Arvania tidak menyangka jika pernikahan yang ia impikan selama ini menjadi pernikahan yang penuh dengan air mata.
Siksaan demi siksaan ia terima dari suaminya. Namun bodohnya Vania yang selalu bertahan dengan pernikahan ini.
Hingga suatu hari Vania tidak mampu lagi untuk bertahan, ia memilih untuk pergi meninggalkan Gavin.
Lalu bagaimana dengan Gavin yang telah menyadari perasaan cintanya untuk Vania setelah kepergiannya?
Akankah Gavin menemukan Vania dan hidup bahagia?
Ataukah Gavin akan berakhir dengan penyesalannya?
Ikuti kisahnya di
Pada Akhirnya Aku Menyerah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEJUTAN DI RUMAH
Setelah satu minggu di rawat di rumah sakit, hari ini Vania di perbolehkan pulang ke rumah. Kondisinya sudah mulai membaik, ia sudah bisa berjalan sendiri dan menggendong babbynya walau hanya sebentar saja.
Rangga dan bibi Tuti menjemput Vania di ruangannya.
" Vania... Maaf, kalau kamu pulang bersama kami, Gavin tidak bisa ikut! Kamu tahu kan kalau orang orang tahunya kamu... " Bibi Tuti menjeda ucapannya.
" Mas Gavin akan kembali ke kota Bi." Sahut Vania
Gavin langsung menatap Vania.
" Aku akan kembali ke kota hanya bersamamu dan Gava, kalau kau tidak mau ikut bersamaku maka aku akan ikut denganmu. Aku tidak peduli apa kata orang orang di sana, justru aku akan memberitahu mereka semua kalau aku suamimu." Sahut Gavin.
" Jangan berani membuat gaduh di daerah orang Mas, kalau tidak ada bibi Tuti dan Mas Rangga mungkin aku sudah tiada. Tolong tinggalkan kami Mas! Kami sudah bahagia hidup tanpamu."
Deg...
Ucapan Vania membuat hati Gavin mencelos. Entah harus dengan cara apalagi ia bisa membujuk Vania. Cara halus sudah, dengan ancaman juga sudah namun keputusan Vania masih tetap sama. Ia tidak mau kembali pada Gavin.
" Aku akan mengijinkan kamu menemui putra kita, tapi jangan paksa aku untuk kembali bersamamu Mas. Aku mohon! Sampai kapan pun aku tidak mau kembali padamu, bersikaplah acuh seperti selama ini." Vania mengatupkan kedua tangannya di depannya.
" Kau sangat keras kepala sayang, aku sudah berusaha membuktikan cinta dan ketulusanku selama satu minggu ini tapi kau tidak mau mengubah keputusanmu. Aku benar benar menyesal, aku ingin memperbaiki hubungan kita dengan penuh cinta dan kebahagiaan, tapi kenapa kau tidak mau mengerti juga." Ucap Gavin menghela nafasnya pelan.
" Tapi baiklah! Kalau kau tidak mau pulang bersamaku maka aku akan membawa Gava bersamaku sekarang juga. Kau juga harus mengembalikan semua biaya rumah sakit ini!"
" Apa?" Pekik Vania tidak percaya.
Vania menatap bibi Tuti dan Rangga bergantian. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Gavin benar benar menyebalkan menurutnya.
" Kenapa kau melakukan ininpada Vania, Gavin?" Bibi Tuti menatap Gavin.
" Aku melakukan apa yang harus aku lakukan Bi, Vania istriku dan Gava putraku. Aku tidak mau kehilangan mereka, aku tidak mau mereka hidup tanpa kasih sayang dariku. Aku menyayangi mereka berdua Bi.Tapi sepertinya Vania tidak mau mendengarkan aku." Sahut Gavin.
" Aku berjanji pada Bibi dan Rangga, aku tidak akan menjaga Vania dan Gava dengan baik, kalau sampai aku menyia-nyiakan Vania lagi, maka kalian berhak membawa Vania dan putraku kembali." Sambung Gavin.
Bibi Tuti menatap Vania. Vania menganggukkan kepalanya.
" Baik Mas aku ikut bersamamu, tapi jangan pernah berharap rasa ini akan sama dengan yang dulu, aku bukan Vania yang dulu yang selalu sabar menghadapi sikapmu, yang selalu mencintaimu, yang selalu menerima apapun perlakuanmu padaku. Jika kau ingin hidup bersamaku maka kau harus menerima aku yang sekarang tanpa mengeluh sedikit pun." Ucap Vania.
" Aku menerima sayang, aku berjanji tidak akan mengeluh dan aku berjanji akan mengembalikan Vania yang dulu dalam dirimu." Sahut Gavin.
" Terserah kau saja Mas." Sahut Vania.
Setelah berpamitan pada bibi Tuti dan Rangga, Gavin menuntun Vania ke taksi yang akan membawanya ke bandara. Gavin menyewa jet pribadi untuk sampai ke Jakarta.
Siang hari Vania dan Gavin sampai di kediamannya. Taksi berhenti di depan pintu rumah Gavin.
Sandia menyambutnya di depan rumah.
" Kak Vania." Pekik Sandia.
