Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia yang Terbongkar
"Nona, aku sudah mendapatkan informasi tentang suami Anda", terdengar suara berat seorang lelaki di ujung telepon.
"Katakan padaku", jawab Sindy cepat.
Setelah dua Minggu dia membayar orang untuk pergi ke negara X dan mencari tahu tentang keberadaan suaminya, akhirnya hari ini dia mengetahui rahasia besar yang selama ini sengaja dirahasiakan darinya.
"Ternyata suami Anda sudah menikah, bahkan jauh sebelum dia menikahi Anda, Nona. Di sini, dia memiliki seorang istri bernama Naraya. Aktivitas wanita itu mengelola sebuah toko pastry yang berada di pusat kota", terang Si lelaki bayaran itu.
Deg
Sindy terkejut mendengar informasi yang ia dengar.
"Jangan bercanda kamu! mana mungkin suamiku sudah beristri!", tegas Sindy tak percaya.
Si lelaki bayaran terkekeh di balik telepon.
"Nona Sindy untuk apa aku berbohong pada Anda? Anda tahu bukan rekam jejakku dalam pekerjaan ini sangat baik dan tidak ada untungnya juga bagiku jika aku sampai membohongi Anda dan tentu aku juga tidak mau rugi dari pekerjaan ini", jawab Si lelaki dengan gaya bicara yang sangat santai. Asap rokok mengepul dari bibirnya.
Sindy terdiam sejenak. Saat ini di kepalanya berseliweran kepingan momen dirinya saat menikah dengan Ezra. Dia masih mencoba mencerna semua informasi yang dia dengar dari orang bayarannya itu.
"Tidak, suamiku tidak boleh dimiliki wanita lain!", tekad Sindy dalam hati.
"Nona, hallo ...".
"Ah, ya. Aku masih di sini. Tolong lanjutkan penyelidikanmu di sana. Terus kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, terutama tentang wanita yang kamu bilang istri dari suamiku itu. Pastikan tidak ada hal kecil yang terlewat dan segera kabari aku lagi", perintah Sindy pada Si lelaki bayaran.
"Tentu, Nona", jawab Si lelaki pendek.
Sindy membanting gawainya setelah menutup telepon itu. Rasa marah membuncah lagi dalam hatinya. Dia menatap foto pernikahan dirinya dan Ezra, sungguh dia merasa kecewa karena dibohongi lelaki yang saat ini resmi menjadi suaminya.
"Kamu tega, Mas membohongi aku. Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam! kamu tidak bisa memperlakukan seorang Sindy Wiratama seperti ini!", teriak Sindy sambil membanting bingkai foto di tangannya hingga pecah.
.
.
"Hallo, Ezra. Kapan kamu kembali lagi ke sini? ingat, Sindy masih sangat membutuhkan kamu", Papa Hadinata tengah menelepon putranya.
Ezra menarik nafas dalam, dia sudah malas mendengar ocehan Sang Papa tiap kali menghubunginya. Papa Hadinata seolah hanya memikirkan Sindy saja, tidak pernah sekalipun dia menanyakan kabar dirinya atau menanyakan keadaan Raya.
"Pa, sudah jangan paksa anak kita, kasihan dia. Toh di sana pun Ezra bersama Raya, istrinya juga", sayup-sayup terdengar suara Mama Laura di telepon. Sepertinya kedua orang tua Ezra tengah berada di tempat yang sama.
Papa Hadinata sekilas melirik ke arah istrinya tanpa memberikan respon apapun.
"Ezra, Papa tidak mau tahu, secepatnya kamu harus kembali. Jangan membuat Sindy curiga. Papa tahu selama kamu pergi, kamu tidak pernah menghubungi Sindy, iya kan? keterlaluan kamu, Ezra!", tegas Papa Hadinata.
"Apa Papa sudah selesai berbicara? aku masih punya pekerjaan yang harus di urus", Ezra langsung menutup telepon itu tanpa pamit.
"Hallo, Ezra. Dasar anak tidak tahu diri!", Papa Hadinata membanting telepon karena kesal pada Ezra.
"Kenapa, Pa?", tanya Mama Laura lembut.
"Putramu itu tidak punya sopan santun. Papa belum selesai bicara dia sudah menutup teleponnya", terang Papa Hadinata berapi-api.
"Ingat ya Ma, selama Ezra berstatus suami Sindy, kamu juga harus belajar bersikap adil padanya. Jangan terlalu memikirkan Raya, Sindy juga perlu kamu pikirkan!", tegas Papa Hadinata.
Mama Laura menghela nafas berat. Dia tidak berminat merespon ucapan suaminya karena dia tahu, jika dia merespon maka yang terjadi kemudian adalah pertengkaran.
