Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.
Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.
Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bangunan di Balik Jalan Ular
Scene: Jalan Luar Berkelok – Area Depan Sekolah
Setelah melewati gerbang yang penuh dengan antrian, suasana di dalam sekolah terasa jauh lebih nyaman, sejuk, dan asri.
Akbar melihat dunia yang tampak sangat berbeda dari kebisingan dan kemacetan di ibukota.
Pohon-pohon rimbun berjajar rapi, menciptakan nuansa tenang seolah semuanya terawat dengan baik. Dia merasa seolah sedang berjalan di tengah hutan, dikelilingi oleh rumput-rumput yang hijau dan lebat.
Jalan lintas mobil tampak berkelok-kelok seperti ular, dan sesekali, Akbar melihat patung-patung besar yang berdiri kokoh sebagai simbol kekuasaan dan prestise.
Pemandangan itu memukau, dan dia tidak bisa menahan diri untuk membuka jendela mobil, membiarkan angin sepoi-sepoi masuk, membawa aroma segar yang menenangkan.
Sekarang, setelah meninggalkan keramaian di gerbang, hanya beberapa mobil mewah yang lewat.
Akbar teringat betapa sulitnya mengukur luas area ini. “Kalau berjalan kaki dari gerbang sekolah, pasti akan memakan waktu lama untuk sampai ke bangunan utama,” pikirnya, bingung dengan ukuran tempat ini. “Sebenarnya, berapa luas sekolah ini?”
Pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya. Dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya tentang semua yang ada di sini—fasilitas, bangunan, dan aktivitas yang terjadi di dalamnya.
Dengan semangat yang membara, Akbar merasa bertekad untuk mengeksplorasi setiap sudut sekolah ini dan menemukan semua rahasianya.
Akbar mulai merapikan kembali rambutnya, memanfaatkan pengalaman dari kehidupan lamanya tentang kecantikan dan keindahan.
Dia tahu betapa pentingnya penampilan di lingkungan baru ini, terutama dalam tubuh Niko yang sudah dikenal banyak orang.
Dengan percaya diri, dia mengambil Pomade dari tas dan mulai mengoleskannya pada rambut, membentuk gaya yang rapi dan stylish.
Setelah itu, dia menggunakan semprotan penyegar muka (sunscreen) untuk memberikan sentuhan akhir. Sensasi dingin yang menyegarkan membuatnya merasa lebih segar dan siap menghadapi hari.
Dengan setiap langkah, Akbar merasakan energi positif mengalir ke dalam dirinya, seolah-olah semua persiapan ini membantunya lebih percaya diri.
“Siapa yang tidak mau tampil maksimal?” pikirnya, tersenyum pada pantulan dirinya di kaca spion.
Dia bisa merasakan bahwa penampilannya bisa menarik perhatian, termasuk dari Maya.
Semua usaha ini bukan hanya untuk menunjukkan penampilan fisik, tetapi juga untuk menciptakan citra diri yang kuat dan menarik.
Dengan rambut yang tertata rapi dan wajah yang segar, Akbar merasa siap menghadapi tantangan yang ada di depan.
Dia tahu bahwa hari ini adalah kesempatan emas untuk mengeksplorasi kehidupan Niko dan mendapatkan semua yang diinginkannya.
...****************...
Mang Toing tampak serius dan fokus, tidak mau mengganggu aktivitas tuannya. Akbar, yang merasa suasana agak kaku, berusaha mencairkannya.
“Eh, Mang! Diem aja dari tadi, sih. Gimana kabar, Mang?” tanya Akbar dengan nada ceria, berharap bisa menggugah semangat Mang Toing.
Mang Toing sedikit melirik ke arah Akbar, tetapi tetap mempertahankan ekspresi wajahnya yang tenang. “Alhamdulillah, baik, Den. Hanya menunggu perintah saja,” jawabnya singkat.
Akbar tertawa kecil, “Masa sih, Mang? Coba sedikit lebih santai. kita harus menikmati momen ini!”
Mendengar itu, Mang Toing akhirnya tersenyum tipis. “Baik, Den. Semoga hari ini berjalan lancar. Saya yakin Anda akan baik-baik saja,” katanya, meski nada suaranya tetap formal.
“Yakin banget, Mang! Dengan penampilan keren ini, aku pasti bisa bikin semua orang terkesan!” balas Akbar penuh semangat.
Dia berharap bisa membuat Mang Toing lebih rileks dan berbicara lebih banyak, menjadikan perjalanan ini lebih menyenangkan.
Scene: Halaman Sekolah
Setelah berjalan sekitar tujuh menit, akhirnya mereka sampai di bangunan utama. Mang Toing segera memarkir mobil di depan sekolah, menepikan sedan putih dengan cekatan.
Begitu mobil berhenti, ia cepat-cepat keluar dan membuka pintu mobil bagian belakang untuk Akbar.
“Silakan, Den,” katanya dengan nada sopan, memberikan isyarat agar Akbar keluar.
Akbar melangkah keluar, merasakan udara segar yang mengelilinginya. Pandangannya tertuju pada bangunan megah di depannya, dengan detail arsitektur yang menakjubkan.
Dia merasa bersemangat sekaligus sedikit tegang, siap menghadapi dunia baru yang terbuka di depannya.
“Terima kasih, Mang!” ucap Akbar sambil melangkah keluar. Dia mengambil napas dalam-dalam, merasakan semangat dan harapan menyelimuti hatinya. Hari ini adalah hari yang penuh potensi, dan dia tidak sabar untuk menjelajahi setiap sudut sekolah yang luar biasa ini.
Mang Toing: “Ayo, Den. Masuk, jangan sampai telat sepertinya kita masih keburu!”
Akbar mengangguk, mengambil tasnya, Dia menarik napas dalam-dalam, menyiapkan diri untuk hari yang baru dan tantangan yang akan dihadapinya.