Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 – Jejak yang Tertinggal
Setelah malam penuh kekacauan di pelelangan, Seraphina dan Lucian berlindung di sebuah penginapan kecil di sudut distrik bawah tanah. Tempat itu tersembunyi, jauh dari pusat kota, dan cukup aman untuk sementara waktu.
Luka Lucian mulai membaik setelah Seraphina membalutnya dengan ramuan penyembuh yang mereka bawa. Namun, bukan hanya luka fisik yang menjadi beban mereka. Ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di benak Seraphina setelah pertemuannya dengan Lysara.
"Kau masih memikirkan apa yang dia katakan?" Lucian bertanya sambil mengamati Seraphina yang duduk di dekat jendela, menatap langit malam yang suram.
Seraphina menghela napas. "Dia mengatakan aku punya mata yang mirip dengan seseorang yang dia kenal..."
"Mungkin dia hanya mencoba mengganggumu," kata Lucian, tetapi nada suaranya tidak sepenuhnya yakin.
Seraphina menggeleng. "Tidak. Itu bukan sekadar tebak-tebakan. Aku bisa melihatnya di matanya... dia benar-benar mengenali sesuatu dalam diriku."
Lucian terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kalau begitu, kita harus mencari tahu siapa yang dia maksud. Jika dia tahu sesuatu tentangmu yang bahkan kau sendiri tidak ingat, maka ini bisa menjadi petunjuk besar."
Seraphina mengangguk. "Ya. Tapi kita juga harus tetap waspada. Orcus tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja."
Keesokan paginya, mereka meninggalkan penginapan sebelum fajar menyingsing. Mereka menyusuri gang-gang tersembunyi, menuju ke sebuah pasar gelap di bagian barat distrik bawah tanah.
Tempat itu adalah pusat informasi bagi para pembunuh bayaran, pencuri, dan orang-orang yang hidup di dunia kegelapan. Jika ada sesuatu yang bisa ditemukan tentang Lysara dan Orcus, maka tempat inilah yang bisa memberikan jawabannya.
Seraphina dan Lucian berpakaian sederhana, menyembunyikan identitas mereka. Mereka berjalan ke sebuah kedai kecil di sudut pasar, tempat seorang informan yang dikenal sebagai Vesper sering berkeliaran.
Vesper adalah pria tua dengan satu mata yang dikenal memiliki telinga di mana-mana. Dia tidak murah, tapi informasinya selalu akurat.
Saat mereka masuk, Vesper sedang duduk di sudut, menyeruput minumannya dengan santai.
"Lama tidak berjumpa, anak-anak," katanya tanpa menoleh.
Lucian duduk di seberangnya dan meletakkan beberapa koin emas di meja. "Kami butuh informasi tentang seseorang."
Vesper mengangkat alisnya. "Tergantung siapa orangnya."
Seraphina menarik napas dalam. "Lysara dari Orcus."
Vesper terdiam sejenak, lalu tertawa pelan. "Kalian benar-benar bermain dengan api, ya?"
"Jawab saja, Vesper," kata Lucian dengan nada datar.
Vesper mengambil salah satu koin, memeriksanya sebentar, lalu berkata, "Lysara bukan orang biasa. Dia salah satu petinggi Orcus, dikenal sebagai 'Sang Penilai'. Jika ada sesuatu yang bernilai di dunia ini, dia pasti mengetahuinya. Tapi yang lebih menarik adalah asal-usulnya."
Seraphina menatapnya tajam. "Apa maksudmu?"
Vesper tersenyum samar. "Dulu, sebelum bergabung dengan Orcus, dia adalah bagian dari keluarga bangsawan di utara. Tapi seluruh keluarganya dibantai dalam suatu insiden yang misterius. Ada rumor bahwa dia satu-satunya yang selamat dan bergabung dengan Orcus untuk membalas dendam."
Seraphina terdiam. Ada sesuatu dalam cerita itu yang terasa familiar, meskipun dia tidak bisa menjelaskannya.
"Apakah dia pernah berhubungan dengan... keluarga Duskbane?" tanyanya akhirnya.
Vesper menatapnya dengan mata penuh pertanyaan. "Kau mulai mengajukan pertanyaan yang menarik, anak muda."
Lucian menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Jangan bermain teka-teki, Vesper."
Vesper tertawa kecil, lalu bersandar ke depan. "Keluarga Duskbane... ya, mereka memiliki hubungan dengan tragedi yang menimpa Lysara. Tapi apakah Lysara mengenalmu secara pribadi? Itu masih menjadi misteri."
Seraphina menggertakkan giginya. Dia merasa semakin dekat dengan masa lalunya, tapi jawabannya masih belum jelas.
