"No way! Ngga akan pernah. Gue ngga sudi punya keturunan dari wanita rendahan seperti Dia. Kalau Dia sampai hamil nanti, Gue sendiri yang akan nyingkirin bayi sialan itu dengan tangan gue sendiri. Lagipula perempuan itu pernah hamil dengan cara licik! Untungnya nyokap gue dan Alexa berhasil bikin Wanita sialan itu keguguran!"
Kalimat kejam keluar dengan lincah dari bibir Axel, membawa pedang yang menusuk hati Azizah.
Klontang!!!
Suara benda jatuh itu mengejutkan Axel dan kawan-kawannya yang tengah serius berbincang.
Azizah melangkah mundur, bersembunyi dibalik pembatas dinding dengan tubuh bergetar.
Jadi selama ini, pernikahan yang dia agung-agungkan itu hanyalah kepalsuan??
Hari itu, Azizah membuat keputusan besar dalam hidupnya, meninggalkan Suaminya, meninggalkan neraka berbalut pernikahan bersama dengan bayi yang baru tumbuh di dalam rahimnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maufy Izha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SELAMAT TINGGAL LUKA
Azizah menarik nafas dalam-dalam. Hatinya terluka parah tapi Dia tidak ingin menunjukkannya pada siapapun.
Wanita berambut panjang itu berjalan dengan cepat keluar dari gedung itu. Ia mengabaikan segala tatapan sinis yang mengarah kepadanya.
Azizah memandangi rantang makanan yang Ia bawa jauh-jauh untuk dia berikan kepada suaminya karena yang Ia tahu Axel sangat menyukai masakannya. Tapi, semua itu ternyata hanya pura-pura. Bahkan mereka semua yang telah membunuh janin dalam kandungannya 3 tahun lalu?
"Aku ngga nyangka ya Allah, suami yang aku anggap seperti malaikat ternyata hanya iblis berwujud manusia"
Azizah mengusap kasar air matanya, Dia kemudian memberikan bekal makanan itu kepada satpam disana. Hanya satpam-satpam itu yang ramah kepadanya.
"Pak..."
"Iya Bu..." Satpam berbadan tegap dengan wajah hormatnya menghampiri Azizah dengan segera.
"Ini buat Bapak. Tadi saya bawa ke dalam tapi ternyata suami... Em maksud Saya Tuan Axel sudah makan"
"Ini ngga apa-apa Bu Azizah?"
"Nggak apa-apa pak...ambil aja sekalian tempatnya buat Bapak"
"Waduh... Terima kasih banyak Bu"
"Sama-sama pak, Saya pamit, Assalamualaikum"
Azizah beranjak dari sana, namun baru beberapa langkah Ia kembali menoleh ke belakang.
'Aku ngga akan pernah menginjakkan kakiku di sini lagi'
Wanita itu mengusap pelan perutnya yang masih rata. Kasihan sekali calon anaknya.
"Jangan khawatir nak, Ibu akan jaga kamu dan jadi orang tua terbaik untukmu nak"
Azizah memantapkan langkahnya, pergi dari sana menuju rumah sakit tempat Kakek Axel dirawat. Dia harus pergi tapi tak ingin meninggalkan penyesalan di hati Tuan Adhitama. Azizah akan meyakinkan pria itu bahwa kepergiannya adalah keputusan terbaik.
Sesampainya di Rumah Sakit, ternyata ibu mertuanya juga ada disana, bersama dengan adik iparnya. Kedua orang itu bahkan dengan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada Azizah.
Azizah tidak ingin membuat keributan, jadi Dia memilih bersembunyi dan akan menemui kakek Adhitama seusai mertua dan iparnya pergi dari sana.
Sekian lama menunggu akhirnya kedua orang itu pergi dari ruangan kakek. Setelah dirasa aman, Azizah segera melangkah menghambur ruang perawatan VVIP itu.
"Lho mba Zizah?"
"Iya Sus... Kakek masih bisa di jenguk nggak?"
"Bisa... Tapi jangan lama-lama ya, soalnya Tuan Adhitama perlu istirahat"
"Iya Sus, terima kasih"
Azizah membuka pelan pintu ruangan itu.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam... Zizah? Kamu datang nak?"
"Iya kek..."
Azizah menghampiri ranjang pasien itu kemudian duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang.
Tak lama kemudian mereka berdua sudah terlibat dalam perbincangan yang seru hingga diselingi canda tawa yang meriah.
Melihat kakek Adhitama seperti itu, Azizah merasa tidak tega jika harus menceritakan semuanya padanya.
"Zizah... Ada apa hmn?"
"Ngga apa-apa kek, Zizah mungkin akan jarang menjenguk kakek"
Adhitama tampak terkejut, Dia kemudian bertanya,
"Lho memangnya kenapa?"
