Zainna Keisha Nugraha, seorang Mahasiswi kampus ternama di Jakarta harus menerima pernikahannya dengan seorang Profesor yang merupakan salah satu dosennya yang berstatus sebagai duda beranak satu. Inna menerima pernikahan ini karena sudah terlanjur sayang pada Putri kecil yang sangat manis dengan nasib yang sama dengannya yaitu ditinggalkan oleh ibu kandungnya. Namun Inna juga harus menelan pahit bahwa suaminya masih sangat mencintai istri pertamanya dan sangat sulit untuk Inna dapat menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Tiga
"Zainna...." sapa orang itu bergarak menghampiri Inna. Inna sempat terkejut saat melihat Marcel.
"Marcel? Di sini juga?" tanya Inna.
"Aku cuma iseng mampir ke sini, eh gak taunya jumpa kamu di sini. Kalau jodoh emang gak kemana ya?" Jawab Marcel.
Inna tersenyum geli mendengar perkataan Marcel. Karena menganggap ucapan Marcel hanya gurauan.
"Bisa aja kamu Cel. Sendiri aja?" Tanya Inna lagi.
Marcel pun mengangguk sebagai jawaban. Lalu arah pandanganya tertuju pada Samuel. Inna yang menyadari itu langsung memperkenalkan Samuel pada Marcel.
"Oh iya, kenalin ini suami dan anakku. Mas, kenalin ini Marcel, teman sekolah dulu."
Marcel kaget setelah mendengar kenyataan pahit itu. Ia tidak pernah menyangka, jika orang yang selama ini ia cintai dan tunggu-tunggu sudah menikah dengan orang lain. Dan satu lagi, ia sudah mempunyai seorang anak? Marcel tertawa sumbang. Masih tidak percaya dengan semua kenyataan.
"Kamu beneran udah nikah?" tanya Marcel menatap Inna dan Samuel begantian.
"Iya, aku sudah menikah." Jawab Inna menunjukkan cincin dijari manisnya. Dan itu menjadi sebuah pukulan berat untuk Marcel.
"Wah... selamat ya, aku tidak tahu kamu sudah menikah." Ucap Marcel meski ada sedikit nada kecewa.
"Thanks, Cel." Balas Inna tersenyum manis. Senyuman yang berhasil melukai hati seorang Marcel. Setelah puas menatap Inna, kini Marcel pun beralih menatap Samuel.
"Selamat, Anda sangat beruntung bisa mendapatkan gadis baik seperti Zainna. Jaga dia baik-baik, jangan sampai melukai hatinya." Ujar Marcel mengulurkan tangan pada Samuel. Dengan senang hati Samuel membalas uluran tangan Marcel.
"Itu sudah kewajibanku, sebagai suaminya." Balas Samuel penuh penekanan.
"Kalau begitu aku harus pergi. Semoga selalu bahagia, Zainna. Permisi tuan." Pamit Marcel yang langsung berlalu. Inna merasa ada yang aneh dengan temannya itu, dan menatap punggung Marcel yang perlahan menghilang dari pandangan.
"Siapa dia?" tanya Samuel mengejutkan Inna.
"Ah, dia teman sekolah Inna dulu Mas. Kan udah Inna bilang tadi." Jawab Inna.
"Ada hubungan apa kamu dengan dia?" tanya Samuel membuat Inna mengernyit bingung.
"Tidak ada, dia hanya sebatas teman. Dan kami juga tidak terlalu dekat," jawab Inna jujur.
"Hm." Samuel terus memberikan tatapan penuh selidik. Sedangkan Inna sama sekali tidak menyadari itu.
"Mama nanti Elya mau adik kembar seperti ini ya?" Ujar Elya menunjukkan gambar bayi kembar pada Inna.
"Uhuk Uhuk...." Inna yang sedang minum pun tersedak karena mendengar perkataan Elya. Ya ampun, kenapa Elya terus membahas masalah adik sih?
Samuel memberikan tisu pada Inna. "Terima kasih," ucap Inna yang langsung menyapu bibirnya.
"Mama gak apa-apa kan?" tanya Elya panik.
"Enggak Sayang, Mama cuma tersedak." Jawab Inna yang masih sedikit terbatuk. Ah, aku hampir mati. Gumam Inna dalam hati.
"Mama, Papa, kita pulang aja yuk, Elya bosan di sini. Elya mau main di rumah aja." Rengek Elya.
"Ayok. Mas bilnya." Pinta Samuel pada waiter yang kebetulan lewat. Setelah itu mereka pun langsung beranjak untuk pulang.
Sepanjang perjalana Inna memilih diam, karena terus memikirkan permintaan Elya yang mungkin akan sulit dikabulkan. Hubungannya dengan Samuel tak sebaik yang orang lihat. Bahkan bicara saja mereka sangat jarang. Entahlah, Inna pusing memikirkannya. Inna cuma takut Elya kembali mengingkit hal itu.