"Apa yang Orcus rencanakan?" tanya Lucian, mengubah arah pembicaraan.
Vesper mengambil koin emas lainnya. "Orcus sedang mengincar sesuatu yang disebut 'Kunci Hitam'. Aku tidak tahu pasti apa itu, tapi dari yang kudengar, benda itu berkaitan dengan kekuatan kuno yang tersembunyi di dunia ini."
Seraphina dan Lucian saling bertukar pandang. Jika Orcus mengincar sesuatu sebesar itu, maka ini lebih dari sekadar perburuan balas dendam.
Vesper menghabiskan minumannya dan berdiri. "Saran dariku? Jika kalian benar-benar ingin menyelidiki Orcus, pastikan kalian siap menghadapi apa pun. Mereka bukan hanya sekumpulan kriminal biasa."
Setelah itu, dia pergi, meninggalkan Seraphina dan Lucian dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Saat mereka keluar dari pasar gelap, Seraphina menatap langit yang mulai mendung.
"Lysara mungkin punya jawaban tentang masa laluku. Tapi yang lebih penting, kita harus mencari tahu apa itu Kunci Hitam sebelum Orcus mendapatkannya."
Lucian mengangguk. "Kita butuh lebih banyak informasi. Jika Orcus mengincarnya, maka pasti ada orang lain yang juga mengetahuinya."
Seraphina menghela napas. "Aku punya seseorang yang mungkin bisa membantu."
Lucian menatapnya penasaran. "Siapa?"
Seraphina tersenyum kecil. "Seorang penyihir tua di kuil lama. Dia mungkin tahu sesuatu tentang Kunci Hitam."
Lucian tertawa kecil. "Kita akan kembali ke dunia sihir, ya? Aku rasa perjalanan kita akan semakin menarik."
Seraphina tersenyum samar, tetapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan. Dengan setiap jawaban yang mereka temukan, semakin banyak misteri yang muncul.
Tapi satu hal yang pasti—dia tidak akan berhenti sampai dia menemukan kebenaran.
Malam semakin larut ketika Seraphina dan Lucian meninggalkan pasar gelap. Percakapan mereka dengan Vesper meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Namun, satu hal sudah jelas—Orcus sedang mengincar sesuatu yang disebut Kunci Hitam, dan entah bagaimana, hal itu berkaitan dengan Lysara serta mungkin juga masa lalu Seraphina.
Langkah mereka terdengar lirih di antara lorong-lorong sempit distrik bawah tanah. Lucian berjalan di depan dengan penuh waspada, sementara Seraphina mengikuti di belakangnya. Pikirannya penuh dengan segala kemungkinan yang berputar tanpa henti.
"Jadi, penyihir tua di kuil lama yang kau sebutkan tadi... siapa dia?" tanya Lucian akhirnya, memecah keheningan.
Seraphina menghela napas. "Dia dikenal sebagai Alistair, salah satu dari sedikit penyihir yang masih memegang ajaran kuno sebelum ordo sihir diubah menjadi sistem yang lebih terstruktur seperti sekarang."
Lucian menyipitkan mata. "Orang yang cukup berbahaya, jika memang masih hidup."
Seraphina tersenyum tipis. "Jika dia belum mati, dia pasti tahu sesuatu tentang Kunci Hitam."
Lucian mengangguk, tetapi sebelum mereka bisa melanjutkan percakapan, sebuah suara berbisik di kegelapan.
"Kalian terlalu keras berbicara di tempat seperti ini."
Seraphina dan Lucian langsung waspada. Dalam sekejap, Seraphina sudah menarik belati dari sarungnya, sementara Lucian bersiap dengan pedangnya.
Dari balik bayangan, seorang pria bertudung muncul. Wajahnya tertutup sebagian, hanya matanya yang tampak bersinar tajam di bawah cahaya obor yang remang.
"Tenang, aku bukan musuh," katanya dengan suara serak. "Tapi aku membawa pesan."
Seraphina dan Lucian saling berpandangan sebelum Seraphina berkata dengan dingin, "Pesan dari siapa?"
Pria itu melangkah lebih dekat dan menyodorkan gulungan kecil yang diikat dengan pita hitam. "Dari seseorang yang tidak ingin kalian mati bodoh-bodohan dalam pencarian ini."
Seraphina meraih gulungan itu, membukanya, dan membaca isi suratnya dalam diam.
> “Jika kau mencari Kunci Hitam, kau mencari kehancuran.
Jangan mendekat kecuali kau siap menghadapi bayangan masa lalu.”
Di bawahnya, hanya ada satu tanda tangan kecil—huruf L yang terukir dengan goresan tajam.
"Lysara," gumamnya, matanya menyipit.
