Iva merupakan anak dari pengusaha yang kaya raya. Dia justru rela hidup susah demi bisa menikah dengan lelaki yang di cintainya. Bahkan menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari turunan terkaya di kota sebelah.
Pengorbanannya sia-sia karena ia di perlakukan buruk bukan hanya oleh suami tapi juga oleh ibu mertuanya.
Di jadikan sebagai asisten rumah tangga bahkan suami selingkuh di depan mata.
Iva tidak terima dan ia membuka identitas aslinya di depan orang-orang yang menyakitinya untuk balas dendam.
Lantas bagaimana selanjutnya?
Yuk simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
"Helo, Nak Iva? Kamu baik-baik saja kan?" Kembali lagi Diajeng berucap dari balik gagang telepon.
"Ya Tante, saya baik-baik saja. Maaf slow respon karena...
"Sayang, handuknya dimana ya?"
Selagi Iva asik membalas telepon dari Diajeng, mendadak terdengar suara. Bahkan Diajeng sempat mendengarnya. Wajah yang semula sumringah, kini berubah murung. "Sayang? Apakah Iva sudah bersuami? Suara itu tidak asing lagi bagiku," gumam Diajeng dari balik telepon.
"Iva, suara siapa tadi? Apakah suamimu?"
Diajeng memberanikan diri bertanya dari balik telepon. Ia tidak ingin penasaran jika hanya berdiam diri saja..
"Ya Tante, barusan memang suara suami saya. Oh ya, nanti saya kirim alamat rumah saya jika memang Tante ingin main, pintu rumah saya selalu terbuka untuk Tante. Sudah dulu ya Tante, karena masih banyak hal yang harus segera saya selesaikan saat ini juga."
Tanpa menunggu balasan dari seberang telepon,Iva menutup panggilan telepon secara sepihak dan ia lekas mengirim chat pesan berupa alamat rumahnya untuk Diajeng.
"Sudah nggak minat lagi main ke rumah Iva setelah mengetahui dia bersuami. Tapi aku juga ingin tahu seperti apa rupa suaminya, apakah jauh lebih baik di bandingkan dengan rupa anakku?" gumamnya ketika melihat chat pesan berupa alamat rumah Iva.
Sementara di rumah Iva, Ben sudah terlihat segar. Sakitnya sudah hilang setelah di rawat oleh Iva. Ia duduk di samping Iva sembari terus menatap wajah cantik istrinya yang sedang sibuk memainkan ponsel di tangannya. "Sayang, siapa yang barusan meneleponmu? Cowok atau cewek, kok kamu asik sekali?" tegur Ben merasa penasaran.
Sejenak Iva menatap ke arah pemuda tampan tersebut. "Kepo banget sih? Mentang-mentang sudah menikahiku jadi harus tahu semua urusanku hingga sampai yang sekecil-kecilnya? Bukan urusanmu, cewek atau cowok toh selagi aku tidak merugikanmu."
Ben merasa heran dengan sikap Iva yang mirip sekali dengan binatang yang bernama bunglon. Binatang yang kerap kali berubah warna kulit seperti Iva yang kerap kali berubah sifat dari lembut menjadi ketus. "Ya ile, gampang banget makhluk cantik di sampingku ini berubah sifat? Hadeh, harus benar-benar siap mental jika sedang berubah galak seperti ini. Harus benar-benar tahan uji," gumam Ben dalam hati.
Ben memutuskan untuk melihat kondisi kantor karena sudah dua hari, dia tidak menyambangi kantor.
"Jadi, barusan Mamah dari sini? Baguslah kalau kamu ngomong seperti yang aku ajarkan. Bulan depan ada bonus untukmu," ucap Ben ketika mendapatkan laporan dari bagian resepsionis tentang kedatangan Diajeng.
Ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah berbohong pada Diajeng. Tapi untuk saat ini ia merasa belum tepat untuk bercerita tentang pernikahan sirinya dengan Iva. Ia yakin akan ada pertentangan atau bahkan perang dunia ke tiga diantara dirinya dan Diajeng.
"Mah, tidak seharusnya Mamah membenci Iva hanya karena dulu dia kabur dan memutuskan menikah dengan lelaki lain. Aku saja masih selalu menunggunya. Jika Mamah tahu siapa Iva, mungkin dia bisa memaafkan kali ya? Ah tapi aku tidak yakin tentang hal ini. Biarlah waktu yang menjawabnya."
