Hanya karena ingin membalas budi kepada Abram, lelaki yang telah menolongnya, Gisela memaksa menjadi istri lelaki itu meskipun ia harus mendapat perlakuan kasar dari Abram maupun mertuanya. Ia tetap bersabar.
Waktu terus berlalu, Gisela mengembuskan napas lega saat Abram mengajak tinggal di rumah berbeda dengan mertuanya. Gisela pikir kehidupan mereka akan lebih baik lagi. Namun, ternyata salah. Bak keluar dari kandang macan dan masuk ke kandang singa, Gisela justru harus tinggal seatap dengan kekasih suaminya. Yang membuat Gisela makin terluka adalah Abram yang justru tidur sekamar dengan sang kekasih, bukan dengannya.
Akankah Gisela akan tetap bertahan demi kata balas budi? Atau dia akan menyerah dan lebih memilih pergi? Apalagi ada sosok Dirga, masa lalu Gisela, yang selalu menjaga wanita itu meskipun secara diam-diam.
Simak kisahnya di sini 🤗 jangan lupa selalu dukung karya Othor Kalem Fenomenal ini 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMM 23
"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Gisela ketus. Untuk saat ini, ia sangat tidak mengharapkan keberadaan lelaki itu karena yang diinginkannya hanyalah kesendirian.
Namun, dengan santai Dirga justru menjatuhkan bokongnya tepat di kursi yang tadi diduduki oleh Abram. Tatapan lelaki itu begitu lekat menyapu seluruh wajah wanita di depannya. Ada rasa tidak tega dan bahagia yang dirasakan oleh lelaki itu.
Dirga merasa tidak tega saat melihat kenyataan bahwa selama ini Gisela tidak bahagia dengan pernikahannya. Wanita itu bukan hanya disiksa secara batin, tetapi juga secara fisik. Namun, di sisi lain Dirga merasa sedikit bahagia karena setidaknya lelaki itu memiliki kesempatan untuk merebut kembali hati Gisela. Ketika semua urusan Gisela dan Abram sudah selesai maka ia akan berusaha untuk mengejar cinta Gisela lagi.
"Aku akan menemanimu di sini. Barangkali kamu butuh bahu untuk bersandar maka aku akan memberikan bantuan dengan ikhlas." Dirga menepuk bahunya disertai senyuman tipis.
"Aku tidak butuh." Gisela bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Dirga begitu saja. Ia sangat ingin menghindari lelaki tersebut. Akan tetapi, Gisela berkali-kali mendengkus kasar saat mendengar teriakan Dirga juga lelaki itu yang sedang menyusul langkahnya. Gisela berusaha untuk tidak mendengar, tetapi langkahnya harus terhenti secara tiba-tiba saat lelaki itu sudah mencekal tangannya sangat kuat.
"Lepaskan aku!" Gisela berusaha melepaskan cekalan tangan tersebut sekuat tenaga. Dirga awalnya merasa enggan. Namun, saat melihat sorot mata Gisela yang sangat menajam, lelaki itu pun terpaksa melepaskannya. "Jangan pernah dekati aku. Kita hanyalah sebatas masa lalu dan aku tidak ingin mengulangnya lagi."
Langkah Gisela begitu tegas meninggalkan Dirga yang hanya terpaku di tempatnya. Lelaki itu pun menatap bayangan Gisela yang perlahan menjauh lalu mendes*h kasar setelahnya.
"Aku tidak akan berhenti mengejar cintamu karena perasaanku sampai sejauh ini masih menjadi milikmu, Gis. Aku benar-benar tidak bisa menghapusnya apalagi membuka hatiku untuk wanita lain. Hanya kamu, Gis. Hanya ada Gisela Thania Ayudia." Dirga mengusap dada sebelum akhirnya memilih kembali ke kafe karena ia sudah terlalu lama meninggalkan seseorang di dalam sana.
***
"Mas, apa kamu jadi bercerai dengan wanita itu?" Pertanyaan Stevani berhasil membuat Abram menghentikan suapannya. Bahkan, dengan kasar ia menaruh sendok hingga terdengar bunyi dentingan yang begitu keras. Stevani sampai terjengkit karena terkejut saat mendengarnya.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Membuat selera makanku menghilang." Abram tampak kesal. Ia sudah berusaha untuk tidak mengingat Gisela, tetapi Stevani justru membuat moodnya mendadak buruk.
"Aku hanya bertanya saja, Mas. Kalau memang kalian jadi bercerai, itu artinya setelah ini aku akan menjadi istri sahmu dan satu-satunya tentunya." Stevani tampak semringah. Ia bahkan sampai tidak menyadari wajah Abram yang sudah tidak bersahabat.
"Aku tidak ingin membicarakan hal itu." Abram hendak bangkit dan pergi. Namun, Stevani segera menahan lengan lelaki itu. Tatapannya seolah meminta Abram agar duduk kembali. Dengan hati sedikit kesal, Abram pun kembali duduk di tempat semula.
"Mas, sudah cukup kita bersabar selama empat tahun. Aku tidak mau hubungan kita selalu diam-diam seperti ini. Aku pun butuh pengakuan apalagi ada benihmu yang tumbuh di rahimku," ucap Stevani. Ia ragu saat akan membicarakan hal sensitif dan selalu menjadi sumber perdebatan mereka selama ini.
"Aku akan menikahimu secara agama, tapi tidak secara negara," kata Abram. Ia sengaja menghindar dari Stevani saat wanita itu sudah menatapnya lekat.
"Kenapa begitu, Mas? Mama kamu tidak menyetujui hubunganmu dengan Gisela, tapi kalian bisa menikah secara resmi. Tapi, kenapa denganku kamu justru bersikap seperti itu? Kamu tidak adil!" Stevani menggebrak meja untuk meluapkan amarahnya.