informasi detail mengenai asal-usulnya, namun dia sudah menjadi anggota Viper selama 5 tahun. Selama bergabung, kinerjanya juga sangat baik."
Sang asisten memberikan informasi, membuat Eksekutif ke-5 semakin tertarik dengan pemuda yang dilihatnya, dalam benaknya ia sangat ingin berhadapan langsung dengannya. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan mengingat mereka ada di kubu yang sama.
"Sepertinya posisi eksekutif ke-9 sudah ditentukan."
Di hari yang sama, para eksekutif kembali berkumpul di ruangan yang sama. Suasana di ruangan tersebut semakin tegang saat para eksekutif merenungkan hasil seleksi yang baru saja berlangsung.
Nomor 5 yang mengawasi jalannya seleksi menceritakan semua yang terjadi dalam seleksi, terutama dalam pertarungan terakhir.
Nomor 6 mengatakan pendapatnya, "Ada baiknya kita menempatkan seseorang untuk memantau Leon. Dia bisa menjadi aset berharga jika dia benar-benar ada di sisi kita, atau ancaman besar jika sebaliknya."
Para eksekutif tampak setuju dengan saran ini. Sementara itu, Nomor 4, yang biasanya lebih sinis, kali ini terlihat berpikir lebih serius, "Kita perlu memastikan dia tidak memiliki hubungan dengan orang misterius yang mengancam kita sebelumnya. Dia bisa jadi kunci dalam teka-teki ini, atau bahkan mungkin terlibat."
Pertemuan berlanjut hingga keputusan akhir diumumkan. Leon secara resmi ditawarkan posisi eksekutif ke-9, tetapi dengan satu syarat: dia harus membuktikan kesetiaannya.
Misi pertama yang diberikan adalah menyelidiki lebih lanjut tentang orang di balik penyerangan bisnis mereka.
Di sisi lain, Leon memiliki rencananya sendiri. Setelah mendengar desas-desus tentang misinya yang baru, dia mengetahui bahwa ini adalah ujian untuk menunjukkan kesetiaannya.
Dia menyadari bahwa menjadi eksekutif berarti lebih dari sekadar kekuatan fisik; politik internal dan loyalitas adalah bagian dari permainan yang jauh lebih kompleks.
Malam itu, Leon berdiri di balkon gedung tua, memandang jauh ke kegelapan malam kota yang ia kenal dengan baik.
Ekspresi wajahnya masih menunjukkan ketenangan yang terkesan dingin serta dendam yang tidak tertahankan.