NovelToon NovelToon
Derita anakku

Derita anakku

Status: tamat
Genre:Tamat / Single Mom / Janda
Popularitas:390.6k
Nilai: 5
Nama Author: Redwhite

Sepeninggal suami, Nani terpaksa harus bekerja sebagai seorang TKW dan menitipkan anak semata wayangnya Rima pada ayah dan ibu tirinya.

Nani tak tau kalau sepeninggalnya, Rima sering sekali mengalami kekerasan, hingga tubuhnya kurus kering tak terawat.

Mampukah Nani membalas perlakuan kejam keluarganya pada sang putri?

Ikuti kisah perjuangan Nani sebagai seorang ibu tunggal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hilangnya sertifikat rumah

Titik kebingungan mencari uang untuk menebus Dita.

Ziva pulang ke rumah dengan suasana yang mencekam. Gadis remaja itu tampak tak peduli.

Di hempaskan tubuhnya ke kasur, dia mengeluarkan kartu anjungan tunai mandiri dari dompetnya.

Gadis remaja itu tersenyum bangga, dia tak menyangka bisa mendapatkan barang yang juga di miliki teman-temannya.

Ziva juga mengingat wajah Clarisa yang merah padam saat dirinya berhasil membungkamnya dengan ponsel barunya.

"Hah! Ngga nyangka akhirnya aku bisa hidup senang!" pekiknya tanpa sadar.

Tyas yang mendengar suara terikan sang putri lantas menggedor pintu kamar Ziva.

"Va ... Va kamu kenapa?" tanyanya khawatir.

Ziva lantas menutup mulutnya lalu membereskan barang-barang mahalnya. Dia belum berani memberitahu pada keluarganya tentang barang-barang yang ia miliki.

"Ngga mah, aku ngga papa," jawabnya sambil memekik.

Setelah puas menyimpan semua barangnya dengan aman, Ziva keluar untuk sekedar melegakan kerongkongannya.

"Kamu laper Va? Di rumah ngga ada makanan, tadi kami semua sibuk, kalau mau kamu beli gorengan gih di depan, nih duitnya," ujar Tyas sambil menyodorkan uang dua ribu rupiah yang hanya bisa membeli dua buah gorengan.

"Ngga usah Mah, Ziva dah makan," tolaknya.

Tyas mengernyit heran, "kamu makan di mana?" selidik Tyas.

"Di traktir temen-temen Ziva lah, bosen Ziva makan di rumah. Kangen juga makan-makanan restoran," jelasnya pongah.

"Hah! Kok mamah ngga di bungkusin?" gerutu Tyas.

"Dih mamah malu-maluin Ziva aja di bayarin masa mau bungkus buat mamah juga!" dusta Ziva.

Padahal tadi justru dia yang mentraktir teman-temannya makan di kafe langganan mereka.

Tyas yang tau jika teman-teman anaknya yang berasal dari keluarga berada semua, merasa senang.

Dia memang meminta Ziva untuk memilih teman dari kalangan orang berada, agar nanti kehidupan Ziva bisa ikut terangkat karena pergaulannya.

"Mbah kenapa sih?" tanya Ziva saat melihat Titik tampak gusar.

"Mbah kamu lagi pusing cari duit buat bayar jaminan tantemu!" jelas Tyas santai.

"Kok kamu kaya ngga kepikiran gitu sih Yas, Dita juga adikmu, bantulah ibu berpikir!" sungut Titik.

"Lah mau gimana lagi Bu, emangnya aku punya duit? Lima juta itu banyak loh, tiap hari aja kita kembang kempis buat makan," cebik Tyas.

"Emang tante kenapa mah?" sela Ziva penasaran.

"Tante kamu di penjara karena nyopet di pasar," jawab Tyas datar.

"Hah! Kok bisa tante nyopet? Ck ... Ck ... Malu-maluin banget sih!" gerutu Ziva yang ikut memojokkan kelakuan Dita.

"Ho'o papahmu aja marah-marah terus dari tadi. Tau sendiri kan kalau banyak yang tau kita keluargaan sama pencopet, mereka pasti sungkan memakai jasa papahmu!"

Titik tak mau anak bungsunya yang masih gadis itu berlama-lama mendekam dalam penjara, bisa susah mendapatkan jodohnya nanti, pikirnya.

"Yas, tolong kamu gadaikan dulu sertifikat rumah, ibu kan punya penghasilan, ibu yakin bisa nebus nanti," pinta Titik.

"Loh kok Tyas sih bu, enggak ah, bukan urusan Tyas. Lagian di penjara cuma enam bulan aja, ngga usahlah pusing mikirin buat bebasin dia," elaknya.

"Enak aja! Kamu tau adik kamu itu masih gadis, masa depannya bisa ancur kalau dia di cap mantan napi!"

"Lah suruh siapa nyopet!" ketus Tyas.

"Kamu ngga lupa kan kalau rumah ini berkat ibu? Sini buruan! Ibu ngga nyusahin kamu ini!" paksa Titik.

Tanpa banyak tanya Titik bergegas ke kamar Tyas dan mencari sertifikat rumahnya.

"Bu, mau apa sih, aku bilang enggak ya enggak, jangan maksa dong!" ketus Tyas menghalangi Titik.

Titik paham betul di mana Tyas meletakan surat-surat berharganya.

"Loh di mana Yas?" tanya Titik heran.

"Apanya?" Tyas menyingkirkan tubuh Titik yang berdiri di depan lemarinya.

Lalu dia mengecek laci yang berada di lemarinya, di mana dia menyimpan surat-surat pentingnya di sana.

"Bu, kok sertifikatnya ngga ada?" Lutut Tyas melemas, dia jatuh terduduk di hadapan Titik.

"Ngga ada gimana? Kamu taro di mana Tyas! Jangan main-main! Itu harta kita satu-satunya!" pekik Titik tak terima.

Rumah yang di miliki Tyas adalah hasil dari penjualan rumah milik Nina. Wajar jika Titik mengklaim rumah itu adalah milik bersama meski menggunakan nama Tyas sebagai pemiliknya.

Karena Titik tak mau jika nanti ada apa-apa di kemudian hari, Nina akan menuntut rumah Dibyo dulu.

Keduanya mengobrak-abrik kamar Tyas untuk mencari sertifikat itu. Mencarinya di setiap sudut tapi tak di temukan juga.

Kini keduanya keluar, Tyas mencari ke kamar Ziva, sedangkan Titik ke ruang tamu.

Tyas berpikir mungkin dia pernah memindahkan surat itu ke kamar putrinya, meski dia yakin tak pernah melakukan itu.

"Loh mamah mau ngapain ke kamar Ziva!" tanya Ziva bingung.

"Awas Va, mamah mau nyari sertifikat rumah ini, siapa tau mamah lupa menyimpannya di kamar kamu," jelas Tyas sambil mengobrak-abrik kamar Ziva.

Tyas tak menemukan apa yang dia cari, justru malah kamar Ziva yang berantakan akibat ulahnya.

"Mamah kenapa jadi berantakin kamar Ziva!" pekiknya kesal.

Suara dering ponsel Ziva membuat tubuh Tyas terpaku. Ziva sendiri sudah ketakutan, karena tadi dia belum sempat mematikan dering ponselnya.

"Suara apa itu Va?" selidik Tyas.

Tanpa buang waktu Tyas mencari asal suaranya dan menemukan ponsel Ziva di bawah bantal.

"Va, ini punya siapa? Jangan bilang kalau kamu mencuri!" pekik Tyas.

Ziva berusaha tenang, lalu dia mengambil ponselnya dari tangan sang ibu.

"Mamah tenang aja, aku dapet ini dari temanku! Mamah tau kan teman-temanku anak orang kaya, jadi kalau cuma hp begini mah kecil buat mereka," dustanya.

Tyas tak percaya, dia sangat tau berapa harga ponsel canggih itu.

"Apa iya teman kamu mau ngasih hp yang mahal begini Va, mamah ngga percaya! Jawab jujur kamu mencuri kan?" cecarnya.

Ziva merasa geram dengan tuduhan sang ibu dan lantas menghubungi Dini untuk menyelamatkan dirinya dari tuduhan ibunya.

"Halo Din, nih mamah aku ngga percaya kalau hp aku kan dari kamu. Nih kamu jelasin sama mamahku!" pintanya.

Dini yang tau jika Ziva ketahuan lalu mengatakan jika ponsel itu memang miliknya, tapi karena dia sudah bosan, jadi dia memberikannya pada Ziva.

Kedua remaja itu memang pandai berbohong hingga Tyas akhirnya percaya, dia juga salut karena teman-teman putrinya itu ternyata sangat royal.

"Maafin mamah ya Va, habisnya kamu tau sendiri keluarga kita lagi kacau begini jangan sampai kamu juga ikutan bikin rusuh," ucap Tyas semringah.

"Makanya mamah jangan suudzon mulu! Ngga mungkinlah Ziva mencuri!" jawab Ziva ketus.

"Ya udah sih mamah kan udah minta maaf. Emm ... Va dari pada hp mahal-mahal begitu, mending di jual aja, nanti mamah beliin yang baru deh, sisanya bisa buat kita makan, katanya kamu bosan makan telor mulu," bujuk Tyas.

Ziva mendelik menatap sang ibu, "enak aja! Ngga ya mah, nanti kalau Dini tanya aku mau jawab apa? Dia tuh kasihan sama aku yang selalu numpang kalau mau ngerjain tugas. Nanti aku malah di omong ngga tau terima kasih!"

"Ya ampun Va, kan nanti beli lagi," Tyas masih berusaha membujuk putrinya.

"Sekali enggak ya enggak mah, mamah jangan paksa dong! Kalau Dini ngga terima terus di minta lagi, mamah mau!" ancamnya.

Tyas mendengus, "huh! Katanya di kasih ke kamu, kok di minta lagi?" gerutunya.

Malas meladeni sang ibu, Ziva mendorong Tyas agar keluar dari kamarnya.

Tyas sempat merasa kesal karena kelakuan putrinya dan terus menggerutu.

"Gimana Yas ada ngga?" tanya Titik berharap.

"Ngga ada bu! Masa iya ilang? Ibu ngga ngerasa nyimpen?" tanya Tyas balik.

"Kalau ibu yang nyimpen ngapain nyari ke kamar kamu!" jawab Titik ketus.

Tiba-tiba Yanto pulang dan melihat ruang tamu rumahnya seperti kapal pecah, barang-barang banyak berhamburan di luar.

"Ini apa-apaan sih mah!" pekiknya jengkel.

Tyas dan Titik menatap Yanto dengan saksama hanya Yanto yang belum mereka tanya.

"Pah kamu tau di mana sertifikat rumah kita?"

.

.

.

Tbc

1
Dwi Rita
ceritanya bagus. recomended
Nyai Omi
/Shy/
Nyai Omi
lanjut
Nyai Omi
/Smile/
Nyai Omi
iya ksian skli sllu d jahati
Nyai Omi
jahat skli mereka
Nyai Omi
g ada akhlak nya tu ibu tri nani
Muji Lestari Tari
Budi oh budi
Muji Lestari Tari
manusia aneh
Muji Lestari Tari
aduh bikin emosi
Muji Lestari Tari
aduh main dukun
Muji Lestari Tari
jangan mau nin
Muji Lestari Tari
keluarga toxic nggak ada lawan
Muji Lestari Tari
Dibyo gila
Muji Lestari Tari
makin nggak jelas ni orang
Muji Lestari Tari
Dibyo bodoh
Muji Lestari Tari
Yanti ni pelakunya
Muji Lestari Tari
kapok
Muji Lestari Tari
mada sih Anan SMP dah berani gituan
Muji Lestari Tari
keluarga toxic
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!