NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:273
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Aku menoleh kebelakang, Azam masih berdiri di tempatnya tadi. Dia juga memandang ke arahku.

"Neng ada tamu."

Aku tergagap dan membalikan badan. Mba Sinta mengagetkan aku.

"Siapa Mba?"tanyaku pada Mba Sinta ketika kami jalan beriringan menuju ruang guru.

"Dia kakaknya salah satu santriwati disini, juga teman Neng Alisha."

"Apa itu Kak Adam?"

"Nah ini Alisha.. sini Nak, duduk!" ucap Ayah saat aku baru masuk ke ruang guru.

Lelaki berbaju navy itu benar Kak Adam. Dia benar. Dia beneran datang ke pesantren. Aku duduk di samping Ayah. Di samping Kak Adam duduk anak perempuan tiga tahunan. Ah itu pasti anaknya, Sila.

"Maaf nunggu lama, Kak!" ucapku setelah lama membisu.

"Nggak kok, Alisha! Ini juga nunggu adik aku,"balas Kak Adam.

"Itu namanya tante Alisha Alfatunnisa... Sila salim dulu ya!" ucap Kak Adam pada anak perempuannya. Wajah Sila menawan hatiku, mata sipitnya persis punya Kak Adam. Sila berjalan ke arahku, dan memeluk erat aku. Membuat aku terpaku. Beginikah rasanya di peluk anak kecil?

"Tante cantik, sama kaya di foto!" ucap Sila saat mendongakan kepala menatap setiap jengkal wajahku. Aku melirik Kak Adam, menyampaikan pertanyaanku lewat mata. Kak Adam hanya tersenyum tipis.

"Jadi ini yang namanya Adam, teman kamu nulis dulu, Nak?" tanya Ayah membuat aku mengalihkan tatapan mataku.

"Iya, Yah. Ini kak Adam baru balik ke Indonesia tiga hari yang lalu,"jelasku.

"Kamu saja baru balik ke sini juga tiga hari, Alisha!" balas Ayah.

Ayah dan Kak Adam terlibat obrolan hangat. Mba Sinta datang membawa teh yang masih mengepulkan uap panas.

"Jadi begini, Pak Kyai. Selain menjenguk adik saya, saya juga ada niat lain lagi,"ucap Kak Adam yang membuat aku menghentikan detak jantung. Aku melirik Kak Adam, senyum tipis menghiasi wajahnya. Sedang Sila dia terlelap di pangkuanku.

"Jangan panggil pak Kyai, Ayah saja, nak Adam!" ujar Ayah.

"Iya Pak eh Ayah. Saya ingin mengajak Alisha untuk me.."

Bruk, suara gaduh di depan pintu masuk menghentikan ucapan Kak Adam. Semua tertuju ke arah pintu. Azam dan Kang Herman mereka terjatuh di dekat pintu. Apa Azam menguping?

Tak sanggupku memikirnya lagi, separuh hatiku telah pergi. Bayanganmu selalu menghantui, menyesakkan dada. Terbayang saat bersama, menciptakan melodi yang indah dalam irama kebersamaan. Namun, kini tak ada lagi yang tersisa selain rindu yang menggelora. Karena aku dan kamu tak bisa bersama bagai syair lagu yang tak berirama.

Pikiranku kacau ketika melihat Azam juga Kang Herman terjatuh di dekat pintu. Satu pertanyaan yang terus berputar. Apa Azam menguping atau memang tak sengaja terjatuh di situ?

"Kenapa, Gus?" tanya Ayah pada Azam yang telah berdiri, belanjaan yang di bawa Kang Herman berserakan di lantai.

"Nggak apa, Yah! Ini tadi mau balik badan kaget Kang Herman tiba-tiba datang dari belakang,"ujar Azam.

"Maaf Pa Kyai, saya yang ngagetin Gus Azam!" tambah Kang Herman.

"Hati-hati Kang! Tolong beresin ya! Sekalian bawa ke dapur!" titah Ayah pada Kang Herman.

"Iya, Pak Kyai!" jawab Kang Herman.

