NovelToon NovelToon
Beri Aku Waktu 40 Hari Mas

Beri Aku Waktu 40 Hari Mas

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Yuri_Pen

Halimah, Seorang ibu muda yang tengah mengandung yang harus menerima kenyataan di gugat cerai oleh suaminya karena suaminya lebih memilih perempuan lain yang lebih cantik, lebih mudah dan lebih memperhatikan penampilan dari pada dirinya. dia pun menyetujui permintaan suaminya tersebut dengan syarat dia meminta waktu 40 hari kepada suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuri_Pen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari ke -16 Halimah POV

Hari ke -16 

Halimah POV 

[A, aku ingin bicara.] Sebuah pesan masuk ke handphoneku, tepatnya aplikasi pengganda whatsapp. Aku sengaja menyadap whatsapp Mas Ridwan untuk melihat apakah dia benar menepati janjinya atau tidak. 

Ingin sekali segera kubuka, namun jika tak sabar, rencanaku bisa berantakan. Aku harus menunggu Mas Ridwan membaca pesan itu dulu, baru aku bisa melihatnya. 

Setelah mengikuti pesannya, aku kaget dengan pesan yang dikirim, Mas Ridwan.

[Dimana?] Sudah kuduga, dia kembali mengkhianati perjanjian kami. 

[Di rumah May, ya!] Apa perempuan ini sangat tidak punya harga diri? kenapa selalu memulai percakapan dengan suamiku?

Itu adalah pesan yang kemarin aku baca, dan hari ini jejak mereka akan ku ikuti. 

[Bang, boleh minta bantuan?] Ku kirimkan pesan untuk Bang Rasyid.

[Tentunya. Apa?] balasnya cepat.

[Titip Jingga ya Bang, nanti sore.] Sebenarnya tak enak rasanya terus-terusan menitipkan Jingga kepada Bang Rasyid, tapi sepertinya aku tidak memiliki pilihan lain. Jingga tidak akan mau jika ku titipkan kepada tetangga. Ia bukan tipikal anak yang mudah beradaptasi.  

[Kamu mau kemana?] tanyanya.

[Ada misi yang harus diselesaikan, Bang.] Kuharap Bang Rasyid tidak terlalu ikut campur dengan apa yang akan kulakukan.  

[Abang antar, ya! Abang khawatir sama kaum, De,] bujuknya.

 

[Gak perlu, Bang! Aku naik taksi online aja,] tolak ku halus. Sudah cukup rasanya menambah bebannya. Ia tak perlu ku libatkan dalam permasalahan rumah tanggaku.  

[Yakin?] 

[Yakin, dong.] 

[Baiklah, jika perlu ku antar akan kulakukan. Bilang aja jangan sungkan ya, Dee.] Aku tak membalas pesannya lagi. Setelah membaca buku kecilnya di rak buku, aku berusaha menjaga jarak dengannya. 

Bagaimana tidak? Bang Rasyid ternyata menyukaiku. Dan menurutnya aku adalah alasan dia belum menikah. Aku pikir seorang Abang sepupu hanya akan menjadi Abang, tanpa perlu ada rasa yang tumbuh di hatinya. Namun ternyata, aku salah. 

Semakin meminta tolong padanya, semakin aku menyiksa batinnya. Bang, maafkan aku. Tak jarang aku mengenalkan teman Perempuanku padanya, namun ia hanya menatap biasa kemudian berlalu begitu saja. Kadang temanku sendiri yang akhirnya patah hati dengan sikap cueknya.

Tipikal perempuan seperti apa yang kau inginkan, Bang? Andai ada teman yang bisa ku kenalkan dan itu sesuai tipemu, pasti akan ku kenalkan. Namun teman-temanku sudah jengah, tak ada satupun yang diterima, Bang Rasyid. 

"Bunda, Ayo main!" Jingga menarik tanganku, ku tatap wajahnya nanar. Kasian sekali kamu, Nak. Masih kecil harus bersiap kehilangan sosok seorang ayah. 

'Bunda gak akan biarkan kamu kehilangan kasih sayang, bunda janji!' batinku perih. Kami bermain sampai ashar. Duh, aku kan mau berangkat, bisa kacau urusannya jika Jingga tidak ada yang menjaga. Aku segera bersiap, lalu shalat ashar berjamaah dengan putri kecilku, 

Bang Rasyid belum juga terlihat batang hidungnya. Bisa-bisa aku terlambat.

