NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ada apa?

Sementara itu, Aluna menutup buku catatan di depannya dengan tatapan puas. Ia mengangkat wajahnya, menyadari Elvanzo sedang memandangnya dari kejauhan.

“Ada apa?” tanyanya dengan nada datar.

“Tidak ada,” jawab Elvanzo santai, sambil tersenyum kecil. “Hanya kagum pada seseorang yang begitu sibuk tetapi tetap bisa terlihat… istimewa.”

Aluna mengernyitkan alis, tampaknya tidak tahu apakah ia harus merasa tersanjung atau bingung. Tetapi tanpa berkata apa-apa lagi, ia hanya berdecak kecil dan kembali pada pekerjaannya.

Elvanzo tertawa pelan, membiarkan suasana tenang kembali menyelimuti ruangan, dengan satu pikiran di benaknya: " Aluna, seberapa dalam sebenarnya hati yang kau simpan di balik segala kesendirian itu?"

...~||~...

Aluna menunduk di depan meja , memindai layar ponselnya. Ekspresi yang tadi tenang kini berubah muram dalam sekejap. Jari-jarinya menggenggam ponsel erat, matanya terpaku pada layar seolah pesan yang baru saja ia baca telah menyita seluruh dunianya.

Elvanzo, yang sejak tadi memperhatikannya dari sofa, segera menyadari perubahan itu. Raut wajah Aluna yang sebelumnya penuh konsentrasi kini tampak seperti kosong, tetapi dengan aura kecemasan yang sulit dijelaskan.

“aluna? Kau baik-baik saja?” suara Elvanzo pecah di ruangan yang sunyi.

Aluna tidak menjawab, tetap mematung seperti membeku dalam pikirannya sendiri. Nafasnya sedikit lebih berat, matanya berkedip-kedip mencoba mencerna sesuatu yang tampaknya sulit ia hadapi.

Elvanzo bangkit dari sofanya, mendekati gadis itu dengan langkah perlahan, ingin tahu apa yang sedang terjadi. “Aluna,” ulangnya, kali ini dengan nada lebih lembut, berdiri tak jauh darinya.

Akhirnya, Aluna mendongak, tetapi yang ia berikan hanyalah tatapan kosong. Sekilas, Elvanzo bisa melihat bagaimana jendela hati gadis itu tertutup rapat. "Ada apa? Apa ada sesuatu yang salah?" tanyanya lagi, mencoba mencari jawaban di balik kebisuan Aluna.

“Tidak,” jawab Aluna pendek, dengan nada datar yang seolah membentengi dirinya dari apapun. Ia berdiri cepat, menyambar jaket yang ada di kursi dan menjejalkan ponsel ke dalam sakunya.

Elvanzo mengerutkan kening, bingung dengan perubahan drastis itu. "Kau mau pergi ke mana? Kita masih harus menghadiri seminar..."

“Kau tidak perlu tahu,” potong Aluna tanpa memberi Elvanzo waktu menyelesaikan kalimatnya. Ia melangkah keluar dengan cepat, meninggalkan ruangan tanpa menoleh sedikit pun.

Elvanzo berdiri terpaku, menatap pintu yang kini tertutup rapat. Ada sesuatu dalam cara gadis itu pergi yang membuat dadanya terasa berat—sesuatu yang salah, sesuatu yang Aluna sembunyikan darinya.

Menghela napas panjang, ia menjatuhkan tubuhnya kembali ke sofa. Pikirannya dipenuhi pertanyaan. "Pesan apa yang telah membuatnya seperti itu? Apa yang sebenarnya ia sembunyikan?"

Ketika waktu perlahan merayap, Elvanzo masih terduduk di tempatnya, menggulirkan ponsel tanpa tujuan. Sekali lagi, bayangan Aluna kembali memenuhi pikirannya. Ia merasa ada dinding yang menghalangi mereka—sesuatu yang Aluna sendiri mungkin terlalu takut untuk diungkapkan.

Dan dalam hati kecilnya, Elvanzo tahu bahwa ia takkan menyerah untuk mencoba memahami gadis itu, bahkan jika artinya harus melangkah lebih dalam ke kegelapan yang tersembunyi dalam jiwa Aluna.

1 jam berlalu .....

Setelah pikiran yang panjang Elvanzo tidak bisa membiarkan Aluna pergi begitu saja, tetapi langkahnya berat saat ia memutuskan untuk menyusul gadis itu. Setelah mencari ke beberapa tempat dekat hotel mereka menginap akhirnya ia melihat aluna dengan langkahnya yang tergesa, seperti ingin melarikan diri dari sesuatu.

Tak butuh waktu lama, ia menemukan Aluna berdiri di tepi danau kecil yang terletak tak jauh dari hotel tempat mereka menginap. Pemandangan danau itu begitu tenang, dikelilingi pepohonan yang mulai berayun pelan diterpa angin senja. Tapi Aluna, yang berdiri di sana dengan punggung menghadapnya, tampak segalanya kecuali tenang.

Elvanzo berhenti beberapa langkah di belakang, ragu. Ia tahu Aluna membutuhkan ruang, tetapi hatinya enggan membiarkan gadis itu sendiri terlalu lama dalam keheningannya yang menyakitkan.

Aluna berdiri diam, menatap air danau yang bergelombang kecil. Tapi bukan air danau yang menjadi fokusnya—tatapannya kosong, jauh melayang di dunia lain yang Elvanzo tidak mampu capai.

Waktu berlalu, entah berapa lama ia hanya berdiri, membiarkan angin senja mendinginkan kegelisahan yang memenuhi dadanya. Elvanzo, masih dari kejauhan, memandanginya dengan hati yang berkecamuk. "Apa yang begitu membebani hatimu, Aluna?" pikirnya.

Akhirnya, dengan keberanian yang ia kumpulkan, Elvanzo melangkah mendekat. Kakinya terasa berat, seolah langkah itu menuntunnya langsung ke pusaran emosi yang rapat tersembunyi di hati gadis itu.

Tanpa mengatakan apa-apa, ia berdiri di belakang Aluna. Nafasnya tertahan sejenak sebelum akhirnya, dengan perlahan, kedua lengannya melingkari tubuh gadis itu. Dalam sebuah pelukan yang kuat namun lembut, ia berkata, "Kau boleh meluapkan semuanya... Aku ada di sini."

Aluna terdiam. Hening yang menghimpit melingkupi mereka, hanya suara riak air yang terdengar. Bahunya sempat menegang, tetapi perlahan tubuhnya bergetar. Pertahanannya yang sudah rapuh runtuh seketika.

Aluna berbalik dan membenamkan wajahnya di dada Elvanzo. Tangisnya pecah, meledak tanpa ia tahan lagi. Isakan yang terpendam selama ini akhirnya menemukan jalan keluar, bercampur dengan rasa lega dan kelelahan yang lama ia simpan sendiri.

Elvanzo memejamkan mata, satu tangannya membelai lembut kepala Aluna, mencoba menenangkan setiap rasa sakit yang mungkin sedang ia rasakan. Ia tidak berkata apa-apa lagi, hanya berdiri tegak, menjadi sandaran yang kokoh di tengah badai yang sedang mengguncang gadis itu.

“Aku lelah…” suara Aluna lirih, nyaris tak terdengar di sela isakannya.

“Aku tahu,” bisik Elvanzo, suaranya lembut seperti angin senja. "Kau tidak harus kuat sendirian lagi."

Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa seperti keabadian, Aluna membiarkan dirinya sepenuhnya rapuh—di hadapan seseorang yang bersedia berada di sana untuknya, apa pun yang terjadi.

1
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!