Murid Dewi Alkemis
"Yoo, Wan Tian. Kamu sangat jelek hari ini, bahkan lebih jelek daripada kemarin dan lusa. Aku heran denganmu, mengapa kamu masih hidup?" Anak gemuk itu memukul seorang anak desa yang lemah.
"Wan Tian, kamu sungguh hina berada di desa ini. Melihat wajahmu saja membuatku jijik." Begitu juga dengan seorang gadis muda yang memperlakukan Wan Tian dengan buruk. Ia juga turut memukul dan menendang dengan keras.
"Sebagai anak seusiamu, kamu sungguh menjadi aib bagi desa kita. Bukan hanya tidak bisa membangkitkan energi spiritual, kamu juga tidak bisa bela diri, hahaha!" Lontar seorang anak lelaki berwajah tampan. Namun tidak untuk hatinya.
"Wan Tian, kamu memang bodoh." Kembali si anak gemuk itu menakuti anak malang. Ia mengayunkan pedang kayunya untuk menakut-nakuti Wan Tian.
Dengan wajah menyeringai, mereka bertiga menghina Wan Tian dengan tatapan meremehkan. Meskipun demikian, mereka juga anak-anak dari desa yang makmur dan banyak melahirkan praktisi hebat yang menjanjikan. Meski tidak dapat dibandingkan dengan kota besar lainnya, mereka memiliki kebanggaan tersendiri karena memiliki kekuatan yang lebih daripada Wan Tian, seorang anak muda yang terbaring lesu dengan banyak luka di tubuhnya.
Dua anak lelaki dan satu gadis yang berumur hampir sama, menyiksa anak yang tak berbakat dan tak bisa berkultivasi dengan senang hati. Tindakan semena-mena tersebut menunjukkan perbedaan status di antara mereka.
Wan Tian hanya bisa meratap tanpa suara. Ia menatap tiga anak yang berusia lima belas tahun itu. Meski mereka berada di umur yang sama, soal kekuatan mereka berbeda. Apalagi ketiga anak itu telah mendapatkan pengakuan dari kepala desa sebagai praktisi muda dalam bidang kultivasi dan bela diri.
Meski mendapatkan siksaan, tidak dapat membuat Wan Tian berputus asa. Ia memang menyadari bahwa dirinya tidak seperti anak-anak lain. Ia hanyalah anak biasa tanpa kekuatan spiritual dan merupakan aib bagi keluarganya. Bahkan keluarga Wan Tian selalu merendahkan dan memperlakukannya dengan buruk. Apalagi kematian kedua orang tuanya akibat serangan binatang magis.
Desa Yanshi, sebuah desa yang terletak di tepi gunung dengan nama yang sama, yaitu sebuah gunung batu menjulang tinggi yang mengelilingi desa tersebut yang berada di sebuah lembah yang merupakan rumah bagi penduduknya. Jumlah penduduk di desa Yanshi tidak lebih dari lima ratus orang. Tempat yang jauh dari kota membuat mereka tertinggal, kendati demikian mereka memiliki kekuatan spiritual yang dapat digunakan untuk tetap hidup.
Gunung Yanshi menjadi tempat yang sangat aman bagi penduduknya karena terdapat sumber api yang terus muncul mengelilingi desa. Konon, terdapat praktisi hebat yang memiliki kekuatan sihir luar biasa sehingga dapat melindungi penduduk desa yang terpencil tersebut.
Perlahan Wan Tian merangkak untuk mencari sumber air sungai untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaganya. Karena ia sudah mendapatkan banyak luka di tubuhnya, ia sudah tidak kuat lagi namun masih mendapatkan siksaan.
"Air ... air ... tolong," ucap Wan Tian lirih. Ia sangat kehausan dan merasa sangat lapar hari ini karena sejak kemarin belum mendapatkan jatah makannya. Ia terlalu sibuk dan jarang sekali mendapatkan makanan yang layak.
"Mau ke mana, hey? Apakah kamu butuh air? Hehehe, sepertinya kamu sangat lapar juga? Sebaiknya kamu makan batu dan pasir di sana, yahh!"
"Sampah sepertimu memang pantasnya dibuang saja. Ayo, pergi sana!" Gadis kecil itu pun menendang Wan Tian dengan keras.
Wan Tian terhempas dan terguling di pasir dan bebatuan keras. Tubuhnya dipenuhi dengan luka dan darahnya semakin terkuras karena siksaan yang berlanjut, membuatnya tak sadarkan diri.
"Mati? Apakah sampah itu sudah mati? Bagaimana kalau bibi Wan tahu?" Anak gemuk itu panik setelah melihat darah dari tubuh Wan Tian semakin banyak dan mengira sudah mati.
"Jangan, kita tidak mungkin membunuhnya, kan?" Gadis yang menendang Wan Tian pun panik. Ia tidak ingin membuat masalah karena dirinya yang telah melakukan kekerasan fisik.
"Sebaiknya kita pergi saja! Ini sudah sore, mungkin tidak akan ada yang tahu juga, kan?"
Setelah menyakiti Wan Tian, mereka melarikan diri. Ketiganya tidak ingin bermasalah karena telah membunuh anak yang tidak berdaya.
Penduduk desa Yanshi memanfaatkan kekuatannya untuk memecah batu dan membuat pasir. Ada juga yang bisa membuat patung dan barang-barang dari batu dengan teknik yang dipelajari turun temurun.
Tubuh Wan Tian tepat berada di bebatuan bekas galian batu. Ia menyeret tubuhnya yang tidak bisa berdiri lagi, hingga batu-batu tajam telah mengoyak tubuhnya sehingga kini ia sudah mandi dengan darahnya sendiri. Kegelapan malam membuat matanya tak bisa melihat sekeliling.
"Darah? Apakah ada bau darah manusia di sini? Aku harap bisa membantuku." Sosok seorang Dewi membuka matanya. Ia merasakan sesuatu yang telah lama ditunggu.
Seorang Dewi yang kehilangan kekuatannya secara drastis. Ia tidak bisa berbuat apapun dan hanya bisa menunggu dan menunggu sampai ada yang menolongnya. Merasakan ada darah manusia membuatnya terbangun di dalam sebuah batu ungu berbentuk bola kecil.
Hanya dengan satu tetes darah, membuat kekuatan Dewi tersebut mendapatkan sedikit kekuatan. Wan Tian yang melihat cahaya ungu yang terpancar di batu tersebut, membuatnya tertarik.
Hari telah gelap dan mengandalkan batu bercahaya, membuat Wan Tian bangkit secara perlahan. Ia mengambil batu roh berwarna ungu tersebut, digenggamnya batu roh ungu dan dibawanya untuk perjalanan pulang.
Dalam tertatih, Wan Tian terus berusaha berjalan, berpegang pada dinding batu yang terlihat jelas. Dewi yang berada di dalam batu roh menyaksikan perjuangan anak muda itu dengan iba. Bagaimana mungkin ia tega melihat anak itu mengalami kejadian naas tersebut?
"Apa yang kamu alami, bocah? Aku tidak bisa menolongmu saat ini. Kekuatanku juga tidak cukup untuk membantumu."
Yang Yue adalah nama Dewi yang berada di dalam batu roh ungu. Ia sudah sepenuhnya sadar dan melihat apa yang dilakukan oleh anak lelaki itu, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Ia seperti sosok tak terlihat dan suaranya pun tidak akan terdengar oleh manusia biasa seperti Wan Tian.
"Seandainya kamu memiliki sedikit kekuatan spiritual, mungkin aku bisa membantumu. Namun sayang sekali, nasibmu kurang beruntung. Aku akan memantau dan semoga keberuntunganmu akan segera tiba," ujar Yang Yue.
Sambil memperhatikan anak lelaki yang penuh dengan luka dan darah yang masih mengalir, Yan Yue mengobrol, "Bahkan tanpa keluhan, bocah. Apa yang kamu alami hingga seperti ini? Orang biasa mungkin sudah tidak sanggup lagi, tapi aku melihat keteguhan di hatimu." Yan Yue merasa sedih melihat anak yang masih sangat muda sedang menderita.
Dengan pakaian compang-camping, Wan Tian memegang erat batu roh ungu. Darahnya masih terus menetes dan meresap masuk ke dalam batu itu, membuat cahaya ungu dari batu semakin terang daripada sebelumnya.
Meskipun khawatir akan dimarahi oleh paman dan bibinya yang memberikan tempat berlindung dari hujan, Wan Tian tidak ingin pulang karena ia masih merasa belum sempurna. Walaupun tidak layak, ia menganggap dirinya masih beruntung dengan memiliki tempat bernaung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagiiieee 👌👌👌
2024-08-18
0
Mahayabank
Coba baca neh...kliatan lumayan bagus ceritanya /Ok//Ok/
2024-08-18
0
Anonymous
keren
2024-08-14
1