"Assalamu'alaikum!" Akhirnya setelah lima belas menit berlalu, yang ditunggu datang juga. 

"Waalaikumsalam," jawab kami serempak. Jingga terlihat begitu senang dengan kedatangan Rasyid.

"Om," Jingga berlari ke pelukannya. Padahal baru beberapa hari saja mereka bertemu dan saling mengenal, namun tak disangka langsung sangat lengket bagai perangko.

"Bang, aku pergi dulu, ya!" ucapku memohon.

"Ya, tak perlu khawatirkan Jingga. Ia aman bersamaku,” ujarnya menguatkan. Aku mengangguk berterima kasih. “Hati-hati di jalan!" imbuhnya. Mereka melambaikan tangan. 

Setelah taksi datang, aku gegas naik, dan mengarahkan alamat.

"Pak, ke jalan ini, ya!" Ku tunjukkan handphone ku pada Pak supir. Maklumlah aku jarang keluar jauh jika tidak bersama suamiku. Jadi lima tahun tinggal di sini pun, aku belum terlalu tahu dengan seluk beluknya.

"Baik, Bu," jawabnya mantap. Aku bersandar di kursi belakang sambil menenangkan diri. khawatir emosiku tiba-tiba meledak jika bertemu dengan pasangan sejoli itu.

"Pak, agak cepat, ya!" pintaku tegas.

"Siap, Bu." Mobil melesat cepat menuju alamat yang tertera di wa. 

Akhirnya setelah dua puluh menit perjalanan, kami sampai. Aku segera turun dan membayar ongkosnya. Ku edarkan pandangan ke sekeliling, untuk mencari keberadaan mereka.

"Aduh!" Seorang wanita di bangku bagian ujung hampir terjatuh, untungnya lelaki di depannya sigap menahan, sehingga dia tak terjatuh. Mereka bertatapan lama, namun sepertinya sosok laki-laki itu tak asing bagiku.

Aku mendekat, dan...

"Mas Ridwan!" pekikku lirih. Aku tak bisa lagi menahan air mataku, dia pengkhianat!

Dia segera melepaskan wanita itu, dan "Bruk..."

"Aduh, a tolong." Kudengar seorang perempuan jatuh, aku tak peduli. Aku lebih peduli dengan hatiku sendiri sekarang. 

"Dik, tunggu! Kamu salah faham." Mas Ridwan mengejar ku, langkahku tak bisa secepat dulu, perut besarku menghambat, hingga kakiku tersandung, dan... 

"Awas." Dia segera menarik tanganku, syukurlah aku selamat. Namun lengan itu, yang barusan menopang tubuh perempuan lain, rasanya sesak ketika tangan itu dia gunakan untuk menolongku. Aku segera bangun, melepaskan cengkraman tangan nya di pinggangku.

"Dik, dengarkan penjelasan, Mas!" Dia menatapku penuh iba, sorot matanya menunjukkan kejujuran, namun hatiku menolak. 

Ini kali ketiga Mas Ridwan menodai janji kami. Padahal kemarin ia bertingkah seolah aku lah satu-satunya wanita yang ada di hatinya. Bodohnya aku percaya begitu saja. Harusnya aku berfikir terlebih dahulu. Mana mungkin dua insan yang dimabuk cinta tiba-tiba saling meninggalkan kekasihnya begitu saja. Sekali lagi aku telah tertipu, dan hatiku begitu hancur.

"Permisi, Mas! Kita urus surat cerai segera." Ku usap air mataku kasar lalu berlalu pergi meninggalkannya.

"Dik, tunggu! Mas mohon, percaya sama, Mas!" Ia masih mengejar.

"Jangan kejar lagi! Kasian perempuanmu sendiri di sana," sergahku marah.  

"Enggak! Perempuanku itu kamu." Ia berhasil menangkap tanganku, dan tidak melepas ku barang sejenak.

Drama ini disaksikan banyak pasang mata. Aku malu sekali. Kuharap ini hanya sebatas mimpi. Nyatanya ini bukan mimpi. Dulu kupikir adegan itu hanya ada dalam film-film atau drama yang ditulis emak-emak KBM, nyatanya sekarang, aku mengalaminya dan orang memandangku pilu. 

"Kayaknya si suaminya selingkuh, deh." Beberapa pasang mata mendelik benci pada Mas Ridwan.

“Gak punya perasaan banget ya, suaminya! Padahal istrinya lagi hamil besar gitu,” bisikkan keras mereka terdengar ke runguku. Desas-desus pun terjadi. Seorang perempuan mengejar kami.