***
Sore hari, Inna benar-benar pergi bersama Jidan ke sebuah mall.
"Nana, yang ini bagaimana?" tanya Jidan menunjukkan sebuah gaun berwarna biru laut pada Inna.
"Nop, Didi tidak suka warna itu." Jawab Inna sambil mencari-cari gaun yang cocok untuk sahabatnya.
"Nah ini sangat bagus." Kata Inna saat menemukan gaun yang cocok untuk Didi. Dan pilihan Inna jatuh pada gaun berwarna pink nude dengan belahan dada terbuka.
"Nop, itu terlalu terbuka Nana. Sebaiknya kamu duduk." Protes Jidan tidak setuju dengan pilihan Inna. Inna yang mendengar itu mendengus kesal.
"Kalau begitu kenapa Kakak ajak Nana kesini? Pilih aja sendiri gaun yang cocok." Geram Inna menaruh kembali gaun yang sempat ia pegang. Ia pun memilih duduk di sebuah sofa. Sambil memberikan tatapan malas pada Jidan.
"Kakak cuma minta pendapat kamu, bukan suruh kamu yang pilihkan." Sahut Jidan yang berhasil membuat Inna kesal setengah mati.
"Terserah, yebelin banget sih."
"Ini dia." Jidan mengambil sebuah gaun panjang berwarna hitam. Gaun yang sangat indah dengan hiasan bunga tiga dimensi di bagian dada dan pinggang. Jidan pun menunjukan gaun itu pada Inna.
"Hm. Lumayan." Ucap Inna sambil meneliti gaun yang Jidan pegang.
"Mbak, bungkus yang ini ya." Pinta Jidan pada salah seorang pegawai toko.
"Baik Mas."
Setelah mendapatkan gaun dan sepatu yang cocok. Jidan kembali mengajak Inna ke toko perhiasan.
"Buat apa ke sini Kak?" Tanya Inna bingung.
"Suprise." Jawab Jidan sambil tersenyum penuh arti. Inna membulatkan matanya karena bisa membaca arti tatapan Jidan.
"What? Kakak mau lamar Didi?" seru Inna tidak percaya. Jidan mengangguk membenarkan ucapan Inna.
"Ya ampun ya ampun. Nana seneng banget kak. Gak nyangka secepat ini Kakak mau lamar Didi. Huh, akhirnya kita memiliki pasangan masing-masing." Inna terlihat bahagia. Sampai lupa jika ia bicara dengan sedikit berteriak.
"Tentu, aku harus bergerak cepat. Jika tidak, akan di dahului orang lain lagi. Seperti kamu, Na. Yang sudah diambil orang lebih dulu." Ujar Jidan yang berhasil memudarkan senyuman di wajah Inna. Inna pun memberikan tatapan penuh arti.
Jidan yang melihat perubahan raut wajah Inna langsung tertawa.
"Kakak bercanda Nana, tidak perlu memasang wajah seperti itu. Kamu terlihat jelek." Ujar Jidan yang berhasil membuat Inna kesal.
"Ih Kakak. Ngeselin deh." Inna memukul lengan Jidan karena merasa kesal. Sedangkan Jidan malah mengacak rambut Inna karena gemas dengan tingkah adiknya itu.
"Mas ini pesanannya." Ujar pemilik toko memberikan kotak beludru berwarna merah pada Jidan. Karena penasaran, Inna langsung merebut benda itu dari tangan Jidan. Dan tanpa ragu membuka isinya. Seketika mata Inna pun melebar.
"Kak, ini bukanya cincin yang kakak gambar dulu waktu kita kecil kan?" tanya Inna tak percaya.
Jidan pun mengangguk sebagai jawaban.
"Itu artinya Didi benar-benar spesial buat Kakak? Ya ampun, selamat buat Kakak. Akhirnya Kakak mendapatkan orang spesial itu, dan lebih spesial lagi karena itu Didi." Seru Inna yang langsung memeluk Jidan karena terlalu bahagia. Tentu saja Inna bahagia, karena Jidan dan Didi akan segera bersama. Jidan membalas pelukan Inna dengan penuh perasaan.
Kamu salah, Na. Karena hanya kamu yang selalu spesial dihati Kakak. Cuma kamu, Nana.
Inna menarik diri dari pelukan Jidan, kemudian menatap lelaki itu dalam-dalam. "Buat Didi bahagia kak, jangan pernah sakiti dia. Walaupun Didi terlihat kuat dari luar, tapi hatinya sangat rapuh, jangan pernah sakiti Didi."
"Akan Kakak usahakan." Jawab Jidan mengelus pipi Inna. Selama kamu bahagia, aku akan melakukan itu, Na.
"Mas, ini kalung yang mas minta kemarin." Ujar sang pemilik toko seraya memberikan kotak beludru berwarna biru pada Jidan.
"Terima kasih." ucap Jidan sambil memberikan kartu kredit miliknya.
"Kalung?" tanya Inna penasaran.
