Pembalasan Istri Terbuang

Menjelma menjadi seorang Jharna Mikayla, ternyata memberi perubahan yang signifikan bagi seorang Anjani. Sosoknya yang begitu cantik dan mempesona, membuat Bobby menatap kagum pada wanita yang sedang berjalan menuruni anak tangga.

Tubuhnya yang semula gempal, kini kembali ke bentuk tubuhnya saat ia remaja. Usianya terlihat jauh lebih muda dengan kondisi kulit tubuh yang sehat. Sudah tidak ada luka-luka di tubuhnya. Anjani seolah terlahir kembali menjadi sosok yang lebih sempurna. Usaha selama hampir satu tahun, nyatanya membuahkan hasil yang tidak di duga.

“Dia Jharna Mikayla,” ucap Kelvin saat wanita cantik itu menghampiri Bobby.

“Wow!” itu kesan pertama yang diungkapkan laki-laki berkaca mata tersebut. Tidak ada kalimat yang bisa mengungkapkan sempurnanya penampilan wanita ini.

“Apa kabar dok?” tanya Jharna seraya mengulurkan tangannya.

“Baik, sangat baik.” Bobby membalas uluran tangan Jharna dan menggenggam tangan wanita itu dengan erat. Ia masih tidak percaya kalau wanita yang nyaris meninggal ini kembali hidup dalam sosok yang lebih baik. Tidak ada belas luka atau patahan tulang di tubuhnya yang tinggi semampai bak model profesional.

“Oh ya, perkenalkan, ini istriku, Amilny.” Bobby memperkenalkan seorang wanita cantik yang berdiri di belakangnya.

“Oh, hay. Saya Jharna,” wanita itu resmi menggunakan identitas barunya.

“Saya Amilny.” Kedua wanita itu saling berjabatan tangan dengan akrab.

“Okey, silakan duduk, biar aku bikinin dulu minuman,” ucap Jharna.

“Wah, jadi ngerepotin nih,” Bobby sengaja menggoda wanita yang mengenakan dress motif bunga-bunga tersebut.

“Nggak lah dok, bentar yaa....”

Bobby menimpalinya dengan acungan jempol. Jharna berlalu pergi ke dapur, ia membuat minuman untuk tamunya dan mengeluarkan beberapa jenis kue yang ia buat kemarin.

“Gue denger, kalian baru balik dari Singapore. Ngurus apa sih? Liburan kok gak ngajak gue,” tanya Bobby dengan penasaran. Laki-laki itu duduk santai di sofa sambil menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kiri.

“Ya, gue habis nemenin Jharna ngurus data pribadinya.” Kelvin menjawab dengan santai.

“Waah lo beneran serius pengen ngubah dia. Ngomong-ngomong, lo cocok loh sama dia. Kenapa nggak,” Bobby urung melanjutkan kalimatnya saat ternyata Jharna datang dengan membawa minuman dan makanan untuk mereka.

Laki-laki itu hanya tersenyum pada Kelvin yang melotot padanya, agar tidak melanjutkan kalimatnya.

“Makasih ya, duh ada kue segala. Kamu ternyata bisa bikin kue juga?” Bobby iseng bertanya, mengambil satu potong kue coklat berbentuk bulat dengan butiran chocochips di atasnya.

“Aku dulu berkembang di dapur, jadi ya lumayan bisa meramu tepung dan teman-temannya.” Anjani menjawab dengan sejujurnya.

“Cakep, keren itu. Tidak semua wanita bisa mengerjakan pekerjaan rumahan.” Bobby masih mengacungkan jempolnya sebagai bentuk pujian.

“Dokter Bobby berlebihan, setiap wanita itu bisa kok. Hanya masalah keinginan dan keluangan waktu saja.”

“Setuju, point simpulan yang bagus.” Laki-laki itu mantap menyetujui. “Ngomong-ngomong, istri saya baru membuka klinik perawatan gigi, dia ada yang mau didiskusikan dengan kamu. Apa bisa?” imbuh laki-laki itu.

“Boleh, mengenai apa ya?” Jharna terlihat begitu penasaran.

“Kalian ngobrol langsung aja, saya sama Kelvin tinggal dulu ya. Biar ngobrolnya lebih nyaman. Okey Yang?” Bobby mengusap bahu sang istri dengan lembut.

“Iya, makasih Mas.” Amilny menimpali seraya tersenyum kecil.

Kelvin pun mengajak Bobby naik ke lantai dua. Tempat di mana ada balkon yang nyaman untuk mereka berbincang. Sementara Jharna masih bersama Amilny, mereka berusaha mengakrabkan diri satu sama lain.

“Em, kita ngobrolnya santai aja, boleh kan?” Amilny yang memulai pertanyaan.

“Boleh. Apa yang mau Kak Amilny bicarakan?” Jharna mulai bisa mengakrabkan diri. Wanita cantik dihadapannya ini pernah ia lihat di salah satu poster iklan di rumah sakit. Tetapi entah di sudut mana.

“Gini, aku kebetulan baru buka klinik perawatan gigi, rencananya mau ngajak kamu untuk bekerja sama. Kira-kira, kamu mau gak kalau aku ajak kerja sama sebagai model iklan di klinikku?” tawar Amilny dengan sungguh-sungguh.

“Hem, iklan? Tapi aku nggak punya pengalaman Kak,” wanita itu terlihat ragu.

“Gak masalah belum ada pengalaman, aku punya tim talent yang profesional untuk membantu kamu. Gimana?”

“Em, aku ingin membantu, tapi dengan kemampuanku yang tidak mengenal sama sekali tentang dunia iklan, apa tidak akan merepotkan kakak?”

“Nggak dong. Justru aku butuh talent yang baru. Aku suka senyum kamu, cantik.” Amilny memuji Jharna tanpa sungkan. Jharna tersenyum kecil mendengar pujian wanita di hadapannya. Senyuman itu yang selalu Kelvin ingatkan agar jangan disembunyikan. “Mau ya, aku bayarnya profesional kok,” wanita itu meraih tangan Jharna dan menggenggamnya dengan erat.

“Em, maksud aku bukan masalah bayarannya kak. Kalau masalah bayaran, justru aku yang banyak di bantu sama Kelvin dan Dokter Bobby. Masalahnya aku awam banget sama pekerjaan semacam itu.” Jharna jadi merasa tidak enak karena takut Amilny tersinggung.

“Awam bukan berarti gak akan bisa dong... kan sambil belajar. Aku juga baru merintis, jadi gak usah khawatir. Gagal, kita ulang lagi, gak usah takut. Kita perintis, bukan pewaris. Sebuah kegagalan bisa jadi pembelajaran buat kita. Iya kan?” Amilny benar-benar bersungguh-sungguh untuk meyakinkan Jharna.

Jharna terdiam beberapa saat sambil menatap binar mata Amilny yang penuh semangat. Wanita ini memang memberi aura dan semangat positif untuknya. “Kalau kakak bersedia mengajariku, aku mau nyoba. Aku harap, aku gak menyulitkan kakak.” Jharna akhirnya menyetujuinya.

“Aaakkk makasih...” Amilny segera memeluk Anjani dengan erat. “Aku seneng dengernya. Lagi pula, kita sama-sama belajar, kalau kita gak nyoba, mana tau kita bisa atau nggak. Iya kan?” ucap Amilny seraya melepaskan pelukannya dari Jharna.

“Iya, kakak benar. Kalau kita gak nyoba, mana tau kalau kita bisa atau nggak.” Kalimat itu yang Jharna garis bawahi.

Mereka sudah membuat kesepakatan untuk setuju menjadikan Jharna sebagai model di klinik perawatan gigi milik Amilny. Mereka berbicara banyak dan pembicaraan itu cukup terdengar hingga ke atas. Suara tawa mereka membuat Kelvin dan Bobby ikut tersenyum.

“Dia bikin suasana rumah ini jadi hidup ya,” ucap Bobby seraya menoleh sahabatnya. Selama ini rumah Kelvin selalu sepi, hanya ada bujang lapuk di rumah ini.

“Siapa?” Kelvin pura-pura bertanya.

“Gak usah pura-pura gak paham. Lo tau lah yang gue maksud. Dia gak hanya ngubah kondisi rumah ini jadi berasa rumah, tapi juga ngerubah pola pikir seorang Kelvin. Iya kan?” Bobby menegaskan kalimatnya.

Kelvin tidak mengiyakan ataupun mengelak ucapan sahabatnya. Ia hanya tersenyum kecil. Entah apa arti senyuman di bibir laki-laki itu.

***