S 2
"Aku Punya Papa." Tiga kata yang selalu diucapkan Farzan bocah berusia 6 tahun itu, ketika teman-teman seusianya mengolok dirinya tidak punya papa.
Ibu mana yang tidak sakit hati melihat putranya yang selalu diolok, namun Zana hanya bisa diam karena dia tidak bisa menunjukkan siapa ayah dari anaknya.
Hingga ketika Farzan dinyatakan mengidap Pneumonia, penyakit yang bisa mengancam nyawanya, membuat dunia Zana seakan runtuh. Berbagai cara sudah ia lakukan untuk pengobatan putranya, namun hasilnya selalu nihil bahkan semua yang ia punya telah habis terjual. Dan pada akhirnya, dengan terpaksa Zana kembali ke kota kelahirannya untuk mencari sosok ayah biologis putranya, yaitu laki-laki yang telah menghancurkan masa depannya 7 tahun lalu, dengan harapan laki-laki itu bisa menolong putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23. APA YANG KALIAN RENCANAKAN?
BAB 23.
Waktu menunjukkan pukul delapan malam ketika Farhan sampai dirumahnya. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju kamarnya. Wajahnya nampak lelah sejak kemarin terus mencari Zana dan Farzan hingga malam hari, namun tak dapat menemukan meskipun ia memakai jasa bantuan.
Ketika mendekati ruang keluarga, samar-samar ia mendengar suara tawa yang ia tahu pasti semua keluarganya sedang berkumpul menonton televisi. Namun, semakin dekat ia tak mendengar suara televisi melainkan suara anak kecil yang kedengarannya berbicara melalui sambungan telepon.
Merasa penasaran Farhan pun melangkah kearah ruangan itu dan ketika bisa mendengar lebih jelas iapun menghentikan langkahnya diambang pembatasan ruangan itu dengan menyilangkan kedua tangannya di dada sertai mengindai satu-persatu yang ada di ruangan itu.
Papa, mama, Juna, Aruna dan Nana yang sedang asyik mengobrol dengan Farzan dan Arkan melalui sambungan video call, tak menyadari keberadaan Farhan yang menatap mereka dengan kedua mata membulat.
[Kak Nana pasti senang bila bertemu dengan Kak Farzan. Selain tampan Kak Farzan itu juga sangat pintar, beberapa tugas sekolahku Kak Farzan yang bantu mengerjakannya.] Tutur Arkan, sehingga Farzan merasa malu dibuatnya. Terlebih melihat wajah Nana dilayar ponsel juga nampak tersipu malu.
"Hei Arkan, jangan menggoda Kakakmu. Lihat itu pipinya jadi merah begitu." Kata Juna sambil terkekeh.
[Aku tidak menggodanya Om, aku berbicara fakta!] Arkan terlihat serius.
"Iya Juna, Arkan berbicara yang sebenarnya. Cucu Kakek itu memang sangat tampan dan juga pasti sangat pintar seperti Papanya." Ujar Papa.
"Putra Papa itu memang sangat pintar dalam urusan bisnis, tapi keahliannya nol besar dalam urusan wanita. Kalau tidak kecelakaan Farzan pasti tidak akan jadi." Kata Juna lagi, yang langsung mendapat serangan cubitan dari istrinya.
"Jaga bicaranya Kak Juna, gak enak didengar sama anak-anak." Aruna melotot pada suaminya itu.
"Iya Maaf." Ujar Juna sambil mengusap pinggangnya yang terasa panas.
Farzan dan Arkan tertawa melihat wajah Juna yang meringis kesakitan. Pun dengan Nana, gadis cilik itu tersenyum melihat tingkah kedua orang tuanya itu.
Percakapan melalui sambungan video call itu terus berlanjut, mereka benar-benar tidak menyadari kehadiran Farhan yang kini telah duduk dengan santainya di sofa tunggal sambil menaikkan kedua kakinya diatas meja.
[Kakek, Nenek, Om dan Tante, aku pamit kembali ke kamar dulu ya. Sebentar lagi Mama pasti akan mencari ku untuk minum obat.] Pamit Farzan, ia merasa sudah terlalu lama berada dikamar Arkan.
"Baiklah Sayang, sesudah minum obat langsung tidur ya, Kamu harus banyak-banyak istirahat agar cepat sembuh." Ujar Mama, kedua matanya berkaca-kaca menatap cucu laki-lakinya itu dari layar ponsel, rasanya sudah tidak sabar ingin segera memeluk duplikat putra sulungnya itu.
[Siap Nek. Nenek dan Kakek juga jaga kesehatan.] Kata Farzan. Ia menunggu Nana mengucapkan kata selamat malam atau selamat tidur. Namun, dalam beberapa detik Nana tidak mengucapkannya ia pun lekas berpamitan kembali ke kamarnya.
Sambungan video call itupun berakhir.
"Sayang ayo kita ke kamar, tidak usah memikirkan kakakmu itu yang pasti masih berada di jalanan. Biarkan saja dia menikmati pemandangan malam kota ini." Ujar Juna seraya menyimpan ponselnya kedalam saku celana sambil terkekeh.
Aruna tak merespon, tatapannya kini tak berkedip menatap sang kakak yang telah duduk dengan santainya di sofa tunggal sambil menatap mereka dengan tatapan datar.
Sementara mama dan papa langsung mengajak Nana meninggalkan ruangan itu begitu menyadari kehadiran Farhan. Mereka tidak mau melihat macan yang sudah lama tertidur, kini akan mengaum. Farhan pasti akan marah mengetahui mereka semua telah tahu keberadaan Farzan dan Zana tapi tidak memberitahunya.
"Sayang, ayo kita kamar." Juna memeluk pinggang istrinya.
Namun, Aruna masih tak bergerak, iapun mengikuti arah pandang istrinya itu yang mengarah ke...
Dengan cepat Juna menarik kembali tangannya yang telah melingkar sempurna di pinggang sang istri, kemudian menggaruk pelipisnya yang tidak gatal sambil sesekali melirik Farhan yang terus menatapnya tanpa kedip.
"Farhan, kau kapan pulangnya?" Tanya Juna dengan pelan. Melihat Farhan yang terus menatapnya, pasti kakak iparnya itu sudah mendengar semua ucapannya tadi.
'Habislah aku, Farhan pasti sangat marah.'
Dalam beberapa saat Farhan belum mengucapkan apapun, yang dilakukannya hanya menurunkan kedua kakinya dari atas meja lalu membenarkan posisi duduknya sambil beberapa kali menari nafas dalam.
"Em Farhan, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk membohongimu, tapi...
"Sudahlah, tidak perlu meminta maaf." Sela Farhan, lagi dan lagi ia mengatur nafasnya yang memburu setenang mungkin. Jika ditanya apakah ia marah telah dibohongi? Tentu jawabannya iya. Seharian penuh ia mengitari jalanan terus mencari tampa mempedulikan dirinya sendiri. Namun yang dicarinya ternyata telah berada ditempat yang aman dan nyaman. Dan keluarganya sengaja tidak memberitahunya.
"Sebenarnya apa yang kalian rencanakan?"
.
.
.
TBC.......✨✨✨
VISUAL