"Iya, buat kamu." Jawab Jidan mengeluarkan kalung yang begitu indah dari kotaknya. Inna cukup kaget saat melihat benda itu yang tak lagi asing di matanya.
"Itu kan...."
"Iya, kalung yang kamu desain sendiri. Kakak masih menyimpan gambar itu. Untuk persaudaraan kita, Kakak sengaja membuatnya untuk kamu. Sini biar Kakak pasangkan." Jidan pun memakaikan kalung itu dileher Inna. Dan benar-benar sangat cantik.
"Sangat cantik." ucap Jidan menatap wajah Inna begitu dalam. Inna pun tersenyum bahagia.
"Terima kasih kak, Inna kira Kakak sudah lupa dan membuang gambar itu." Ucap Inna penuh haru. Dan kilasan masa lalu pun kembali memenuhi kepalanya. Masa di mana mereka bermain bersama dan mengutarakan mimpi masing-masing.
"Bagaimana mungkin Kakak lupa, bahkan itu adalah kenang-kenangan terindah kita." Ucap Jidan mengecup pucuk kepala Inna. Inna pun kaget dan menatap Jidan cukup lama.
"Sudah cukup. Sebaiknya kita pulang, sebentar lagi magrib." Jidan mengusap kepala Inna dengan lembut. Inna pun terkesiap, lalu mengangguk pelan.
Sesampainya dirumah, Inna langsung beranjak menuju kamar. Suasana rumah begitu sepi, karena Elya menginap dirumah Diana. Sedangkan Samuel seperti biasa akan pulang larut malam.
Inna bergegas mengganti baju. Dan setelah itu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Hari ini ia benar-benar sangat melelahkan. Hingga matanya pun perlahan mulai terpejam.
Tengah malam, Inna terbangun dari tidurnya. Inna terkejut karena tak menemukan Samuel disisinya. Inna pun bangun dan meraih ponselnya, berharap Samuel mengirim pesan. Mungkin saja suaminya itu lembur. Tetapi lagi-lagi Inna harus kecewa, karena sama sekali tidak ada pesan dari suaminya.
Inna mulai khawatir, Ia bangkit untuk mengecek kamar mandi. Tetapi lelaki itu tidak ada di sana. Mungkin memang belum pulang.
"Kamu kemana sih Mas?" Inna semakin khawatir. Ia keluar dari kamarnya dan menyusuri seluruh rumahnya, dan hasilnya Samuel memang tidak ada di rumah.
"Apa sebaiknya aku telpon aja ya?" Gumamnya. Tetapi ia sama sekali tak pernah menghubungi suaminya. Inna semakin frustasi.
"Aku telpon aja deh." Putusnya dan kembali menuju kamar.
Inna mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Samuel. Namun, ponsel suaminya tak dapat di hubungi.
"Ya ampun Mas, kamu kemana sih? Jangan bikin aku cemas dong." Inna menggigit jemarinya. Perasaan cemas terus menyelimuti hatinya. Karena tak mampu menahan gelisah, Inna pun hendak keluar sebelum pintu kamarnya terbuka perlahan.
ceritanya keren,bagus
dan mantap
sukses
semangat
mksh
Ini kata Jidan pada Samuel
"Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"
Tau tidak Jidan itu kekasihnya didi dan di episode 28 dia melamar didi. Ini keistimewaan pebinor di novel2 egois, apapun kelakuannya selalu dibenarkan,
Kenapa novel harus egois dan tidak adil, pelakor dilakanat dibuat hina dan dihancurkan sedangkan pebinor begitu dipuja2, diistimewakan, dispesialkan, apapun salahnya selalu dibenarkan
Simple pertanyaan untuk author
Jika suami atau kekasihmu sangat perhatian dan membela mati matian istri orang lain, dan suami mengatakan seperti Jidan katakan pada samuel, (ini kata Jidan pada samuel "Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"). Apa kau akan bilang suamiku hebat karena perhatian dan mau merebut istri orang dan mencintai istri orang ituu
Ini kata Jidan pada Samuel
"Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"
Tau tidak Jidan itu kekasihnya didi dan di episode 28 dia melamar didi. Ini keistimewaan pebinor di novel2 egois, apapun kelakuannya selalu dibenarkan,
Kenapa novel harus egois dan tidak adil, pelakor dilakanat dibuat hina dan dihancurkan sedangkan pebinor begitu dipuja2, diistimewakan, dispesialkan, apapun salahnya selalu dibenarkan
Simple pertanyaan untuk author
Jika suami atau kekasihmu sangat perhatian dan membela mati matian istri orang lain, dan suami mengatakan seperti Jidan katakan pada samuel, (ini kata Jidan pada samuel "Lepaskan dia kalau lo tdk bisa balas cintanya, karena gue yang akan mencintai dia, biarin dia bahagia, sudah cukup selama ini dia menderita"). Apa kau akan bilang suamiku hebat karena perhatian dan mau merebut istri orang dan mencintai istri orang itu