" Jangan peluk kakakmu! Perutnya masih sakit." Ujar Gavin.
" Ah iya Kak maaf." Ucap Sandia.
" Gendong keponakanmu! Kakak mau menggendong kakak iparmu." Ujar Gavin.
Sandia menatap babby tampan yang di gendong Gavin.
" Tampannya keponakanku." Ucap Sandia kagum mengambil alih Gava dari gendongan Gavin.
" Siapa namanya Kak?" Tanya Sandia menciumi pipi Gava.
" Gava." Sahut Gavin.
" Babby Gava.. Ini Aunti sayang.. Yuk kita masuk." Sandia masuk ke dalam.
Gavin menggendong Vania ala bridal stule menuju kamarnya. Ia merebahkan tubuh Vania di atas ranjang.
Vania memperhatikan kamar yang sudah lama di tinggalkannya. Ternyata susunannya sudah berbeda. Gavin bahkan mengganti warna catnya supaya Vania bisa melupakan hal pahit yang pernah ia alami.
" Istirahatlah sayang! Makan siang akan segera di kirim." Gabin mengelus kepala Vania namun Vania segera menghindarinya.
Gavin duduk di sofa menatap Sandia yang menggendong babby Gava.
Tok tok...
Nyonya Rindu menghampiri Vania dengan nampan makanan di tangannya. Vania membulatkan matanya menatap mama mertuanya.
" Mama." Pekik Vania.
Nyonya Rindu tersenyum ke arahnya.
" Kejutan untukmu sayang." Ucap nyonya Rindu meletakkan nampannya di atas nakas.
Keduanya seling berpelukan.
" Mama... Aku kangen banget sama Mama, aku nggak menyangka kalau Mama udah sembuh." Ucap Vania.
" Mama sembuh karenamu sayang, Mama juga kangen banget sama kamu." Nyonya Rindu mengelus punggung Vania.
" Selamat datang kembali sayang, Mama berharap kita bisa berkumpul menjadi keluarga yang utuh selamanya." Ujar nyonya Rindu.
Vania menatap Gavin lalu kembali menatap mertuanya.
" Doakan saja Ma, doakan supaya aku betah tinggal di sini." Ujar Vania.
" Tentu sayang, Mama ucapkan terima kasih atas pengorbananmu selama ini." Ujar nyonya Rindu.
" Pengorbanan apa Ma?" Tanya Vania mengerutkan keningnya.
" Mama tahu kalau kau yang telah menyelamatkan Mama dengan mendonorkan ginjalmu sayang." Ucap nyonya Rindu.
Vania kembali menatap Gavin. Ada sedikit rasa kecewa di hatinya. Ternyata Gavin baik padanya karena sudah tahu semuanya.
" Apapun akan aku lakukan untuk keluargaku Ma, meskipun aku harus nyawa sebagai taruhannya." Sahut Vania.
" Terima kasih sayang, kamu memang wanita yang sangat baik, kamu wanita yang sangat tepat mendampingi hidup Gavin, Mama sangat bahagia kamu mau kembali ke rumah ini sayang." Ujar nyonya Rindu.
" Aku juga bahagia bisa bertemu dengan Mama, bagaimana kondisi Mama? Apa Mama sudah benar benar sehat?" Tanya Vania.
" Mama sangat sehat sayang, setelah operasi Mama sudah tidak sakit lagi dan semua ini berkat malaikat berwajah cantik sepertimu." Nyonya Rindu mengelus pipi Vania.
" Mama bisa aja, semua itu karena Allah Ma. Aku hanya di jadikan perantara saja." Sahut Vania tersenyum.
Gavin menatap keduanya dengan penuh haru. Ia sangat berharap Vania mau memaafkannya dan menerimanya sebagai suaminya lagi.
" Sayang sekarang waktunya makan, aku akan menyuapimu." Gavin mengambil makanannya.
Nyonya Rindu menghampiri Sandia yang masih menggendong Gava.
" Aku bisa makan sendiri Mas, tidak perlu di suapi." Ucap Vania dingin.
" Aku pengin menyuapimu sayang, biarkan aku jadi suami yang baik." Ujar Gavin.
" Kalau begitu aku tidak mau makan." Sahut Vania.
Gavin menghela nafasnya pelan.
" Baiklah sayang kamu makan sendiri saja." Gavin memberikan piring berisi makanan kepada Vania.
Hatinya terasa sakit mendapatkan penolakan dari Vania namun ia harus bisa menahannya karena ia sudah berjanji tidak akan mengeluh.
Itu baru permulaan Gavin...
Jangan lupa like koment vote dan 🌹nya
Terima kasih untuk kalian yang sudah mensuport author semoga sehat selalu..
Miss U All....
TBC...
maaf aku skip aja soalnya menurutku balasan Vania ke gavin gak sebanding sama siksaan Gavin ke Vania soalnya Vania sudah sakit fisik dan mental kalau orang normal paling sudah gila berhubung ini novel ya maha ciptaan author
tapi q coba mau mampir cerita author yang lain
Semoga sukses trus buat author jangan liat yang comen yang buruk buruk" tetep semangat bikin cerita buat para penggemar authornya semangattt /Pray//Pray//Pray/