"Zizah ngga bisa melakukan perjalanan jauh karena Zizah beberapa hari ini banyak pesenan terus kek, Alhamdulillah"
"Alhamdulillah, tapi jangan terlalu ngoyo. Kalau butuh apa-apa kakek siap bantu"
"Iya kek makasih, tapi selama Zizah bisa berusaha sendiri, izinkan Zizah mandiri kek"
"Masya Allah, Nggak nyesel kakek nikahkan Axel dengan Kamu. Dia benar-benar beruntung punya istri seperti Kamu"
'Sayangnya cucu kakek menganggap Aku hanyalah sampah' tentu saja Zizah hanya tersenyum dan mengangguk.
Melihat wajah lelah Adhitama, Azizah pun pamit pulang agar kakeknya itu bisa beristirahat. Dia juga harus segera pulang untuk mengemasi seluruh barang-barangnya.
Sesampainya di Kontrakan, Azizah mengemasi seluruh pakaiannya yang Ia bawa saat menikah dengan Axel. Hanya itu, Ia sama sekali tidak membawa benda berharga lainnya seperti Handphone, perhiasan mas kawin berikut cincin pernikahan Azizah masukkan ke dalam kotak. Ia berencana menitipkannya pada Bu Willy pemilik rumah ini sekaligus Istri ketua RT di sini, Azizah yakin Bu Willy yang sangat mengenal Axel akan bisa memberikan kotak ini pada Pria itu.
Bersyukur karena 1 tahun terakhir kue buatannya laris manis menerima pesanan, jadi Azizah masih memiliki tabungan untuk pergi meninggalkan kota ini dan memulai hidup baru bersama dengan bayinya.
Azizah tersenyum miris seraya memasukkan pakaiannya ke dalam tas jinjing usang yang Ia bawa saat pindah ke rumah ini.
Wanita itu baru menyadari betapa cinta buta telah benar-benar membodohi dirinya.
Seharusnya Dia sudah tahu jika pernikahannya tidak normal apalagi bahagia.
Axel hanya mengunjunginya saat sedang mabuk, Pria itu bahkan tidak lebih dari 1x 24 jam di rumah yang Ia sewa ini. Setiap bulan pria itu memberi nafkah hanya 1.5 juta dengan alasan Dia tidak memiliki anak dan tidak memerlukan banyak kebutuhan, padahal Suaminya itu bukankah seorang pengusaha kaya?
Tapi Azizah sama sekali tidak keberatan. Baginya uang seberapapun itu yang suaminya nafkahkan padanya, Ia mensyukurinya meskipun pada akhirnya Dia harus mencari penghasilan sampingan karena tentu saja jumlah segitu belumlah cukup.
Ironis memang, Dia baru menyadari bahwa selama ini Dia hanyalah seorang istri yang diperlakukan tidak lebih baik dari pembantu. Mirip simpanan lebih tepatnya. Pernikahan seperti ini tidak akan bahagia sampai kapanpun.
Maka pergi adalah keputusan terbaik.
Wanita itu kembali mengingat betapa Dia sangat bodoh dan naif. Dia berfikir bahwa Axel menempatkannya di rumah kontrakan ini agar mereka mandiri dengan memisahkan diri dari keluarga. Ternyata yang sebenarnya adalah Dia dibuang dan diasingkan.
Saat pertama kali datang ke tempat ini, Azizah begitu bersemangat, membersihkan rumah, memasak kesukaan suaminya yang Ia tahu dari pembantu di rumah Kakek Adhitama dulu, menunggunya dengan sabar saat pulang kerja, tapi Axel tidak pernah pulang, Pria itu hanya datang sesekali untuk melampiaskan entah itu nafsunya atau apa. Lebih banyak dalam keadaan mabuk.
Tapi, Azizah bukan tipe wanita yang suka mengadu, meskipun Dia yakin jika Dia melaporkan semua kelakuan Suaminya pada Kakek Adhitama, Dia yakin Axel pasti akan di hukum.
Tapi lagi-lagi, cinta yang tulus namun dianggap kotoran oleh Axel tetap memilih untuk diam dengan keyakinan bahwa suaminya akan berubah suatu saat nanti. Dan semuanya sia-sia. Sama sekali tidak berguna.
Azizah menatap lekat foto pernikahannya yang berukuran besar yang tertempel di dinding kamar. Betapa bahagianya Dia dulu. menganggap bahwa pernikahan ini akan bahagia hingga akhir hayatnya.
Di foto itu hanya Dia yang tersenyum. Sementara Axel, wajahnya sangat muram dan dingin. Sangat jelas jika Pria itu tidak bahagia.
Azizah merasakan matanya memanas lagi, tapi tidak Ia biarkan air mata itu kembali menetes. Sudah cukup perjuangan bodohnya mempertahankan pernikahan konyol ini. Azizah menyerah dan menghapus semua cintanya untuk Pria itu.
Dia memantapkan hati, kemudian meraih setiap potret pernikahannya yang banyak di dinding, melepaskannya dari bingkai kemudian memasukkannya ke dalam sebuah Box besar yang sudah Ia siapkan.
Azizah Lalu membawa semua foto-foto itu berikut albumnya ke halaman belakang dan... membakarnya.
Foto-foto itu mulai hangus menjadi abu. Seperti itu pula, cintanya. Hangus tak berbekas.
axel harus menyesali seumur hidupnya