"Kenapa karena urusan utang jasa dia berubah sedrastis ini, Tuhan?", bisik Mama Laura dalam hati.
Setelah menerima telepon dari Sang Papa, Ezra menjadi tidak fokus dengan pekerjaannya. Bayang-bayang kepulangannya kembali ke negara Y seolah datang menghantui.
"****, sampai kapan aku harus seperti ini?", gumam Ezra sambil mengusap wajahnya kasar.
Tak lama terdengar suara ketukan pintu dari luar.
"Masuk", jawab Ezra.
"Hallo, suamiku sayang", wajah sumringah milik Raya menyembul dari balik pintu.
"Raya", Ezra agak terkejut dengan kedatangan istrinya ke kantor.
Selama mereka menikah, ini kali pertama Raya datang ke sana. Itupun dia lakukan setelah berpikir matang dan memberanikan diri karena Raya selalu berusaha untuk tidak mengganggu pekerjaan Sang suami.
"Boleh aku masuk, Mas?", tanya Raya yang masih berdiri di bibir pintu.
Ezra segera bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Sang istri.
"Sejak kapan istri CEO perusahaan ini dilarang masuk, hm?", tanya Ezra lembut yang dijawab dengan senyum manis Raya.
"Maaf ya, Mas, aku tidak mengabari kedatanganku ke sini. Kebetulan aku baru selesai meeting dengan klien di sekitar sini. Jadi sekalian aku datang dan membawakan makan siang buat Mas Ezra", Raya menunjukkan paper bag di tangannya.
Ezra tersenyum senang, "Ayo, masuk dulu dan kita duduk", Ezra meraih tangan istrinya dan mengajaknya ke sofa.
"Mas Ezra sedang sibuk tidak? aku takut mengganggu", Raya bertanya sambil memperhatikan seisi ruang kerja suaminya itu.
"Tidak, sayang. Aku senang kamu datang ke sini", jawab Ezra jujur dan entah kenapa hatinya merasa lebih tenteram di samping Raya.
"Sebentar ya, aku mau minta OB mengantarkan minuman ke sini. Kamu mau minum apa, sayang?", Ezra hendak bersiap berdiri dari tempat duduknya.
"Tidak usah, Mas. Aku bawa makanan ini sudah lengkap dengan minumannya. Kalau Mas Ezra sudah lapar, ayo kita makan bersama", jawab Raya semangat.
Ezra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Sementara Raya mulai mengeluarkan makanan dan minuman yang dia bawa.
"Aku mau disuapi", ucap Ezra merajuk dengan menunjukkan wajah imutnya.
Raya tersenyum dan tanpa ragu mulai menyuapkan makanan ke mulut suaminya itu.
"Enak gak, Mas?".
"Enak. Aku suka, sayang".
Lagi, senyum manis terbit di wajah Raya. Selama mereka menikmati makan siang, baik Raya maupun Ezra saling bertukar cerita. Sesekali mereka tertawa bersama.
"Semoga kebersamaan kita selamanya akan tetap seperti ini", ujar Ezra sungguh-sungguh setelah ia dan Raya menghabiskan seluruh makanan di meja.
"Aamiin", jawab Raya pendek.
"Sayang, maafkan aku karena aku belum bisa menjadi suami yang baik untuk kamu", tetiba saja rasa bersalah menyeruak di hati Ezra mengingat dirinya yang sudah menikahi wanita lain di belakang Raya.
"Padahal Tuhan sudah memberiku istri sebaik dan sesempurna kamu", salah satu tangan Ezra menangkap pipi Raya yang duduk di sampingnya.
Raya tersenyum tipis, "Kenapa Mas bicara seperti itu? buatku, Mas Ezra adalah suami yang baik. Mas selalu perhatian dan sayang sama aku dan itu sudah lebih dari cukup", jawab Raya tulus.
Ada ketenangan yang tidak bisa Ezra gambarkan setiap kali dia mendengar istrinya berbicara. Wanita berjilbab itu tampak tulus dan jujur dengan perasaannya.
"Aku harap jika suatu saat terjadi hal buruk dalam pernikahan kita, kamu tidak pernah meninggalkanku, sayang", Ezra langsung menarik Raya dalam pelukannya.
Meski Raya merasa aneh dengan semua ucapan suaminya, tapi dia tetap berbaik sangka pada Sang suami. Raya paham tidak mudah bagi mereka untuk membina rumah tangga yang kadang harus terpisahkan karena jarak dan ruang.
"Aku akan selalu bersamamu, Mas", bisik Raya berjanji.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban