Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Siang itu, Rendra berdiri tegak di belakang sebuah gudang yang sangat luas. Dia mendongakkan kepalanya menatap gudang itu sesaat. Satu tangannya kini menggenggam senjata api. Kali ini dia akan berperang. Ketika ada seseorang yang mengusik hidupnya, dia pastikan mereka akan mendapat balasannya.
Dia berjalan seorang diri menyelinap masuk lewat pintu belakang. Dia bobol sebuah gembok yang telah berkarat itu. Dia sudah mempersiapkan strategi yang matang karena dia telah mempelajari titik lemah bangunan itu dan juga dia sudah tahu dimana anak buah Alex biasanya berkumpul.
Rendra berjalan mengendap lalu bersembunyi di belakang tong saat melihat anak buah Elang Hitam sedang berjaga di sana. Dia memberi kode pada anak buahnya lewat headset wireless yang terpasang di telinganya.
"Kalian berjaga-jaga di pintu depan, sebagian lagi di pintu belakang." perintahnya dengan suara pelan. Dia menutup bibirnya agar dua orang penjaga yang sedang berjaga itu tidak mendengarnya.
Rendra kini mengeluarkan tembakan biusnya, dengan dua kali bidikan kedua penjaga itu langsung jatuh pingsan tak bersuara.
"Kalau gak bekerja sama dengan polisi sudah aku tembak pakai peluru."
Rendra berjalan melewati penjaga yang sudah tak sadarkan diri itu. Dia menaiki tangga dan mengintai dari lantai dua.
Anak buah Elang Hitam kali ini tidak terlalu banyak, dan sangat kebetulan sekali Alex juga berada di gudang itu.
Rendra tersenyum miring saat melihat Alex menaiki tangga dari arah yang berlawanan dengannya lalu masuk ke dalam ruangannya.
"Kalian masuk sekarang dari semua penjuru!!" Perintahnya lagi.
Rendra tetap berada di tempat itu, mengamati setiap pergerakan mereka.
"Jangan bergerak! Kalian sudah kami kepung!" terdengar teriakan di bawah sana. Semua anak buah Rendra dan juga polisi mengepung tempat itu. Terjadi perang tembak untuk sesaat tapi karena anak buah Elang Hitam hanya sedikit, mereka berhasil dilumpuhkan dengan mudah.
Kini saatnya Rendra beraksi. Dia berlari ke depan pintu ruangan Alex, kemudian dia tendang pintu itu hingga rusak.
Mereka kini saling bertatap tajam.
"Rendra, licik sekali kamu!" Alex berdiri dan berjalan menantang Rendra.
"Cih, lebih licik kamu yang beraninya main belakang!"
Tiba-tiba Alex mengambil pistolnya dan langsung menembak ke arah Rendra. Untunglah Rendra dengan cepat berhasil mengelak.
Rendra menendang tangan Alex hingga pistol itu terlepas dari tangannya. Kemudian dia kunci kedua tangan Alex dan mengarahkan pistolnya ke kepala Alex.
"Aku gak akan membiarkan kamu hidup dengan tenang! Aku sudah tahu semua jebakan kamu! Mulai dari masalah darkweb, judi, dan terakhir masalah narkoba. Kamu mau membersihkan nama kamu karena kamu seorang pemimpin perusahaan dan cucu dari menteri, tapi kamu salah memilih musuh! Kamu hanya seorang yang licik yang bersembunyi di bawah kedok Elang Hitam! Kamu tahu asal usul Elang Hitam itu seperti apa?!" Rendra semakin menguatkan kuncian tangannya hingga Alex meringis kesakitan.
"Elang Hitam milik keluarga aku bukan milik Ayah kamu!"
Rendra hanya tersenyum miring. "Aku sudah gak peduli tentang Elang Hitam milik siapa. Yang jelas, kamu sudah mengusik hidup aku! Aku gak akan biarkan kamu hidup tenang. Aku bisa saja menghabisi kamu sekarang juga! Tapi kali ini biar kamu di eksekusi saja di nusa kambangan. Agar penderitaan kamu lebih terasa."
"Cih, munafik!!" Alex terus berusaha melepaskan diri.
Saat Rendra menegakkan dirinya, inilah kesempatan Alex. Dia tendang kaki Rendra dengan keras hingga dia terlepas dari sergapan Rendra. Dengan cepat Alex mengambil pistolnya. Dia todongkan pistol itu di depan wajah Rendra.
Rendra menatap tajam Alex, dia menemukan celah. Dia tepis tangan Alex dengan cepat hingga tembakan Alex meleset ke tembok. Mereka bergulat dan saling berebut senjata. Hingga mereka berdua keluar dari ruangan itu.
"Rendra lepas!" Alex kembali menendang perut Rendra tapi sergapan tangan Rendra masih kuat menahan kedua tangannya.
Alex melihat kaki Rendra sudah di tepi tangga. Ini saat yang tepat, Alex menyikut dada Rendra dengan keras hingga membuat Rendra terjatuh dari tangga. Alex mengambil pistolnya dan menembak Rendra yang berguling di tangga.
Dorr!! Dorr!!
"Tuan Rendra!!" Salah satu anak buah Rendra dengan cepat menembak tangan Alex. Seketika pistol terjatuh dari tangan Alex.
"Arrgghhh.." Rendra kini memegang lengan dan kakinya yang terkena tembak.
"Tuan Rendra!!"
Meski terkena dua tembakan tapi Rendra masih sadarkan diri untuk saat ini. Dia berusaha menahan rasa sakitnya. "Bawa aku ke rumah sakit milik Hendra yang berada di dekat sini." perintahnya. Karena sedari dulu hanya Hendra lah yang menjadi Dokter pribadinya.
"Baik Tuan." Anak buah Rendra segera mengangkat tubuh Rendra.
Kini Alex sudah berhasil dibekuk polisi beserta barang bukti satu kwintal obat-obatan terlarang.
...***...
Hendra masih duduk di dekat tempat tidur Zahra. Kini Zahra sudah mulai tenang dan tertidur karena efek obat yang baru dia minum.
Hendra terus menatap wajah pulas yang memucat itu.
Cantik, kamu pasti bisa sembuh.
Beberapa saat kemudian ada panggilan masuk ke nomor ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan berdiri. "Rendra? Mau apalagi tuh orang."
Hendra keluar dari kamar Zahra dan mengangkat panggilan itu.
"Ada apa?"
"Dokter Hendra, tolong siapkan ruangan untuk Tuan Rendra. Tuan Rendra terkena dua tembakan dan sekarang tidak sadarkan diri."
Hendra menghela napas panjang. Sudah ke berapa kali Rendra terkena tembakan, tapi dia masih saja tidak kapok bermain senjata api itu. "Kenapa gak dibawa ke rumah sakit besar saja?"
"Ini perintah Tuan Rendra karena kita juga sedang berada di lokasi yang dekat dengan Dokter Hendra."
"Ya sudah, aku siapkan sekarang!"
Hendra segera menuruni tangga dan menuju rumah sakitnya. Dia memerintahkan asistennya untuk menyiapkan peralatannya. Dan saat mobil Rendra berhenti di depan rumah sakitnya, dua suster segera mendorong brangkar mendekati mobil itu.
Hendra menghela napas panjang melihat kondisi sahabatnya saat ini.
"Cepat bawa ke IGD."
Setelah berada di IGD, suster segera memasang infus di pergelangan tangan Rendra.
"Pasang oksigen juga." perintah Hendra karena kali ini kondisi Rendra cukup gawat.
Dia segera merobek kain di lengan Rendra lalu membersihkan darah yang merembes. Luka beberapa hari lalu saja belum sepenuhnya sembuh sekarang sudah bertambah lagi.
Rendra, Rendra, tubuh kamu itu terbungkus kulit, bukan baja.
Dengan cekatan Hendra mengeluarkan peluru di lengan Rendra. Setelah itu dia segera menjahit luka itu agar cepat menyatu. "Kompres lukanya lalu balut dengan perban."
Setelah itu, dia segera menangani luka tembak di kaki Rendra. Untunglah, ternyata peluru itu meleset. Hendra segera membersihkan luka itu lalu menjahit kulit Rendra yang menganga.
"Arrgghh," Rendra kini membuka matanya sambil meringis kesakitan saat Hendra dan assistennya sedang membalut lukanya.
"Si orang yang punya 9 nyawa sudah sadar sekarang."
💞💞💞
.
Like dan komen ya...
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya