Mendapatkan batu roh ungu dan bertemu dengan seorang Dewi. Wan Tian yang tidak memiliki akar spiritual pun menjalani pelatihan keras dari Yang Yue, Dewi Alkemis dari batu roh ungu.
Menjadi kuat bukanlah masalah, ketika menghadapi kejamnya dunia. Bukankah ada guru seorang Dewi membantunya? Ketika mendapatkan kekuatan dan mengalahkan musuh kuat, para wanita cantik di dunia juga datang sendiri memperebutkannya.
Menjadi kultivator maupun alkemis hebat, semua dilaluinya dengan kerja keras. Jalan menuju abadi dan menjadi dewa, menginjak orang jahat, melindungi jalan kebenaran.
Tingkatan Ranah Kultivasi Manusia : Manusia Pejuang, Manusia Sakti, Manusia Luar Biasa, Tubuh Emas, Tubuh Berlian, Manusia Suci dan Manusia Tertinggi.
Tingkatan Ranah Kultivasi Abadi/Immortal : Darah Abadi, Janin Abadi, Tulang Abadi, Tubuh Abadi, Jiwa Abadi dan Setengah Dewa.
Tingkatan Ranah Kultivasi Dewa : Kelahiran Dewa, Dewa Abadi, Dewa Suci, Dewa Agung dan Dewa Tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanto Trisno 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Segera Tinggalkan Kota
Untungnya ada orang yang menyelamatkan mereka dari orang-orang yang hampir menghilangkan nyawa. Karena sudah ada yang menolong, membuat Yang Yue lega.
"Di dunia ini ada orang yang baik dan ada juga orang yang semena-mena. Untungnya kamu masih hidup sampai saat ini. Ini juga termasuk keberuntunganmu."
"Dewi. Aku tidak bisa sadar saat ini. Tubuhku rasanya hancur karena melawan mereka. Berarti aku masih kurang kuat." Wan Tian sedang merebahkan diri di pangkuan Yang Yue. Melihat wajah sang Dewi yang begitu indah.
"Ini bukan salahmu karena belum cukup kuat. Suatu hari lagi, kamu akan memiliki kekuatan lebih dari ini. Usahamu tidak akan sia-sia dan dapat memiliki kemuliaan."
"Baiklah, Dewi. Tapi bolehkah aku tetap begini sampai besok pagi?" pinta Wan Tian dengan wajah senyum. Ia memejamkan matanya dengan nyaman karena pangkuan Yang Yue sangat membuat nyaman.
"Kamu telah bekerja keras, Wan Tian. Istirahatlah. Hari ini kita terselamatkan karena pemilik restoran itu memiliki hati yang baik dan tidak terpengaruh oleh penguasa. Setidaknya itu adalah hal yang baik. Dan besok kalian harus cepat-cepat meninggalkan kota ini. Aku merasa ada orang yang mencelakai kalian ber–"
Belum selesai Yang Yue berbicara, Wan Tian telah terlelap. Meski berada di dalam kesadaran spiritual Wan Tian tidak perlu tidur, nyatanya dia malah tertidur. Jika dia tidak tidur pun paginya merasa nyaman. Karena tubuhnya telah istirahat. Tapi ketika ia tertidur di dalam kesadaran spiritualnya, maka kualitas tidurnya akan digandakan.
Masa-masa sulit yang dihadapi Wan Tian belum berakhir. Esok paginya mereka sudah sadar dan mendapatkan kembali energinya. Ketika mereka sadar, mereka berada di tempat tidur yang sama. Membuat Su Menglan kaget dengan situasi saat ini.
"Aahh! Apa yang terjadi? Wan Tian, apa yang kamu lakukan padaku?" tanya Su Menglan setelah sadar mereka di tempat tidur yang sama. Ia hanya ingat, kalah dalam pertarungan. Sehingga tidak tahu apa yang terjadi pada mereka.
"Aku baru bangun juga, Kak Menglan. Kita kalah bertarung kemarin. Ah, rasanya sangat sakit dan hampir mati." Wan Tian berusaha untuk tidak memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.
Wan Tian tahu apa yang terjadi padanya setelah mereka kalah. Mereka ditolong dan mengingat dengan jelas, pembunuhan yang ada di depan mata. Tetapi Su Menglan telah melupakan semuanya. Ingatan tentang pembunuhan mengerikan di depan mata mereka, akan sangat menakutkan jika terus diingat.
Seorang yang tidak pernah melihat pembunuhan sesama manusia dengan brutal, tidak bisa menahan rasa takut. Kemungkinan akan mengingat seumur hidupnya. Beruntung ingatan itu hilang dari kepalanya. Sehingga tidak mengganggu pikiran di masa depan.
Jiwa Wan Tian telah terasah sejak dahulu. Meski belum pernah melihat pembunuhan tragis seperti kemarin, mentalnya lebih stabil. Hanya perlu waktu untuk menyesuaikan semuanya.
Mendengar suara Wan Tian dan Su Menglan, pelayan yang kemarin siang, pun mengetuk pintu. Pria paruh baya itu pun masuk ke dalam kamar membawa teh pahit. Ia berikan itu untuk menenangkan pikiran keduanya.
