MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Enam tahun hidup sebagai istri yang disia-siakan, cukup sudah. Saatnya bercerai!
Zetta menghabiskan waktu yang tak sebentar untuk mengabdikan dirinya pada Keenan Pieters, lelaki yang menikahinya, tapi tak sekalipun menganggapnya sebagai seorang istri.
Tak peduli Zetta sampai menjadi seperti seorang pelayan di keluarga Keenan, semua itu tak juga membuat hati Keenan luluh terhadap Zetta. Sampai pada akhirnya, Zetta pun memutuskan untuk menyudahi perjuangan cinta sepihaknya tersebut.
Namun, saat keduanya resmi bercerai, Keenan malah merasakan jika ada sesuatu yang hilang dari dalam hidupnya. Lelaki itu tanpa sadar tak bisa lepas dari setiap kenangan yang Zetta tinggalkan, di saat sang mantan istri justru bertekad membuang semua rasa yang tersisa untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Sekembalinya Zetta ke rumahnya, moodnya seketika menjadi buruk. Perasaan hampa dan kosong langsung menyergap sudut hatinya. Senyum yang beberapa menit yang lalu masih bisa dia berikan pada Theo saat lelaki itu mengantarnya pulang, kini lenyap berganti dengan raut wajah dingin tanpa ekspresi.
Zetta terpuruk. Dia tidak sedang baik-baik saja. Sejuta luka kini tengah memenuhi hatinya dan berusaha dia tahan seorang diri tanpa berniat membaginya dengan orang lain. Bukan karena Zetta ingin sok hebat dan terlihat kuat di hadapan orang lain, melainkan karena dia malu jika mesti menyusahkan orang lain atas rasa sakit yang diakibatkan oleh pilihannya sendiri.
Di masa lalu, Zetta sendiri yang dengan bodohnya memaksa Keenan menikahinya hingga dirinya mesti menjalani kehidupan pernikahan yang penuh luka selama enam tahun lamanya. Lalu jika sekarang dia masih harus menanggung luka itu, tentu saja itu murni karena kesalahannya sendiri. Dia tak mau membaginya dengan orang lain, apalagi pada orang-orang yang telah amat sangat baik padanya seperti Theo, sahabatnya.
Cukup sudah bantuan Theo selama ini, dia tak mau semakin membebani sahabatnya itu dengan rasa sakitnya juga. Tak memperlihatkan luka yang sedang dia rasakan adalah hal paling tepat yang harus dirinya lakukan. Jika tak bisa membagi kebahagiaan pada orang-orang yang peduli padanya, setidaknya cukup dengan tidak membuat mereka merasa khawatir.
Namun, berpura-pura terlihat baik-baik saja bisa dengan mudah Zetta lakukan jika sedang berada di dekat Theo dan Alex. Jika sedang sendirian seperti ini, rasa sesak di dadanya kembali terasa lagi. Bayangan saat dia melihat betapa lembutnya Keenan memperlakukan Helia saat acara pertunangan mereka tadi kembali memenuhi kepalanya. Zetta tak ingin terlalu menghiraukannya, tapi kenyataannya hatinya benar-benar terluka dalam karena hal itu.
"Lupakan semuanya, Zetta. Jangan ingat-ingat dia lagi. Sekarang dia hanya masa lalumu. Dia hanya bagian dari cerita suram yang sudah kamu tutup dan harus segera kamu lupakan. Jangan menjadi lemah dan cengeng, karena itu hanya akan membuat orang yang menginginkan hidupmu menderita merasa senang." Zetta berbicara pada dirinya sendiri setelah sebelumnya sempat menghela nafas panjang.
Perempuan itu kemudian melangkah masuk ke ruang tengah rumahnya. Di sana terdapat sebuah bar peninggalan mendiang papanya. Dulu, saat sedang banyak masalah, papanya akan duduk di bar tersebut sambil mengkonsumsi minuman beralkohol hingga tak sadarkan diri. Saat itu, biasanya Zetta akan merasa sangat tidak senang atas apa yang dilakukan oleh sang papa. Dia pikir, membuat diri sendiri mabuk bukanlah hal yang seharusnya dilakukan jika sedang menghadapi sebuah masalah karena itu tidak akan membantu menyelesaikan masalah, malah berujung dengan semakin membuat runyam masalah itu sendiri.
Tapi entah kenapa, sekarang Zetta justru sangat ingin melakukan apa yang dulu mendiang papanya lakukan. Dia pergi ke dapur dan mengambil beberapa botol bir kaleng dari dalam lemari es, lalu membawanya ke bar. Dia duduk di sana dan membuka salah satu dari kaleng-kaleng minuman tersebut, lalu menenggak isinya.
Zetta mengernyit. Rasanya dingin dan agak pahit. Dia tak menikmati minuman beralkohol tersebut, tapi terus menyesapnya tanpa henti hingga habis. Tak cukup hanya satu kaleng saja, perempuan itu kembali membuka kaleng selanjutnya dan menenggaknya kembali sampai habis juga. Begitu seterusnya sampai semua kaleng bir yang dibawanya tadi habis.
Zetta tak ingat kapan dia tertidur di meja bar. Dia terjaga di pagi hari saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Mau tak mau Zetta pun membuka matanya dan mencari benda tersebut. Dapat dia rasakan kepalanya yang berdenyut karena pengaruh minuman beralkohol yang dia konsumsi semalam.