Waktu menginap di rumah Iva sudah berlalu, kini Ben sudah kembali ke rumah sendiri tapi ada rasa sepi. "Tiga hari tinggal di rumah Iva, aku merasakan sangat bahagia apalagi Iva memperlakukanku begitu lembut. Aku sudah tidak sabar ingin menikahinya secara resmi. Kenapa waktu berjalan begitu lambat sehingga massa Iddah Iva tidak juga terlewatkan? Alangkah bahagianya hati ini jika sudah resmi menikah dengan Iva. Walaupun Iva belum juga ingat siapa aku. Atau aku harus berjuang untuk membuat ingatan Iva tentangku pulih ya? Dengan segala kenangan masa kecil kami? Ya benar, mungkin hanya dengan cara itu Iva akan ingat denganku," batin Ben begitu antusias.
Ben sempat beberapa kali menemui Cakra, dan ia tahu jika Iva pernah alami kecelakaan hingga membuat sebagian ingatan di masa lalu Iva terhapus dari memory. Maka dari itu, Ben sama sekali tidak marah atau kecewa dengan sifat Iva yang sekarang ini. Beberapa kali Ben dulu pernah berkirim surat dengan mengirimkan foto masa remajanya ke Iva, begitu pula dengan Iva. Tapi selepas itu Iva alami kecelakaan dan sempat koma.
"Jika saja dulu keluargaku tidak kehilangan kontak komunikasi dengan keluarga Iva, mungkin kondisinya tidak seperti sekarang ini. Tapi sudahlah tak perlu di sesali yang sudah terjadi. Toh saat ini aku sudah bersama dengan Iva meskipun dia belum ingat siapa aku sebenarnya. Meskipun dia pernah menyakitiku dengan menikahi lelaki lain," gumam Ben.
Sementara saat ini di rumah Iva...
Bulir bening tak juga berhenti menetes membasahi pipi mulusnya. Ya, saat ini Iva sedang membaca surat pemberian Almarhum Kakek Abraham. Surat tersebut telah di ketemukan.
"Pantas saja aku merasa tidak asing dengan sosok Mas Ben, ternyata dia lelaki di masa laluku tepatnya masa dimana aku menginjak remaja. Bahkan kami pernah berkirim surat sebelum aku alami kecelakaan itu."
"Ya Allah, berdosanya aku karena telah menyakiti Mas Ben sedemikian rupa. Bahkan di saat proses pertunangan, aku kabur begitu saja. Tapi aku tidak akan tinggal diam, Mas. Aku akan menebus kesalahanku padamu."
"Aku harus segera menemuinya untuk meminta maaf. Jika belum kulakukan, aku akan terus di hantui oleh rasa bersalah."
"Sebaiknya, aku menelepon Mas Ben terlebih dulu. Aku ingin meminta maaf lewat telepon dulu supaya hati ini agak lega. Selepas itu aku akan menemuinya secara langsung."
Saat itu juga Iva memutuskan untuk menelepon nomor ponsel Ben. Dan panggilan telepon tersambung tapi bukan suara Ben yang terdengar melainkan suara seorang wanita paruh baya. "Heh, kamu sudah melukai anakku, tapi masih saja mengganggunya. Kamu tidak pantas untuk bersanding dengan Ben setelah apa yang kamu lakukan padanya. Ben sudah punya calon istri yang lebih baik darimu. Tolong jangan ganggu kehidupan Ben. Mulai detik ini jauhi anakku jika tidak, kamu akan berurusan denganku, paham!'
Suara dari balik telepon sangat memekakkan gendang telinga. Iva sempat tersentak kaget. Ia termenung sejenak. "Benar juga apa yang dikatakan oleh Ibunya Mas Ben. Aku memang tidak pantas untuk anaknya setelah apa yang pernah aku perbuat di masa lalu. Apalagi aku sudah janda sedangkan dia masih lajang. Apakah aku harus melupakan Mas Ben, di saat aku sudah ingat tentang dirinya?" gumamnya sembari terus menatap foto kebersamaan dirinya dengan Ben di masa lalu. Foto saat mereka masih remaja.
"Mah, kenapa memegangi ponselku? Sepertinya ada yang menelepon ya Mah? Tadi aku sempat mendengar dering ponsel?" Ben meraih ponsel yang ada di genggaman sang Mamah.
Ia mengecek ponselnya tapi tidak ada di riwayat panggilan telepon.
"Nggak ada Nak, tadi cuma ada telepon nyasar saja. Ya sudah, ayuk temani Mamah ke rumah kenalan Mamah yang waktu itu Mamah ceritakan!"
"Tapi Mah.....
gak mau orang jahat yang datang