"A," teriaknya manja. Mataku mengembun ketika ia memanggil suamiku begitu mesra.  

"Oh ini pelakor nya! Kasian ya! Padahal cantik, tapi kayak orang gak laku, rebut laki orang." Ibu-ibu menarik kerudung perempuan itu, biarlah. Itu adalah sanksi sosial bagi perebut suami orang.

"A tolong!" Dia histeris, karena ibu-ibu semakin frontal.

"Bu-ibu, jangan salahkan perempuan itu, suami saya juga salah. Tidak mungkin perselingkuhan terjadi tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak." Sebenarnya aku tak berniat membela perempuan itu, hanya saja aku ingin Mas Ridwan juga mendapat sanksi sosial. Ia juga sudah menciderai janjinya begitu mudah.

"Dasar suami gak tahu diri, istrinya lagi hamil besar malah selingkuh." Sebagian ibu yang lain menarik-narik Mas Ridwan, sebagian yang lain menyiksa perempuan itu. Aku? Tentu tak akan ku kotori tanganku untuk melakukan perilaku itu.

"Saya gak selingkuh, ibu-ibu! Ini salah paham. Tolong hentikan!" Suara Mas Ridwan tercekat.

Biarlah, setidaknya hatiku tak terlalu sakit. Mereka harus menerima perbuatannya sendiri. Meski perempuan itu tidak tahu Mas Ridwan sudah menikah, tapi bukankah sengaja bertemu dengan laki-laki bukan mahram itu dosa? 

*** 

"Dik," Seorang laki-laki berjalan terseok menghampiriku. Rambutnya acak-acakan, mukanya penuh lebam, pelipisnya berdarah sedikit, bajunya sobek. sebar bar itukah ibu-ibu tadi menghakimi Mas Ridwan?

Aku sebenarnya iba melihat kondisinya, namun rasanya hatiku lebih lebam lagi menyaksikan mereka berpelukan di depan mataku.

"Dik, Mas bisa jelaskan." Matanya berkaca-kaca. 

"Urus dirimu sendiri, Mas! Aku tak mau dengar. Kamu pembohong! Kamu sudah mengkhianati perjanjian terus menerus!" jeritku. Aku berjalan cepat menuju kamar, lalu buru-buru mengunci pintunya. Untungnya Jingga masih bersama Bang Rasyid, sehingga pertengkaran ku tidak sampai ke rungu mungilnya.  

"Dik!" Ia menggedor pintu kamar.  Aku menangis sejadi jadinya. Tak seharusnya aku memberi dia kesempatan kemarin! Aku bodoh! Ku hempaskan kerudung yang sedang kupakai begitu saja. Emosiku sedang berada di puncaknya.  

Kenapa? Kenapa perempuan hatinya rapuh dan mudah goyah dengan rayuan orang yang dicintainya? 

"Dik, percayalah! Tadi aku hanya ingin menjelaskan bahwa kau adalah istriku." Suaranya semakin parau, mungkin karena lelah meneriaki ku.

“Kamu udah salah paham, Sayang! Biarkan Mas menjelaskan,” lirihnya. Ia terisak di balik pintu.

“Kenapa Mas? Apa aku terlampau tidak pantas menjadi istrimu, ha?” bentak ku tak karuan.

“Dik, kali ini saja, maafkan Mas. Dengarkan penjelasan suamimu!” Ketukan tangannya di pintu semakin melemah.

Dua kali dia melanggar janji, dia pikir aku masih percaya? Sudahlah, jangan kau gores lagi luka di tempat yang masih menganga, Mas!

*** 

1
Sarifah aini eva rrgfwq
lanjut trus donk jgn pke sambung jdi putus2 bcany
YURI_PEN: Hallo kak terima kasih sudah mau membaca Novelku. biar gak ketinggalan setiap episode nya yuk jangan lupa follow dan bantu suport aku untuk terus berkarya.... Terima kasih
total 1 replies
Becce Ana'na Puank
Luar biasa
Fushito UwU
Duh, kehidupan karakternya keren bingits!
YURI_PEN: Yuk bantu Follow akun ini biar aku bisa lebih semangat menulisnya dan ikuti terus kisah Halimah☺️
total 1 replies
Celia Luis Huamani
Bukan sekadar cerita, tapi pengalaman. 🌈
Beerus
Kereen! Seru baca sampe lupa waktu.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!