"Kalian sudah bangun? Aish, maafkan atas pelayanan buruk dari kami. Nona dan Tuan muda, kalau begitu minum teh terlebih dahulu. Kalian pingsan setelah pertarungan kemarin. Tapi kalian tenang saja, kalian sudah tidak apa-apa."
Setelah meletakan teh panas, pelayan itu pun meninggalkan kamar. Wan Tian dan Su Menglan bengong dan baru sadar kalau mereka ada di ranjang yang sama. Su Menglan bisa yakin mereka tidak melakukan hal yang melewati batas. Karena mereka sama-sama pingsan karena kalah bertarung.
"Kita tidur bersama di ranjang yang sama? Aku harap kamu jangan bilang ke siapapun kalau kita pernah tidur berdua. Seharusnya aku masih gadis, bukan?" Su Menglan meraba tubuhnya dan pakaiannya masih sama seperti kemarin.
"Iya-iya. Aku tidak akan bilang ke siapapun. Kita tidak pernah tidur berdua. Ayo kita segera pergi dari sini. Kak Menglan, kita jangan tinggal lama-lama di kota ini. Di sini sangat berbahaya."
"Kamu benar, Wan Tian. Kita tidak boleh lama-lama tinggal di sini. Setelah makan, kita segera tinggalkan kota ini. Kita akan menyewa kereta kuda dan harus cepat-cepat kembali ke tempat tinggalku. Di sana lebih aman daripada di sini."
Su Menglan dan Wan Tian minum teh yang disediakan. Lalu mengambil barang-barang mereka yang ada di pojokan. Ada pohon willow yang ditanam Wan Tian dan Su Menglan. Mereka juga tidak membuangnya.
Saat Wan Tian meneteskan sedikit darah ke pohon Willow Sutera Langit, ada yang merasakannya. Dua pendekar yang membunuh orang-orang berbuat onar kemarin. Mereka merasakan darah yang diteteskan pada pohon willow tersebut.
"Dari kemarin aku merasa aneh dengan pohon willow itu. Siapa sangka bocah itu menyembunyikannya begitu dalam. Aku tidak yakin dengan pohon willow itu. Tapi aku merasa anak itu tidak sederhana. Bagaimana, Saudara Lang Sheng?" tanya sang pendekar pedang, Lie Yan.
"Huh, anak itu mungkin akan melampaimu sebagai pendekar pedang. Meski tidak memiliki akar spiritual, kemampuan berpedangnya sudah sangat hebat. Entah dia dilatih Dewa mana, membuatku kagum pada anak itu."
"Saudara Lang Sheng, kamu jangan bicara seperti itu. Meskipun dia sudah memiliki ketrampilan berpedang yang hebat, bagaimanapun juga, kelemahan utamanya adalah tidak bisa menjadi kultivator. Namun jika kita bertemu lagi, aku ingin menantangnya tanpa energi spiritual."
"Hahaha! Kamu sampai seantusias itu? Kalau begitu, tunggu saja anak tak beruntung itu. Kuharap saat bertemu denganmu nanti, dia masih manusia. Jangan bertemu dengan hantunya kelak, hahaha!"
"Sialan! Aku yakin dia bisa tumbuh menjadi orang hebat. Aku yakin itu!" Lie Yan mengatakan itu dengan mantap dan yakin. Karena melihat semangatnya, maka ia tidak ingin kecewa kali ini. Seandainya dirinya bisa bertarung dengan adil, maka ia akan menunggu takdir.
Baik sekarang atau nanti, benih-benih pendekar hebat akan terus bertumbuh. Tidak peduli apa, jika terus berlatih, tidak ada yang tidak mungkin. Gaya bertarung Su Menglan banyak yang sudah tahu hanya dari melihatnya saja. Namun jurus yang digunakan Wan Tian, tidak pernah dilihat sebelumnya.
Sepakat untuk pergi setelah makan pagi, Wan Tian dan Su Menglan meninggalkan restoran. Mereka pun menyewa kereta kuda agar perjalanan lebih cepat sampai. Siang hari, mereka sudah sampai di perbatasan. Dan sudah ada yang menunggu mereka di perjalanan.
"Apa yang ku khawatirkan akhirnya terjadi. Wan Tian, kali ini tidak ada yang bisa membantumu. Kamu harus mengerahkan seluruh kekuatanmu untuk pergi dari sini!" Yang Yue merasakan adanya orang-orang dengan niat membunuh. Sehingga memperingatkan Wan Tian.
'Aku rasa ini ada hubungannya dengan orang yang membeli kulit ular piton, kan?' duga Wan Tian. Karena ia merasa ada yang aneh dan Yang Yue juga sudah memberi peringatan tentang orang itu sebelumnya.
"Sepertinya yang dikatakan tuan Chu ada benarnya. Kita dapat mangsa empuk hari ini. Karena sudah membawa uang tuan Chu, sekalian kita diberi pelajaran pada anak-anak ini."
***