Lucian mendengus. "Jadi dia benar-benar tahu sesuatu."
Seraphina melipat gulungan itu dan menatap pria di hadapan mereka. "Di mana dia sekarang?"
Pria itu mengangkat bahu. "Dia sudah pergi sebelum aku sempat bertanya lebih banyak. Tapi dia meninggalkan pesan ini dan memperingatkanku bahwa jika aku melihat kalian, aku harus memberikannya."
Seraphina merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Jika Lysara ingin mereka menjauh, itu berarti dia menganggap mereka sebagai ancaman—atau mungkin dia takut mereka akan menggali sesuatu yang tidak seharusnya ditemukan.
"Terima kasih atas pesannya," kata Seraphina akhirnya. "Kau bisa pergi."
Pria itu mengangguk, lalu menghilang kembali ke dalam bayangan.
Kembali ke penginapan sementara mereka, Seraphina dan Lucian mendiskusikan langkah selanjutnya.
"Kita harus ke kuil tua itu," kata Seraphina tegas. "Jika Lysara sampai memperingatkan kita, itu berarti kita berada di jalur yang benar."
Lucian menghela napas. "Kita bahkan tidak tahu apakah penyihir itu masih hidup."
"Kalau dia tidak ada, kita cari cara lain," jawab Seraphina. "Tapi kita tidak bisa mundur sekarang."
Lucian mempelajari ekspresi Seraphina. Dia tahu bahwa saat Seraphina sudah membuat keputusan, tidak ada yang bisa mengubahnya.
"Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi kita harus bersiap. Perjalanan ke kuil itu tidak akan mudah."
Seraphina tersenyum samar. "Aku tidak mengharapkan hal yang mudah."
Keesokan harinya, mereka berangkat sebelum fajar. Kuil yang mereka tuju berada di perbatasan antara kerajaan dan tanah terlarang—sebuah tempat yang konon dihuni oleh makhluk-makhluk dari dunia lain.
Mereka harus melewati hutan lebat yang dikenal sebagai Hutan Bayangan, sebuah tempat yang dipenuhi dengan ilusi dan makhluk-makhluk yang bersembunyi dalam kegelapan.
Saat mereka memasuki hutan, udara terasa lebih berat, dan suara-suara aneh mulai terdengar di antara pepohonan. Lucian menggenggam pedangnya erat, sementara Seraphina merapal mantra perlindungan di bawah napasnya.
"Kita harus tetap bersama," kata Seraphina. "Hutan ini bisa membuat kita tersesat dalam sekejap jika kita kehilangan fokus."
Lucian mengangguk. "Aku tidak berniat mati di sini."
Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Di sepanjang jalan, bayangan-bayangan bergerak di antara pepohonan, tetapi tidak ada yang menyerang mereka secara langsung.
Namun, ketika mereka hampir mencapai pintu masuk kuil, sesuatu menghentikan langkah mereka.
Dari kegelapan, muncul sosok yang tidak asing bagi Seraphina—seseorang yang selama ini hanya ada dalam ingatannya yang kabur.
Seorang pria tinggi dengan jubah hitam berdiri di tengah jalan, matanya bersinar merah seperti bara api.
"Seraphina Duskbane," katanya dengan suara rendah namun menggelegar. "Akhirnya kau datang."
Seraphina membeku. "Siapa kau?"
Pria itu tersenyum tipis. "Aku seseorang yang telah lama menunggumu. Dan aku tahu semua jawaban yang kau cari."
Lucian langsung mengangkat pedangnya, tetapi Seraphina menahannya.
"Bicaralah," katanya dengan nada penuh kewaspadaan. "Apa yang kau tahu?"
Pria itu melangkah lebih dekat, dan dalam sekejap, bayangan di sekeliling mereka semakin menebal.
"Kunci Hitam bukan sekadar artefak biasa," katanya pelan. "Dan jika kau mencarinya, kau akan menemukan lebih dari sekadar kebenaran. Kau akan menemukan takdir yang telah lama dikubur."
Seraphina merasakan bulu kuduknya berdiri. Ada sesuatu dalam suara pria ini yang terasa seperti kebenaran yang tidak ingin ia dengar.
Lucian menyipitkan mata. "Dan siapa kau sebenarnya?"
Pria itu tersenyum tipis. "Seseorang dari masa lalu Seraphina. Seseorang yang seharusnya sudah mati."
Seraphina menghela napas dalam. "Jangan bermain teka-teki denganku. Katakan saja apa yang sebenarnya terjadi."
Pria itu menatapnya tajam, lalu berkata dengan satu kalimat yang mengubah segalanya.
"Kau bukan satu-satunya Duskbane yang selamat."
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