Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Percaya Hanya Saja ....
Mahesa tergagap kala mendapatkan pertanyaan dari Arumi. Sementara wanita itu terus menatap meminta penjelasan.
"Oh itu ... kotak makan milik Aldo. Ya, kemarin pagi istrinya Aldo datang ke sini menitipkan kotak makan pada bagian resepsionis. Ketika dia mengambil bekal makanan yang dibuatkan oleh istrinya, aku meminta dia ke ruangan karena terburu-buru pria itu lupa membawa kotak makan ini."
Namun, sepertinya Arumi tidak langsung mempercayai semua perkataan Mahesa. Menyadari sikap sang istri, pria itu menyentuh tangan Arumi lalu mengecupnya dengan penuh cinta.
"Sayang, apa kamu tidak percaya padaku? Kalau mau, kamu boleh tanyakan pada Aldo." Mahesa bersiap untuk bangkit dari sofa. Pria itu berniat menghubungi asisten pribadinya lewat sambungan telepon.
"Mau ke mana?" sergah Arumi sambil mencekal lengan Mahesa.
"Aku ingin meminta Aldo datang ke sini agar dia menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Dari reaksimu ini aku bisa menyimpulkan bahwa kamu tidak mempercayaiku." Mahesa memalingkan wajah ke arah lain.
"Bukannya aku tidak percaya, hanya saja ... aku ...."
"Biarkan aku menghubungi Aldo agar kamu tahu bahwa kotak makan itu memang milik dia!" Mahesa menepis tangan Arumi.
"Tidak! Aku ... aku percaya padamu, Mas. Tolong maafkan aku," ucap Arumi penuh penyesalan.
Mahesa masih berdiri di samping Arumi. "Baru sehari aku tidak pulang karena harus lembur, kamu sudah menuduhku macam-macam. Aku bekerja membanting tulang demi keluarga kita, Rumi! Bukan untuk kesenanganku semata."
"Namun, ternyata kamu malah berburuk sangka padaku. Istri macam apa itu!" ucap Mahesa dengan sedikit berteriak.
Tubuh mungil Arumi terdorong ke belakang akibat Mahesa menepiskan tangan wanita itu dengan keras. Mendapat perlakuan kasar dari suami tercinta membuat air mata Arumi meleleh.
"Aku memang salah sudah curiga padamu. Namun, kamu tidak seharusnya membentakku. Kamu tahu 'kan aku paling benci dibentak oleh orang lain," ucap Arumi lirih sambil menahan air mata.
Tatapan kekecewaan Arumi membuat Mahesa terjun dalam sebuah lembah penyesalan. Secara tidak langsung dia telah menyakiti wanita yang amat dicintainya itu.
Mahesa membalikan tubuh, kini pria itu bisa dengan jelas melihat cairan bening meluncur di antara pipi Arumi.
"Maaf." Hanya kalimat itu yang mampu keluar dari mulut Mahesa. Rasanya lidah pria itu kelu tak mampu berkata.
"Jika memang kamu tidak suka, cukup memperingatkanku saja tanpa harus meninggikan satu oktaf suaramu." Tangis Arumi semakin pecah hingga memenuhi seisi ruangan.
Mahesa menarik napas dalam demi mengendalikan amarah yang tengah menguasainya. "Aku sudah berkata jujur tetapi kamu masih curiga. Lalu, aku harus bagaimana agar membuatmu mempercayaiku?"
Sejenak pria itu melirik ke arah Arumi yang tengah menutup wajah dengan kedua tangan. Melihat istri tercinta menangis, rasanya hati pria itu seperti dihujam oleh belati. Sakit tetapi tidak berdarah.
Mahesa berjongkok di hadapan sang istri, lalu mengusap lembut rambut wanita itu. "Maaf karena sudah membuatmu menangis tapi sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu."
Dengan gerakan cepat, Mahesa memeluk tubuh Arumi dalam dekapan. Ketika wanita itu berontak, dia semakin mengeratkan pelukan secara posesif membuat Arumi tak berdaya.
"Kumohon, jangan menangis lagi. Aku mengaku salah. Tolong maafkan aku." Pria itu mendaratkan sebuah kecupan di puncak rambut Arumi. "Kalau kamu terus menangis, maka riasanmu akan luntur dan wajahmu tidak cantik lagi," godanya.
Mendengar perkataan itu, tangisan Arumi semakin pecah. Dia memukul dada bidang sang suami dengan lembut seraya berkata, "Kamu jahat, Mas! Tega berteriak di hadapanku."
"Sayang, kamu boleh memukul dadaku sepuasnya tetapi jangan menangis lagi. Aku tidak tahan melihatmu berlinang air mata." Mahesa mengusap punggung Arumi dengan lembut.
"Bagaimana jika Mama Nyimas tahu aku sudah membuatmu menangis? Mungkin saja beliau memintaku untuk menjauhimu. Apa kamu tega membiarkanku tidur sendirian?" rengek pria itu.
Arumi menjauhkan diri dari tubuh Mahesa, kemudian dia menerbitkan senyum meski dengan mata masih berkaca-kaca. "Tentu saja harus tega sebab kamu juga membiarkanku tidur sendirian tadi malam. Jadi, anggap saja sebagai balasan karena sudah jahat padaku."
Bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejak cinta untuk otor remahan rengginang. Terima kasih atas dukungan kalian semua. Lope sekebon. 🥰
😢😭