Nadira Ghautiah hanyalah seorang gadis berhijab yang kesehariannya bekerja sebagai akuntan. Ia tak menyangka hidupnya akan berubah 180 derajat saat bertemu seorang pria yang dikejar-kejar pembunuh.
Situasi itu membawanya pada posisi rumit nan mencekam. Kejadian demi kejadian yang berbahaya terus mengikutinya. Demi keselamatan hidupnya, ia terjebak dalam pernikahan paksa dengan Arsenio Harrington, Sang Pewaris tunggal kerajaan bisnis Harrington.
Mampukah Nadira menerima kenyataan pernikahan yang jauh dari bayangannya dan menerima fakta bahwa suaminya adalah seorang pewaris yang dingin dengan masa lalu kelam.
Bagaimana kisah selanjutnya? Nantikan hanya di novel Cinta Sejati Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CSSP Ep. 23
Malam hari, kemilau bintang menghias langit membuat pemandangan Ibukota jauh lebih indah. Di kediamannya, Arsen dan Nadira sudah bersiap untuk pergi menjumpai Areef Harrington di kediaman utama.
Nadira tampak cantik dengan balutan gaun satin berwarna biru yang dipilihkan Arsen, hijab putih yang dikenakannya menambah kecantikannya bersinar di bawah temaram bulan. Setelan warna senada juga dikenakan Arsen, menambah kesan wibawa dan ketampanannya jadi dua kali lipat.
"Pak Arsen... " panggil Nadira sebelum mereka memasuki mobil.
"Kenapa? Jangan katakan kalau kamu tidak bersedia," galak Arsen.
Nadira menggeleng kuat. "Bu-bukan itu! Saya rasa, bukankah ini terlalu berlebihan?" ujar Nadira menunjukkan keheranannya.
"Apa?" Arsen menatap barisan mobil yang akan mengikutinya. Tak ada sesuatu pun yang aneh.
"Kita kan hanya akan menemui Pim- Eh, Kakek. Tidak perlu seramai ini, kan? Pengawal itu untuk apa? Dan juga, sepertinya tidak perlu membawa belasan mobil ini, kan? Apakah seorang pembunuh mengincar Pak Arsen lagi?" Nadira mengingat kejadian saat di mana mereka harus melaju dengan kecepatan tinggi untuk kabur dari pembunuh bayaran itu.
Arsen menggeleng. "Tidak, ini hanya untuk berjaga saja. Sebenarnya ini juga bagian dari tradisi keluarga, jangan banyak bertanya lagi, cepat masuk!" bohong Arsen, ia juga tak sepenuhnya yakin.
Tak mungkin tak ada yang mengintainya. Berjaga-jaga lebih baik.
Lalu Nadira pun masuk ke dalam mobil tanpa curiga. Kemudian, rombongan mobil mereka melaju membelah jalan menuju pinggiran Ibukota. Tak jauh, hanya satu jam perjalanan.
Selama perjalanan itu, tak ada seorang pun yang berani membuka suara. Nadira menatap ke luar mobil, memandangi keramaian jalan Ibukota saat malam. Dalam diam ia memikirkan kata, apa yang harus ia katakan dan lakukan di sana? Nadira bertambah gugup.
Kegugupan itu tertangkap oleh indra penglihatan Arsen. "Tidak perlu gugup, Kakek hanya ingin melihatmu, karena katanya hari itu beliau tak puas mengajakmu berbincang," ungkap Arsen memecah hening di antara mereka.
Nadira menoleh, menatap Arsen sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke luar. "Lalu, apa yang harus saya lakukan di sana, Pak? Saya takut membuat kesalahan dan membuat Pak Arsen malu," Nadira tertunduk.
"Tidak perlu melakukan apapun, jadilah dirimu sendiri. Kau tahu? Kakek itu ahlinya menilai karakter seseorang, tidak perlu berpura-pura, Kakek pasti akan langsung mengetahuinya."
"Menjadi diri sendiri?" Nadira mengulang pernyataan Arsen. Seolah tak percaya.
Arsen mengangguk. "Ya, memangnya kamu mau jadi siapa? Lebih baik menjadi dirimu sendiri dan menunjukkan karaktermu dengan baik, dengan begitu orang lain tak akan ragu mengakui nilai dirimu," jelas Arsen mengubah sedikit pandangan Nadira terhadapnya.
Arsen menatap Nadira intens, membuat Nadira jadi salah tingkah. "Satu lagi, jangan memanggil saya dengan sebutan 'Pak' atau Kakek akan menertawai saya nanti," protes Arsen yang membawa tawa kecil Nadira.
Satu jam kemudian, akhirnya mereka tiba. Sesampainya di sana Nadira dan Arsen langsung disambut puluhan pelayan yang berdiri dari gerbang masuk hingga ke pintu utama, mereka menyambut kedatangan Nadira dan Arsen dengan penuh hormat.
Nadira tercengang dengan apa yang dilihatnya. Untuk sejenak ia menatap Arsen, tatap matanya penuh keraguan.
"Tidak apa-apa, sudah biasa. Kamu sekarang tamu kehormatan makanya mereka bersikap seperti ini," Arsen mencoba menjelaskan seraya menggamit jemari Nadira untuk turun.
"Ikuti langkah saya jika kamu gugup," katanya berusaha menenangkan Nadira. Perempuan itu mengangguk samar, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, menabur senyuman.
Di ujung sana, ia melihat Sang Kakek sudah menunggu penuh senyuman. Diperlakukan bak putri terhormat membuat matanya membayang haru.
"Selamat datang di kediaman utama keluarga Harrington, Tuan Muda dan Nyonya Muda. Bagaimana perjalanan kalian?" sapa salah seorang pelayan.
"Silahkan masuk, senang bertemu dengan Anda, Nyonya Muda," ujarnya lagi menambah kegugupan Nadira.
Areef Harrington merentangkan tangannya begitu Arsen dan Nadira memasuki pintu utama. Tanpa ragu, Nadira berlari kecil menuju Areef dan memeluknya erat. Hal itu membuat semua orang tercengang, namun hanya beberapa detik berlalu semuanya kembali kepada posisinya masing-masing.
"Apa kabar kalian?" Areef melepaskan pelukannya kemudian menatap Arsen. Nadira tersenyum hangat. Menurutnya, Areef sama sekali tidak ketus ataupun sinis seperti yang dirumorkan. Dalam benaknya Areef adalah Kakek yang ramah dan bijaksana.
Bahkan Nadira masih ingat, setelah ia resmi menikah dengan Arsen, Areef Harrington adalah orang pertama yang memeluknya dengan haru dan penuh syukur, lalu mengajaknya berkeliling sambil memberinya wejangan-wejangan tentang pernikahan.
"Kau tidak ingin memeluk Kakek, Arsen?" panggilnya pada Arsen yang sedari tadi hanya memandangi keakraban keduanya. Arsen pun mendekat dan memeluk Kakeknya hangat.
"Kabar kami baik, Kakek. Kabar Kakek sendiri bagaimana?" Nadira berujar lembut. Areef menyunggingkan senyumnya.
"Tentu saja sangat sehat! Sampai-sampai Kakek merasa bisa menggendong tiga cucu sekaligus!" gurau Areef yang mendapat tatapan tajam dari Arsen. Nadira terbatuk sedikit.
"Kakek hanya bercanda, ucapan orang tua tidak seharusnya diambil hati, tetapi kalian tentu saja boleh memikirkannya," kini tawa Areef menggema.
Arsen dan Nadira hanya saling pandang.
"Kenapa masih berdiri di sana? Ayo cepat jamuan makan malam sebentar lagi dimulai, nanti saja pandang-pandangnya" Areef berteriak, langkahnya sudah cukup jauh.
Nadira langsung menyusul Areef cepat, tak ingin diejek ataupun mendapat tatapan aneh dari para pelayan di sekitarnya. "Kakek, tunggu! Jangan meninggalkan Nadira," panggil Nadira seraya berlari-lari kecil.
Di belakang Arsen terkekeh kecil, merasa lucu dengan tingkah Nadira yang menurutnya seperti anak kecil. Lalu menyusul keduanya menuju ruang makan.
salam kenal untuk author nya