"Gus.. Mau kemana? Sini temani Ayah!" ujar Ayah saat tahu Azam hendak berlalu keluar. Lelaki berkoko putih itu berhenti melangkahkan kakinya. Entah aku tak bisa mentafsirkan mimik wajahnya. Dengan ragu Azam berjalan menuju ruang utama di mana aku, Kak Adam juga Ayah duduk.

"Azam... Lama nggak jumpa masih tetap awet muda saja!" ucap Kak Adam ketika Azam sudah duduk di dekat kami. Kak Adam berdiri memeluk Azam. Kak Adam dan Azam cukup akrab saat kuliah, dari cerita Azam mereka telah sahabatan sejak SMA. Aku hanya diam melihat dua sahabat itu bernostalgia.

"Baik... Kok nggak kasih kabar udah di Indonesia, Dam?" tanya Azam basa-basi.

"Maaf lupa, Zam! Ini juga kalau nggak adikku minta jenguk aku nggak akan sampai disini. Aku juga baru tahu ternyata ini pesantren mertua kamu juga Alisha?" ucap Kak Adam.

Jantungku berdetak keras, jangan sampai Kak Adam bertanya kok bukan aku yang jadi istri Azam? Azam melirik aku sekilas, tak sengaja mata ini bersiborok. Aku langsung membuang pandangan.

"Iya.. Nak Adam! Azam menantu Ayah suami Aisha kembarannya Alisha. Kalian udah saling kenal?" tanya Ayah yang sedikit bingung melihat kedekatan Azam juga Kak Adam.

"Azam teman saya sejak SMA, Yah! Kami satu kampus waktu kuliah, Alisha juga Yah!"

Deg, jantung berhenti berdetak, Kak Adam kenapa harus menyebut namaku juga. Ayah menatap intens aku, Allah mati aku rasanya aku tidak pernah memberitahu jika aku mengenal Azam sejak kuliah.

Ingin aku pergi ke planet Mars saat ini, aku terjebak pada keadaan yang tak enak. Bibirku terkantuk rapat, sudah bisa aku duga Ayah akan bertanya padaku.

"Saya ke kamar dulu, Yah! Ada yang mau di ambil," pamit Azam.

Mungkin dia juga menghindar dari Ayah agar tidak di tanya yang lebih lagi. Atau dia melakukan hal yang dia bilang tadi. Akan menjauhi momen yang menciptakan kebersamaan denganku agar aku terbiasa dengan keadaan.

"Sini saja temani, Ayah! Ini nak Adam mau bicara penting! Panggil saja Aisha untuk mengambilkan yang mau kamu ambil Gus!" ujar Ayah. Azam dia kembali terduduk, mimik wajahnya tampak gusar.

Sila menggeliat di pangkuanku, membuat aku membenarkan posisi tidurnya. Mata Azam mengawasi gerakanku. Namun, detik berikutnya dia mengalihkan pandangan.

"Tadi mau bilang apa, Nak Adam?" tanya Ayah melanjutkan pembicaraan yang terunda karena insiden Azam jatuh tadi.

Kak Adam tampak mengatur napas saat akan bicara, senyum terlukis diwajah manisnya. Jantung ini berdetak tak karuan. Lama Kak Adam belum berbicara, hanya suara jarum jam yang mengusik keheningan. Aku rasa jarum jam pun bosan menunggu Kak Adam bicara. Namun,wajah tegang Azam yang menyita perhatianku. Mata itu memerah. Cemburu kah dia? Sakit kah hatinya?

"Jadi begini, Yah! Saya mau meminta izin untuk mengajak Alisha memulai lagi kerja sama dengan saya untuk membuat novel kolaborasi" terang Kak Adam.

"Alhamdulillah," semua mata tertuju pada Azam yang kelepasan bicara.

"E-maksudnya alhamdulillah Adam mau menulis novel lagi. Lama dia vakum tidak menulis!" ucap Azam seakan tahu maksud pertanyaan kami melalui pandangan mata yang menatap dia curiga dengan kata alhamdulillah.

Aku mendesah lemas, dua tahun mengenal baik Azam, dia tengah berbohong saat ini. Bukan itu yang ada di pikiran Azam, ucapan juga hatinya pasti tak sama. Terlihat jelas dari tergagapnya dia mengucapkan kata-kata. Apa dia mengira Kak Adam melamar aku? Ingin rasanya tertawa saat ini.

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!