"Argghh ...." Zetta meringis sambil memegangi kepalanya dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya meraih tas tangan miliknya tempat dia menaruh ponsel.
Zetta mengeluarkan ponsel tersebut dan memeriksa siapa yang menghubunginya. Ternyata panggilan itu dari Arshi, sekretarisnya.
Sebelumnya Arshi adalah sekretaris Theo yang paling kompeten dan paling lelaki itu percaya. Tapi saat Zetta mulai masuk ke perusahaan, Theo memberikan sekeretarisnya itu pada Zetta karena merasa jika Zetta jauh lebih membutuhkan Arshi ketimbang dirinya, sehingga sekarang Arshi berpindah tugas menjadi sekretaris yang membantu pekerjaan Zetta.
"Halo." Zetta menjawab panggilan Arshi dengan suara yang masih terdengar berat dan parau.
"Bu Zetta, Ibu sekarang sedang berada di mana?" tanya Arshi.
"Aku masih di rumah, kenapa?" Zetta balik bertanya.
"Sepertinya Bu Zetta harus segera pergi ke kantor sekarang. Ada masalah yang harus segera bu selesaikan terkait dokumen kontrak." Arshi memberitahu.
"Bukannya semuanya sudah diselesaikan?" tanya Zetta sambil agak mengerutkan keningnya.
"Ada beberapa perubahan mendadak, Bu," sahut Arshi.
Zetta terdiam sejenak dengan kening yang semakin berkerut, kemudian menghela nafasnya dalam.
"Baiklah, aku akan segera ke sana," ujarnya sambil menegakkan punggung.
Meski kepalanya masih terasa sangat berdenyut-denyut, Zetta pun bangkit dari kursi bar tempatnya tertidur setelah minum-minum semalam. Penampilannya sangat berantakan, lengkap dengan wajah kuyu dan rambut acak-acakan. Segera dia pergi ke kamarnya dan mandi secepat kilat. Setelah itu, Zetta berpakaian dan memoles sedikit wajahnya dengan make up tipis agar terlihat lebih segar. Barulah kemudian dia berangkat menuju kantor.
Di kantor, Arshi langsung menyambut kedatangan Zetta dan menjabarkan permasalahan yang saat ini tengah mereka hadapi. Calon rekan bisnis mereka tiba-tiba saja tak menyetujui beberapa poin dari kontrak yang akan ditandatangani sehingga mesti diselesaikan segera agar tak menimbulkan kerugian.
"Hampir bisa dipastikan kita akan menanggung kerugian, Bu. Tapi jika semuanya bisa terselesaikan dengan cepat, mungkin kerugiannya tidak akan terlalu besar," ujar Arshi memberi tahu.
Zetta menghela nafasnya sembari memeriksa berkas laporan yang Arshi berikan. Dia langsung menghubungi Theo untuk meminta bantuan, tapi sahabatnya itu saat ini juga sedang sibuk dengan urusan di perusahaannya, sehingga tak bisa membantu Zetta saat ini.
Zetta tertegun selama beberapa saat, berusaha memikirkan jalan keluar apa yang mesti dia ambil.
"Baiklah, tidak perlu menunggu bantuan Theo. Kita selesaikan masalah ini sendiri," ujar Zetta kemudian pada Arshi.
Arshi mengangguk mengiyakan sambil tersenyum ke arah Zetta.
"Jangan menyerah, Bu Zetta. Saya percaya pada kemampuan Ibu. Itulah kenapa saya bersedia saat Pak Theo meminta saya bekerja pada Bu Zetta," ujar Arshi memberi semangat.
Berganti Zetta yang menganggukkan kepalanya. "Terima kasih atas kepercayaanmu. Sekarang tolong bawa semua dokumen tentang kontrak yang sebelumnya sudah disetujui. Aku mau memeriksa bagian yang dikomplain oleh calon rekan bisnis kita."
Arshi mengiyakan dan langsung membawakan apa yang Zetta minta.
"Ini, Bu," ujarnya sambil meletakkan beberapa dokumen di meja kerja Zetta.
Zetta segera membaca kembali dokumen-dokumen tersebut dan mempelajari poin-poin mendadak dipermasalahkan. Tapi kemudian, suara pesan masuk di ponselnya menginterupsi yang sedang dia kerjakan.
Zetta memeriksa layar ponselnya dan mendapati Alex yang mengirim pesan.
'Kak Zetta, aku harus pergi ke beberapa negara Eropa selama beberapa hari untuk urusan bisnis. Tadi sebelum berangkat, aku mentransfer uang ke rekening Kakak, tolong diterima. Jumlahnya mungkin tak terlalu banyak, tapi aku harap bisa membantu Kakak mengatasi masalah yang saat ini sedang Kakak alami di perusahaan.'
Zetta tertegun selama beberapa saat setelah membaca pesan dari pemuda itu. Kemudian dia memeriksa apakah ada notifikasi dari mobile bankingnya. Ternyata memang ada pemberitahuan penambahan saldo, dan jumlahnya sangat tidak sesuai dengan deskripsi Alex dalam pesannya tadi. Nominal dana tersebut tak bisa dikatakan tak terlalu banyak karena bisa dengan mudah menyelesaikan permasahan Zetta.